Mohon tunggu...
Claudy Yusuf
Claudy Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Salam

"Saya mendapat ilmu ketika membaca maka saya balas dengan menulis untuk berbagi" instagram: Claudyusuf

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dilema Menyontek

9 Februari 2011   10:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:45 2172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_89239" align="aligncenter" width="536" caption="ilustrasi menyontek (sumber: google)"][/caption] Menyontek bukan hal yang aneh bagi banyak siswa, bahkan kadang kegiatan saling menyontek dianggap sebagai bentuk gotong royong. Mungkin benar kata pelajaran PKn yang mengatakan bahwa orang Indonesia suka melakukan gotong royong dalam kehidupan sehari-harinya. Tapi, tentunya dalam hal menyontek tidak dapat dibenarkan. Menyontek itu hanya dorongan ingin mendapat nilai bagus walau tidak paham. Padahal jika paham pasti dapat nilai bagus. Faktor ingin mendapat nilai bagus banyak sekali tapi yang paling utama adalah agar tidak melakukan remedial (perbaikan nilai). Banyak yang nyontek hanya agar nilainya tidak dibawah standar kelulusan sedangkan jika nilainya lebih tinggi dari nilai standar kelulusan bisa dianggap sebagai bonus atau keberuntungan. Tidak semuanya suka menyontek, masih ada yang ingin atau sudah jujur. Biasanya yang sudah jujur adalah siswa yang memang sangat pintar karena tanpa nyontekpun nilai pasti bagus. Tapi, banyak juga yang otaknya biasa-biasa saja akan berlaku jujur. Kalau yang baru niat ingin jujur tapi memang otaknya biasa saja pasti akan banyak kendalanya. "Padahal udah belajar sungguh-sungguh tapi masih aja remedial, liat tuh si A gak belajar tapi nilainya bagus" begitulah biasanya ungkapan siswa yang cemburu terhadap temannya yang menyontek. Akhirnya siswa yang tadinya belajar sungguh-sungguh jadi ikutan nyontek. Sebenarnya hal itu wajar karena mana mau terima ada ketidakadlian dimana yang bersungguh-sungguh berada dibawah yang curang. Mau melaporkan ke Guru yang bersangkutan nanti dicap tidak solider sama teman-temannya bahkan bisa saja dianggap sebagai musuh. Akan lebih cemburu lagi ke siswa yang mempunyai koneksi banyak disekolah. Koneksinya dapat memberikan jawaban-jawaban ulangan maupun menyalin soal ulangan kesiswa bersangkutan. Hal itu sudah menjadi simbiosis mutualisme, disaat si A ulangan duluan bisa memberi tahu soal atau jawaban ke B dan sebaliknya. Guru sebenarnya tahu mana siswa yang benar-benar pintar sehingga tau mana nilai yang hasil kejujuran dari otak atau kecurangan. Tapi, apalah daya banyak guru yang mengambil nilai sepenuhnya dari ulangan, tidak peduli mau nyontek atau tidak. Dalam hal ini kasihan sekali yang jujur tapi mendapat nilai sama atau lebih kecil dari yang menyontek. Kata-kata "mendingan hasil sendiri walau jelek daripada nilai bagus tapi hasil nyontek", sepertinya sudah kehilangan makna. Begitu banyak yang mengungkapkan kata-kata manis itu tapi tetap saja tidak menggoyahkan hati para penyontek. Malahan mungkin mulai ditinggalkan oleh siswa yang jujur. "Aduh padahal  kemarin sebelum ulangan mtk aku belajar sungguh-sungguh tapi masih saja dapat nilai jelek. Sedangkan si A dapat bocoran dari teman dikelas lainnya dan si A dapat nilai bagus. Hhmm, mendingan aku nyontek aja deh, ikutin jejaknya dia. Daripada dapat nilai merah terus". Sedangkan hati kecilnya sedang dilema "Kalau nyontek berarti aku tidak jujur dan itukan perbuatan buruk. Tapi masa aku selalu kalah sama yang curang. Aduhhh jadi bingung aku". Disisi lain dorongan hati yang terdalam berkata "Belajar adalah usaha untuk hasilnya itu urusan belakangan, jangan hiraukan yang lain sesungguhnya mereka akan mendapat kebahagiaan semu dari menyontek. Ayo kamu pasti akan mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya dari usaha dan kejujuranmu!"

---o0o---

*Ohhhh ternyata penulisnya juga sudah terjangkit virus nyontek yang sekarang dalam proses penyembuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun