Mohon tunggu...
Claudy Yusuf
Claudy Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Salam

"Saya mendapat ilmu ketika membaca maka saya balas dengan menulis untuk berbagi" instagram: Claudyusuf

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Donor Darah, tapi Phobia Darah

21 Desember 2011   14:04 Diperbarui: 14 Juni 2017   09:47 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Donor darah suatu kegiatan yang sangat baik demi membantu keberlangsungan hidup orang lain dengan cara mentransfusikan darah yang kita miliki. Donor darah tentunya kegiatan yang sangat menyenangkan karena kita bisa berkontribusi untuk kehidupan orang lain. Namun, apa jadinya jika seseorang yang ingin mendonorkan darahnya tapi ia seseorang phobia darah? Pasti perlu berfikir dua kali jika ia ingin mendonorkan darahnya. 

Sebenarnya pengalaman mendonorkan darah namun orang tersebut phobia darah adalah cerita yang pernah saya alami sendiri. Saya seorang yang takut melihat darah. Apabila melihat darah yang mengucur atau dalam jumlah banyak maka langsung muncul gejala sesak nafas, kepala pusing, pandangan tidak jelas, tubuh lemas dan terasa ingin pingsan. Namun, gejala itu sudah saya kuasai cara untuk meredakannya, seperti duduk tenang saja dan lama kelamaan gejala tersebut hilang dengan sendirinya dan jika sudah keluar keringat maka tubuh saya akan segar kembali. Jadi, donor darah yang saya lakukan diadakan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) yang datang ke sekolah tempat saya beajar. 

Sekitar seminggu sebelum kegiatan donor darah berlangsung diadakan sedikit pemberitahuan tantang diadakannya kegiatan donor darah sekaligus manfaat dari mendonorkan darah dan syarat-syaratnya. Seingat saya manfaat donor darah antara lain memperbarui darah yang beredar ditubuh kita (memproduksi sel-sel darah merah yang baru) dan juga dapat  dijadikan sebagai cek kesehatan dan golongan darah secara cuma-cuma. Tentunya juga sangat berguna bagi orang-orang yang memerlukan darah agar keberlangsungan hidupnya terus berjalan. Juga diberitahukan syarat-syarat bagi pendonor darah seperti minimal umur 17 tahun, berat badan minimal 45 kg, tekanan darah normal, tidak sedang haid atau habis cabut gigi, dalam keadaan sehat (tidak sedang sakit) dan lainnya. 

Dari syarat-syarat yang disebutkan saya merasa bahwa diri saya boleh donor darah. Namun, untuk mendaftarkan diri saya merasa malas karena teman saya belum ada sama sekali yang mendaftar padahal dalam hati saya ingin sekali mendonorkan darah saya. Jadi saya meniatkan mendaftar saat hari H saja. Berbagai pertimbangan saya fikirkan termasuk pertimbangan paling utama yaitu saya phobia darah. Tapi, kebiasaan saya kalau sudah ada niat walaupun itu ada halangan yang besar maka saya harus tetap lakukan. 

Maka terjadilah halangan phobia darah saya abaikan begitu saja tanpa memikirkan apa jadinya nanti. Lagipula berdasarkan syarat yang disebutkan tidak ada larangan bagi seorang yang phobia darah. Saat hari mendonorkan darah tiba, saya lihat banyak juga yang mendonorkan darah. Segera saya mulai mencari teman untuk ikut donor darah agar saya ada temannya. Namun, tidak ada satupun yang berhasil saya rayu. Akhirnya saya mendonorkan darah tanpa teman. Pertama saya mengisi formulir pendaftaran dan menandatanganinya, lalu saya masuk ke ruang tempat donor darah berlangsung. 

Formulir yang saya isi dibaca oleh petugas dan berikutnya saya melakukan cek golongan darah. Sebuah tusukan kecil menusuk jari saya dan keluarlah sedikit darah lalu darah itu diperiksa dan golongan darah saya sama dengan ayah saya yaitu O. Lalu saya menimbang berat badan saya dan ternyata pas sekali berat badan saya 45 kg. Tes selanjutnya diperiksa tekanan darah saya dan hasilnya tekanan darah saya normal. Alhamdulilah,,,,, Setelah melakukan berbagai prosedur saya menungu dikursi yang telah tersedia. Saya melihat-lihat orang yang sedang donor darah dan sialnya phobia darah saya mulai terasa. 

Duduk di kursi dengan pandangan saya yang mulai buram, sesak nafas, badan lemas, pusing dan rasa ingin pingsan. Tapi, saya tetap berusaha untuk melawannya dan berlagak tenang. Akhirnya gejala itu hilang dan tubuh saya mengeluarkan banyak keringat. Tiba-tiba terdengar suara pembina PMR sekolah saya yang bertanya " Claudy kok belom donor darah udah pucat sampe keluar keringat dingin begitu?".

