Mohon tunggu...
Claudy Yusuf
Claudy Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Salam

"Saya mendapat ilmu ketika membaca maka saya balas dengan menulis untuk berbagi" instagram: Claudyusuf

Selanjutnya

Tutup

Nature

Biopori dan Sumur Resapan Solusi Mengurangi Banjir dan Kelangkaan Air Jakarta

7 Maret 2012   10:17 Diperbarui: 4 April 2017   18:13 6147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_165104" align="aligncenter" width="298" caption="biopori (ilustrasi/kompas.com)"][/caption]

Jakarta, kota yang menawarkan sejuta pesona sehingga banyak orang dari berbagai daerah Indonesia yang mendatanginya. Hal itu membuat pembangunan infrastruktur berjalan pesat selama 20 tahun terakhir. Namun, akibat perencanaan tata kota yang salah membuat Jakarta mempunyai masalah serius setiap tahunnya yaitu Banjir dan kelangkaan air serta penurunan permukaan tanah akibat air tanah yang disedot secara berlebihan. Ketinggian permukaan tanah menurun ditambah curah hujan yang tidak terserap tanah membuat banjir kian parah saja. Lalu apakah ada cara mudah yang harus dilakukan untuk menamba daya serap tanah ibukota? Tentunya ada, yaitu sumur resapan dan teknologi serapan lubang biopori yang diperkenalkan oleh pakar lingkungan Kamil R Brata, dosen Fakultas Pertanian IPB. Lubang resapan biopori dan sumur resapan menjadi salah satu solusi terbaik karena cocok untuk diterapkan diwilayah Jakarta, dapat dibuat berdampingan dengan berjalannya proyek perluasan ruang terbuka hijau, hanya memerlukan dana sedikit untuk membuatnya, mudah untuk membuatnya,  sangat efektif menyerap air dan lubang resapan biopori dapat mengurangi sampah organik yang terbuang ke tempat pembuangan akhir.

Lubang resapan biopori dan sumur resapan menjadi solusi terbaik untuk mengurangi masalah banjir dan kelangkaan air di Jakarta karena dapat dibuat pada pemukiman padat penduduk dan tanah yang terlapisi semen atau beton. Pada pemukiman padat penduduk lubang resapan biopori menjadi solusi karena hanya membutuhkan sedikit lahan, untuk satu lubang resapan biopori hanya perlu lahan berdiameter kurang lebih sepuluh centimeter. Sedangkan sumur resapan memerlukan wilayah yang lebih luas yaitu berdiameter satu meter. Selain itu lubang resapan biopori dan sumur resapan juga cocok dibuat pada permukaan tanah di Jakarta yang telah tertutup bangunan.

Disisi lain, sekarang pemprov Jakarta sedang berusaha melakukan pencegahan banjir dan kelangkaan air dengan menambah luas ruang terbuka hijau. Namun, berdasarkan berita dari Kompas, 2011  “Saat ini Jakarta hanya mempunyai ruang terbuka hijau seluas 9,8 persen”. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tentang Tata Ruang disebutkan bahwa idealnya sebuah provinsi memiliki ruang terbuka hijau seluas 30  persen dari total wilayahnya. Namun, untuk menambah ruang terbuka hijau sesuai undang-undang terlihat akan memakan waktu yang lama dikarenakan keterbatasan ruang dan mahalnya harga tanah. Dapat dibayangkan jika DKI Jakarta harus menambah ruang terbuka hijau sesuai undang-undang maka perlu pembebasan lahan hingga  200 kali luas monas.  Maka dari itu, selama perluasan ruang terbuka hijau berjalan untuk mengurangi banjir dan kelangkaan air dapat dibarengi dengan cara yang lebih mudah yaitu dengan membuat lubang resapan biopori dan sumur resapan.

Untuk membuat lubang biopori terbilang cukup murah karena hanya perlu bor ciptaan IPB dengan harga Rp 175.000 yang dapat dipesan melalui www.biopori.com. Selain itu bor tidak perlu dimilki oleh satu rumah karena pemakaian bor bisa bergantian. Idealnya satu RT harus memiliki tiga bor dan warga dapat meminjamnya secara bergantian. Sehingga keluarga dalam satu rumah hanya perlu mengeluarkan uang sedikit saja untuk memberi dana bersama untuk membeli bor tersebut.Sedangkan untuk membuat sumur resapan juga hanya memerlukan cangkul untuk menggali sumur sedalam 1,5 meter dan pasir, semen serta batu bata atau koral untuk melapisi sisinya.

Pembuatan lubang resapan biopori mudah karena hanya perlu melubangi tanah menggunakan bor sedalam 80 centimeter sampai 1 meter dengan diameter 10 centimeter. Waktu yang diperlukan untuk membuat lubang biopori juga tidak terlalu lama, hanya sekitar 10 menit. Lalu agar lubang biopori bertahan lama bibir lubang bisa dilapisi dengan semen atau pipa dan untuk menghindari orang terperosok kedalamnya maka lubang dapat ditutupi dengan kawat jaring. Sentuhan akhirnya, hanya memasukan sampah organik kedalam lubang resapan biopori dan selanjutnya biarlah organisme ditanah yang bekerja. Sedangkan untuk membuat sumur resapan memerlukan tenaga lebih banyak dibandingkan membuat lubang resapan biopori namun membuatnya tidaklah terlalu sulit. Awalnya buatlah sumur resapan sedalam 1,5 - 2 meter dengan diameter 1 meter lalu lapisi sisinya dengan adukan semen, pasir dan koral. Lapisan bawah dapat diisi ijuk dan diatasnya dilapisi batu atau puing. Jika rumah memiliki talangan air makan sambungkan talangan air dengan pipa ke arah sumur resapan dan jika tidak ada talangan air maka perlu dibuat parit agar air mengalir ke sumur resapan.

Sumur resapan dan lubang resapan biopori sangat efektif menyerap air. Seperti yang tertulis dalam situs biopori.com bahwa “suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm yang semula mempunyai bidang resapan 78,5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm2”. Walaupun lubang resapan biopori ini terbilang kecil tapi bisa menyerap air banyak karena pada sisi lubang resapan biopori terdapat lubang-lubang kecil yang dibuat oleh organisme tanah. Saat air masuk kedalam lubang resapan biopori maka air akan mengalir masuk kedalam lubang-lubang kecil yang dibuat oleh organisme tanah seperti cacing. Untuk sumur resapan berdasarkan berita dari tabloid Nova sumur resapan dapat membantu tanah menyerap air sebesar 20-30 persen.

Khusus untuk lubang resapan biopori yang berisi sampah organik seperti daun-daunan, sisa makanan dan lainnya secara langsung dapat mengurangi tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir. Seperti yang diberitakan waspada online, 2009 “total jumlah timbunan sampah DKI Jakarta terdata mencapai 6,7 ton perhari dengan komposisi bahan organik sekitar 55 persen”. Jika dilihat dari komposisi sampah penduduk DKI Jakarta sebanyak 55 persen adalah sampah organik berarti dengan memasukan sampah organik kedalam lubang resapan biopori sama dengan mengurangi banyaknya produksi sampah organik yang terbuang sia-sia dan mengurangi volume sampah di tempat pembuangan akhir. Dapat dibayangkan jika setiap rumah dan gedung perkantoran di DKI Jakarta memilki beberapa lubang resapan biopori maka sampah yang di pembuangan akhir akan banyak berkurang. Selain itu sampah organik yang seharusnya terbuang sia-sia dapat menjadi pupuk kompos yang dapat menyuburkan tanah ataupun bisa juga untuk dijual jika hasil pupuk komposnya banyak.

Lubang resapan biopori dan sumur resapan memang sangat berguna bagi daerah yang sering dilanda banjir dan kelangkaan air seperti Jakarta karena dapat menambah daya serap tanah terhadap air yang berdampak pada mengurangi banjir, menambah air tanah (mencegah kelangkaan air) dan mencegah turunnya permukaan tanah. Namun, berdasarkan berita dari AntaraNews, Jakarta perlu 75 juta lubang resapan biopori untuk kurangi banjir. Maka dari itu sangat diperlukan sosialisasi terhadap masyarakat Jakarta agar membuat lubang resapan biopori dan sumur resapan dirumah masing-masing demi mengurangi banjir dan mencegah kelangkaan air. Jika Jakarta sukses membuat 75 juta lubang resapan biopori dan  sumur resapan bukan tidak mungkin banjir dan kelangkaan air dapat berkurang secara bertahap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun