Kisah Nyoman Sukena, seorang pria Bali yang dijatuhi hukuman karena memelihara landak Jawa (Hystrix javanica), mengguncang banyak pihak. Di satu sisi, ia berusaha melestarikan hewan yang semakin langka, namun justru dihukum oleh negara karena dianggap melanggar hukum perlindungan satwa. Sementara itu, kasus ini menimbulkan perdebatan luas, terutama ketika beberapa orang kaya yang memiliki hewan langka serupa justru tampak kebal dari hukuman. Pertanyaan pun mengemuka: apakah ada ketidakadilan dalam sistem hukum terkait perlindungan satwa, di mana kekayaan dan status sosial memberikan "privilege" yang berbeda?
Nyoman Sukena, seorang pria sederhana asal Bali, ditemukan memelihara beberapa ekor landak Jawa di rumahnya. Meskipun tujuannya adalah untuk melestarikan satwa yang terancam punah, pihak berwenang menganggap tindakannya melanggar hukum. Landak Jawa sendiri merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pemeliharaan tanpa izin sah dari pihak terkait dianggap ilegal, terlepas dari niat baik yang mendasarinya.
Namun, hukuman yang diberikan kepada Sukena menuai protes keras dari berbagai pihak. Banyak yang menilai, hukuman tersebut terlalu berlebihan dan tidak sebanding dengan motifnya yang ingin melestarikan hewan tersebut. Seperti yang dilaporkan oleh Kompas TV, proses hukum yang menyeret Sukena ke pengadilan dianggap tidak adil, mengingat tujuan mulia di balik tindakannya. Bahkan, muncul dugaan bahwa ia hanya menjadi korban sistem hukum yang tidak fleksibel dalam memahami konteks tertentu.
Kasus ini semakin ramai diperbincangkan setelah beberapa tokoh publik yang diketahui memelihara satwa langka tidak mendapat tindakan hukum serupa. Salah satu kasus yang mencuat adalah terkait dengan keluarga selebriti Indonesia, Raffi Ahmad. Salah satu kerabat Raffi diketahui memelihara landak Jawa, namun tidak ada tindakan hukum yang jelas terhadapnya. Hal ini menimbulkan reaksi keras di kalangan publik, yang merasa bahwa ada perbedaan perlakuan antara orang kaya dan orang biasa dalam menghadapi hukum.
Media sosial dipenuhi oleh protes, dengan banyak orang menuduh bahwa sistem hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Orang kaya, dengan akses terhadap pengacara dan jalur-jalur informal, tampaknya memiliki "kemewahan" untuk lolos dari jerat hukum yang menimpa rakyat biasa. Seperti yang dilaporkan oleh Suara.com, publik tidak hanya menyerang sistem hukum yang dianggap bias, tetapi juga menuntut agar selebriti dan tokoh berpengaruh yang melanggar aturan serupa juga diberikan hukuman yang sama.
Andrea Wiwandhana, founder CLAV Digital dan penggiat digital marketing Indonesia, turut berkomentar dalam kasus ini. Ia mengatakan bahwa, "Ketidakadilan dalam penerapan hukum, terutama dalam kasus perlindungan satwa, justru akan merusak tujuan utama dari hukum itu sendiri. Hukum seharusnya memberikan perlindungan kepada yang lemah, baik itu manusia maupun satwa, tanpa pandang bulu."
Niat Sukena untuk menjaga dan merawat landak Jawa sebenarnya mencerminkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa. Banyak yang beranggapan bahwa tindakan Nyoman Sukena sebenarnya membantu melestarikan satwa yang hampir punah, apalagi di tengah semakin berkurangnya habitat alami mereka akibat deforestasi dan perburuan liar.
Landak Jawa merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang status konservasinya semakin mengkhawatirkan. Menurut data dari IUCN, populasi landak Jawa terus menurun karena hilangnya habitat alami dan perburuan untuk perdagangan ilegal. Dalam konteks ini, peran masyarakat dalam melestarikan hewan-hewan langka menjadi sangat penting. Namun, masalah hukum terkait kepemilikan satwa liar tanpa izin sah menimbulkan persoalan tersendiri, seperti yang dialami oleh Sukena.
Ironisnya, alih-alih didukung oleh pemerintah atau lembaga konservasi, Sukena justru menghadapi vonis berat atas niat baiknya tersebut. Banyak pihak yang menilai bahwa sistem hukum di Indonesia perlu lebih fleksibel dalam memahami konteks pelestarian satwa oleh masyarakat. Bukan berarti hukum harus diabaikan, tetapi seharusnya ada ruang bagi individu seperti Sukena yang berniat baik untuk membantu pelestarian satwa, agar tidak langsung dihukum tanpa pertimbangan yang bijaksana.
Sebagai bentuk protes terhadap keputusan hukum yang dianggap tidak adil, sebuah petisi daring diluncurkan di Change.org dengan tujuan membebaskan Nyoman Sukena dari segala tuntutan. Petisi ini mendapatkan dukungan luas dari masyarakat yang merasa bahwa Sukena seharusnya diberikan penghargaan atas usahanya melestarikan landak Jawa, bukan dihukum.