Saya balas dengan jawaban santai "saya memang suka keringatan Bu, kalau deg-degan". Lalu pembina PMR mengeluarkan nada menenangkan "ya jangan deg-degan, cuma donor darah, bismilah aja". Dan Anggukan kepala saya sebagai akhir perbincangan. Cukup lama saya menunggu giliran. Iseng-iseng saya melihat ada siswi yang habis mendonorkan darah terlihat pucat dan lemas hingga harus berisitirahat di matras. Suasana hiburan datang ketika ada seorang siswi yang golongan darahnya tidak sama dengan golongan darah ayahnya dan ibunya. Siswi itu terlihat panik dan menelpon ayahnya dengan pernyataan yang membuat seisi ruangan tertawa.

"Ayah golongan darahnya apa? kalau mamah? kok golongan darahnya beda sama aku? terus aku anak siapa? masa aku anak Roy Marten?... Lalu ia menelpon ibunya " ibu aku anak siapa masa golongan darah aku beda sama ayah dan ibu, atau jangan-jangan ibu selingkuh yah sama orang Korea?". 

Lalu ia menelpon kakanya "Kaka golongan darahnya apa? kok beda sama aku? aku anak pungut ya?". 

Saking paniknya ia menyalahkan petugas yang dinilai lalai memeriksa darahnya " Wah pasti Masnya nih salah ngecek". Petugasnya hanya tertawa dan menawarkan cek ulang tapi siswi tersebut tidak mau dengan alasan sakit jarinya kalau ditusuk lagi. Akhirnya kepanikannya tenang ketika dijelaskan bahwa golongan darah anak tidak selalu sama dengan golongan darah ayah dan ibu tapi juga bisa sama dengan golongan darah kakeknya. Nah saat yang paling mendebarkan datang. 

Saatnya saya mendonorkan darah. Saya berbaring lalu petugasnya mulai mencari denyut nadi disekitar lengan bagian bawah dekat dengan siku. Setelah ketemu denyut nadinya lalu dibersihkan permukaan kulit oleh alkohol dan ditusuk dengan benda seperti jarum berbentuk bambu runcing berukuran kecil yang terhubung dengan selang dan kantung darah. Saat ditusuk terasa sedikit sakit yang sekejap. Mulailah darah darah mengalir melalui selang. Namun, karena darah mengalir lambat maka saya harus mengepal dan membuka tangan saya berulang kali agar darah mengalir lebih cepat.

Selama proses transfusi berlangsung saya berusaha menenangkan diri dan tidak memperhatikan darah yang mengalir agar phobia darah saya tidak kambuh. Handphone menjadi pengalih perhatian saya, saya membuka facebook dan twitter serta memainkan beberapa game. Sekitar 15 menit kantung darah terisi penuh dan jarumnya dicabut  awww agak sakit ternyata. Lalu bagian bekas transfusi dibersihkan dan ditutupi dengan kapas yang dilapisi plester. Saya merasa senang sudah berhasil merasakan transfusi darah dan bersyukur phobia saya tidak muncul segera saya berjalan mengambil kartu donor dan po* mi* serta susu botol. Saya sedikit kecewa karena diberikan makanan dan minuman cepat saji yang kurang sehat, kenapa tidak diberikan makanan yang sehat dan segar saja? 

Lalu, saya kembali kekelas dan saat menaiki tangga saya mulai merasakan gejala phobia darah saya kambuh akibat saya sempat memperhatikan kantung darah saya. Sesampainya dikelas pelajaran biologi sedang berlangsung. Kata teman saya bahwa saya berjalan seperti mayat hidup dengan wajah pucat. Saya duduk dikursi dan berencana mencerna pelajaran namun tak bisa. Nafas saya sesak, pandangan buram, pusing,ingin muntah dan seperti ingin pingsan. 

Saya coba tenang dan meminum air mineral yang saya bawa. Namun, tingkah saya untuk tetap tenang kali ini ketahuan oleh guru saya. Segera dia menyuruh saya tiduran dan berspekulasi bahwa darah saya yang berkurang akibat dari gejala tersebut namun saya tetap merasa ini akibat dari phobia darah saya. Setelah beberapa menit tiduran keringat mulai keluar membasahi tubuh sebagai tanda tubuh saya akan segar kembali. Akhirnya tubuh saya segar kembali walau masih agak pusing. 

Malunya, keesokan hari teman-teman saya yang berada dikelas lain mengetahui hal itu dan dijadikan bahan bercanda secara langsung maupun di twitter. Kalimat tidak sedap juga muncul "sok-sokan berani donor darah cuma buat dapet po* mi* sama susu"...Heemmm sabar-sabar yang penting niat saya sudah tersalurkan dan saya tidak kapok untuk melakukan donor darah lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun