Mohon tunggu...
Cleary Gabrielle
Cleary Gabrielle Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlukah Sistem Zonasi pada PPDB?

26 Agustus 2023   15:19 Diperbarui: 26 Agustus 2023   15:24 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem zonasi adalah sistem seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang ditetapkan berdasarkan daerah tempat tinggal peserta didik. Hal ini ditujukan untuk mewujudkan visi pendidikan nasional yang tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 17 Tahun 2017 tentang sistem zonasi atau yang biasa disebut juga M5K5 yang berisi tentang meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi, kesetaraan, serta keterjaminan layanan pendidikan. 

Secara garis besar, sistem zonasi ini dapat membantu pemerataan pendidikan. Sistem ini mampu mengurangi kesenjangan antar sekolah. Dengan adanya sistem zonasi, setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk bersekolah tanpa pandang bulu atau seleksi berlebih terhadap latar belakang prestasi siswa.

Hal ini juga menghilangkan batas kotak-kotak antar sekolah favorit dan non-favorit. Sistem favorit-non favorit sendiri sudah menuai pro kontra sejak lama, karena stigma yang muncul di masyarakat mengenai rendahnya kualitas sekolah non favorit sehingga sekolah non favorit pun menjadi kekurangan peserta didik. Melalui sistem zonasi, setiap sekolah memiliki kesempatan yang hampir sama rata untuk menerima peserta didik.

Selain itu, sistem zonasi juga memudahkan akses siswa menuju sekolah. Dengan sistem ini, rata-rata peserta didik dapat menjangkau sekolah dengan lebih mudah karena jarak yang lebih dekat dari rumah atau tempat tinggal mereka. Hal ini tentu dapat membantu meningkatkan prestasi dan kesehatan mental maupun fisik siswa secara tidak langsung karena dengan berkuragnya jarak berarti akan semakin banyak siswa yang memiliki waktu lebih untuk beristirahat maupun belajar dan bahkan mengembangkan hobi dengan mengurangi waktu yang memakan perjalanan mereka dari maupun ke sekolah. 

Melalui berkurangnya jarak ini juga, akan lebih banyak siswa yang didorong untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor menuju atau dari sekolah, sehingga dapat meningkatkan kesehatan para siswa serta mengurangi tingkat polusi udara di wilayah tinggal siswa maupun sekolah.

Sayangnya, sistem zonasi ini tidak lepas dari kelemahan. Sistem ini dinilai tidak sempurna dengan kurangnya kesiapan pemerintah dalam membangun infrastruktur sekolah di daerah tertentu. Kurangnya ketersediaan sekolah di beberapa daerah membuat beberapa sekolah menjadi berlebih peserta didik dan begitu pula sebaliknya. 

Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam jumlah murid antar sekolah. Ketimpangan ini sendiri merugikan sekolah-sekolah yang kekurangan peserta didik, serta tenaga pendidik yang harus menghadapi kuantitas siswa berlebih, maupun peserta didik yang harus menghadiri sekolah dengan terlalu banyak peserta didik karena kurangnya perhatian personal dari para guru yang harus memecah fokus terhadap terlalu banyak siswa sekaligus.

Perbedaan penafsiran dan implementasi sistem ini di beberapa daerah juga menimbulkan keresahan. Karena penerapannya yang tidak sama di setiap daerah, hal ini tentu membuat kebingungan di antara masyarakat. 

Lebih lanjut, meskipun sistem zonasi menghilangkan batas antar sekolah favorit dan non favorit, anggapan tentang sekolah non favorit dan kemampuannya yang kurang masih saja melekat pada masyarakat. Hal ini tentu membuat banyak orang tua peserta didik menghalalkan segala cara, bahkan tindakan kecurangan yang imoral, untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang dituju seperti berpindah alamat domisili, menggunakan jalur orang dalam, ataupun membayar uang pelicin.

Dapat disimpulkan bahwa sistem zonasi ini tidak bisa dikatakan sempurna atau dinilai buruk sepenuhnya. Sistem zonasi dapat menghilangkan batas antar sekolah favorit dan non favorit, namun tidak mampu menghilangkan stigma di masyarakat sehingga muncul banyak kasus kecurangan. Lebih lagi, sistem ini dapat secara tidak langsung meningkatkan prestasi maupun kesehatan peserta didik, namun sistem ini menghadirkan masalah baru karena kurangnya kesiapan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur sekolah serta kekekatan aturan dan penerapan sistem ini.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun