[caption id="attachment_373694" align="aligncenter" width="500" caption="Proses produksi"][/caption]
Gerilya Pak Dirman Film, sebuah komunitas produksi film yang sudah tidak lagi diakui pihak SMA Rembang Purbalingga dengan ekstrakulikuler sinematografinya, berusaha memproduksi film secara berkelanjutan.
Mereka baru saja memproduksi film dokumenter tentang kesenian Braen di Desa Rajawana, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga. Pengambilan gambar dilakukan selama dua hari, pada Selasa-Rabu, 17-18 Maret 2015.
"Awalnya, ekskul kami bernama Pak Dirman Film. Setelah pihak sekolah mengganti secara sepihak fasilitator dari CLC Purbalingga, kami yang tidak menginginkan itu mengganti nama dengan ditambah kata gerilya di depannya," tutur Anastasya Tyas yang dalam produksi film Braen betindak sebagai sutradara.
Braen sendiri sebuah kesenian asli Desa Rajawana yang mempunyai kesejarahan sangat kuno. Kesenian bernapaskan Islam ini dimainkan sekitar sembilan hingga 15. Salah satu diantaranya sebagai Rubiyah yaitu penabuh braen (terbang berukuran besar). Saat pentas, mereka melantunkan syair-syair barzanji diiringi tabuhan braen yang sederhana.
Sementara syarat menjadi Rubiyah merupakan keturunan dari Syeh Mahdum Kusen yang berkiprah sekitar abad-17. Perempuan yang sekarang menjadi Rubiyah merupakan keturunan ke-13 dari Syeh Mahdum Kusen yang makamnya menjadi kawasan cagar budaya di Desa Rajawana. Kesenian yang saat ini beranggotakan perempuan-perempuan lanjut usia ini mengalami kesulitan meregenerasi, terlebih yang berperan sebagai Rubiyah.
Menurut Raeza Raenaldi, ia ingin belajar serius membuat film. "Saat mengetahui kondisi ekskul sinematografi di sekolah kami, saya memutuskan untuk bergabung dengan kelompok yang tidak direstui sekolah. Kayaknya lebih mengasikan," ujar siswa kelas X yang bertindak sebagai kameraman ini.
Direktur CLC Purbalingga Bowo Leksono mengatakan, meskipun secara formal sudah tidak diperkenankan memfasilitasi siswa SMA Rembang, pihaknya tetap setia mengawal. "Kepala sekolah baru, saat ini pun tampaknya tidak mampu berbuat apa-apa dan tampaknya tak bisa diharapkan apapun. Karena itu, Pak Dirman Film harus berjuang secara bergerilya dengan tidak mendapatkan fasilitas dan dana dari sekolah," jelasnya.
Semangat Gerilya Pak Dirman Film berusaha terus meregenerasi dan memproduksi karya film setidaknya untuk berperan di Kompetisi Pelajar Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2015 bulan Mei mendatang. Sementara masuk paskaproduksi, mereka menyiapkan untuk produksi fiksi pendek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H