Mohon tunggu...
Claudy Yusuf
Claudy Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Salam

"Saya mendapat ilmu ketika membaca maka saya balas dengan menulis untuk berbagi" instagram: Claudyusuf

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berziarah di Masjid Agung Banten

7 Februari 2011   12:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49 3056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari ahad tanggal 06 februari saya ikut bersama rombongan pengajian orang tua saya berziarah ke Masjid Agung Banten, Gunung Santri dan Caringin. Perjalan dari kota Tangerang dimulai dari jam 7 pagi melewati jalan tol. Sepanjang perjalanan terlihat pemandangan sawah yang sudah menguning dan pabrik, namun cuaca yang tadinya mendung berubah menjadi hujan. Walau begitu perjalanan tetap terasa nyaman. Saat jam 09.15 wib kami sampai di Masjid Agung Banten. Tempat parkirnya becek karena habis hujan sehingga harus hati-hati berjalan menuju masjid. Memasuki kawasan masjid, yang pertama saya lihat adalah menara masjid ini yang menjulang tinggi dengan arsitektur yang khas lalu bangunan masjid yang beratap lima tingkat. [caption id="attachment_88946" align="aligncenter" width="546" caption="Masjid Agung Banten (http://pictures.meleber.net)"][/caption] Masjid yang dibangun oleh Sultan Hasanudin ini memiliki nilai sejarah yang tinggi dan arsitektur yang khas. Terutama pada bentuk menaranya dan atap masjid yang tidak berku'bah namun bertingkat lima mirip Pagoda China. Hal itu dikarenakan Masjid ini diarsiteki oleh arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Hal yang Paling menarik dari atap Masjid Agung Banten adalah justru pada dua tumpukan atap konsentris paling atas yang samar-samar mengingatkan idiom pagoda Cina. Kedua atap itu berdiri tepat di atas puncak tumpukan atap ketiga dengan sistem struktur penyalur gaya yang bertemu pada satu titik. Peletakan seperti itu memperlihatkan kesan seakan-akan atap dalam posisi kritis dan mudah goyah, namun hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri. Pada depan Masjid terdapat kolam yang airnya jernih namun terlihat hijau karena dasar kolam yang hijau, selain itu didalam kolam terdapat ikan-ikan kecil. Di sisi selatan masjid terdapat bangunan bertingkat bergaya rumah Belanda kontemporer yang disebut tiyamah (paviliun) [caption id="attachment_88947" align="aligncenter" width="576" caption="Bagian Depan Masjid Dengan Kolamnya (Dok. Pribadi"]

12970778971573014977
12970778971573014977
[/caption] [caption id="attachment_88949" align="alignleft" width="300" caption="Menara Masjdi (Dok. Pribadi)"]
12970778661264050248
12970778661264050248
[/caption] Untuk menaranya yang menjulang setinggi 24 meter terletak disebelah timur masjid. Terbuat dari baru bata dengan warna menara putih dan ujung berbentuk seperti api berwarna merah. Sebenarnya jika kita perhatikan bentuk menara Masjid ini tidak seperti menara masjid pada umumnya. Bentuknya lebih mirip ke mercusuar, konon dulu menara ini lebih berfungsi sebagai menara pandang atau pengamat kelepas pantai. Pengunjung dapat memasuki menara ini tapi harus rela berdesak-desakan dilorong yang sempit dengan 83 buah anak tangga. Katanya abang saya yang pernah menaiki menara ini kita dapat melihat pantai. Namun sayangnya saya belum pernah menaiki menara ini karena selalu ramai pengunjung sedangkan kali ini pintu menaranya masih ditutup. Seperti dikatakan Pijper (1947:280), menara berbentuk segi delapan itu mengingatkan pada bentuk mercusuar, khususnya mercu Belanda. Saat ini ada bukti peninggalan mercusuar buatan Belanda di Anyer sebelah barat Serang dari abad ke-19, yakni bangunan mercusuar yang dalam beberapa hal memiliki kemiripan dengan Menara Masjid Agung Banten. Bentuk tersebut lazim ditemukan di Negeri Belanda, seperti segi delapan, pintu lengkung bagian atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan kepalanya memiliki dua tingkat. Namun, dari sisi ragam hias, menara Masjid Agung Banten tampak terpengaruh seni ragam hias yang terdapat di Jawa, seperti hiasan kepala menara berbentuk dagoba atau hiasan segi tiga memanjang yang dikenal sebagai tumpal. Keduanya banyak dijumpai pada Candi Jago di Jawa Timur dan candi-candi lainnya. Bahkan, motif relung pada pintu menara seakan-akan merupakan penyederhanaan motif kala-makara dalam tradisi kebudayaan Indonesia pra-Islam seperti juga dekorasi mihrab Masjid Agung Kasepuhan di Cirebon. Bagi yang mau mengabadikan perjalanan ini dapat memperoleh foto langsung jadi bersama menara maupun masjidnya dengan membayar Rp. 10.000 untuk yang berukuran sedang dan Rp. 20.000 yang berukuran besar. Seusai menikmati arsitektur masjid saya bergegas untuk berziarah kesalah satu makam. Disini terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya. [caption id="attachment_88955" align="aligncenter" width="576" caption="Beberapa Makan di Area Masjid (Dok. Pribadi)"]
1297078840245561050
1297078840245561050
[/caption] Untuk memasuki masjid ini kita harus berdesak-desakan karena banyak pengunjung. Disuatu tempat rombonga pengajian berhenti lalu mengirim do'a didepan makam. Untuk mengirim do'a tempatnya banyak dan sayangnya saya kurang tahu secara pasti tempat-tempatnya. Untuk keluar dari masjidpun juga susah walau pintu masuk dan keluar berbeda. [caption id="attachment_88969" align="alignleft" width="300" caption="hmmmmm, ayo makan (dok. pribadi)"]
12970810061996544226
12970810061996544226
[/caption] Berhasil keluar dari Masjid kita melewati jalan yang dipenuhi pedagang. Ada pedagang dodol garut, kurma, emping, peci atau kopyah, mainan, buah-buahan, makanan dan lainnya. Keluarga sayapun menyempatkan diri berbelanja membeli buah tangan disini. Seusai berbelanja keluarga kami mampir kewarung makan disekitar area parkir. Kami membeli satu buah sotong yang sangat besar seharga Rp. 35.000, namun saat digoreng oleh pedagangnya sotongnya jadi mengecil. Sotong goreng dengan sambal dan air teh hangat terasa enak sekali, apalagi dimakan bersama keluarga. Kenyang sudah perut ini, sekarang saatnya kembali ke bis. Tapi karena tempat parkirnya sangat luas, saya jadi kebingungan mencari bisnya. Akhirnya ketemu juga dan ternyata para rombongan sudah menunggu dari tadi, untungnya saya dan keluarga tidak ditinggal. Usai nerziarah dimasjid Agung Banten kami mengunjungi gunung Santri dan Caringin. Untuk melihat perjalanan saya ke Caringin dapat dilihat disini . Beberapa referensi saya ambil dari http://bambangsb.blogspot.com Terimakasih sudah mampir, salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun