Mungkin yang tinggal dikota Tangerang dan Tangerang Selatan akan mengira situ lengkong itu dekat dengan Monumen Lengkong, tapi itu salah besar. Tempat wisata dan ziarah bagi umat muslim yang masru asri ini terletak di Panjalu, Jawa Barat. Saya sebagai pribadi kesana hanya untuk berwisata sedangkan orang tua saya dan rombongan pengajian untuk berwisata sambil berziarah. Perjalanan dari kota Tangerang sangat lama. Tentang berapa lamanya saya kurang tahu karena sebelum kesitu Lengkong saya dan rombongan mampir dulu ke makam para Wali Cirebon. Perjalanan menggunakan bis ber-AC sangat lancar apalagi saat jalan tol tapi saat sudah dekat dengan situ lengkong perjalanan berubah seperti dipuncak, berkelok-kelok dan penuh dengan pepohonon. Bedanya saya tidak menemui kebun teh sepanjang perjalanan. Saat jam 5 sore saya dan rombongan pengajian sampai disitu Lengkong. Parkiran Situ Lengkong ini cukup luas dan dari parkiran kita dapat melihat situ lengkong dari ketinggian karena letak situ lengkong berada lebih rendah. Pemandangannya indah sekali. Kala kabut sudah mulai menyapa air situ yang terlihat bersinar ditemani dengan hutan disekelilingnya menambah keindahan dan keasrian situ ini. Setelah menikmati situ lengkong dari ketinggian kami menuju situ lengkong dengan jalan yang menurun dan sejuk. [caption id="attachment_258225" align="aligncenter" width="500" caption="Menuju Situ Lengkong, lihat airnya bersinar memantulkan sinar matahari"][/caption] Sebelum menceritakan lebih dekat tentang keindahan situ Lengkong ada baiknya kalau kita mengetahui sejarah unik dari terbentuknya situ lengkong ini, berikut sejarahnya.
Terbentuknya Situ Lengkong Panjalu, tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Panjalu. Konon sekitar abad VII salah satu leluhur Panjalu bernama ‘Prabu Sanghyang Boros Ngora’ (Haji Dul Iman bin Umar bin Muhamad) berkelana dengan maksud mencari ilmu pengetahuan, sehingga sampailah di sebuah tempat yang di sekitarnya terdiri dari bebatuan dan pasir. Rupanya tanah yang diinjaknya itu adalah tanah suci Mekkah. Di sanalah ia beroleh ilmu sejati (Islam) yaitu ilmu yang membawa pada keselamatan dunia dan akhirat. Prabu Sanghyang Boros Ngora menguasai ilmu tersebut dengan sempurna. Setelah itu, ia pulang dengan membawa oleh-oleh dari seorang sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai gurunya, yakni Baginda Ali, r.a. Oleh-oleh dari sahabat Nabi tersebut tiada lain adalah pakaian kehajian, dan air zam-zam. Air zam-zam dibawanya dalam sebuah gayung yang permukaannya bolong-bolong, pemberian ayahnya Prabu Sanghyang Cakra Dewa. Dengan izin Yang Maha Kuasa ia dapat membawa air zam-zam itu pulang ke tempat asalnya, Panjalu. Setibanya di Panjalu, air zam-zam itu ditumpahkannya di sebuah tempat yaitu Pasir Jambu, yang hingga kini menjadi sebuah danau yang indah yakni ‘Situ Lengkong’. Di tengah-tengah danau terdapat daratan yang dinamai ‘Nusa Gede’. Sampai saat ini, maka diyakinilah bahwa danau buatan ‘Situ Lengkong’ Panjalu terjadi karena tumpahan air zam-zam yang dibawa oleh leluhur Panjalu pada saat itu, yakni ‘Sanghyang Prabu Boros Ngora’.
Dari sejarah itu banyak yang meyakini bahwa air situ lengkong ini berasal dari air zam-zam, sehingga masyarakat sekitar sangat menjaga kebersihan dan kelestarian kawasan situ Lengkong. Buktinya di air situ ini tidak ada sampah dan kelestarian hutan sekitarnya tetap terjaga. Saking menjaga kebersihan air situ lengkong, sampai-sampai perahu bermotor tidak boleh beroperasi disitu ini, karena nanti dapat mencemari air situ Lengkong apalagi jika bahan bakarnya tumpah. Kita sebagai muslim seharusnya dapat mencontoh masyarakat sekitar situ lengkong yang sangat menjaga kelesatrian dan kebersihan alam. Jadi ingat kata-kata kebersihan sebagian dari iman. Saat sampai disitu Lengkong kami banyak menerima tawaran menyewa perahu tanpa mesin menuju pulau Nusa Larang yang sering disebut pulau Nusa Gede. Setelah nego kami menaiki sebuah perahu. Karena perahu ini tanpa mesin maka kami harus mendayungnya dan dibanti oleh kitiran air dibelakang perahu yang digenjot oleh tukang sewanya. dari perahu saya dapat melihat kejernihan air yang dingin dan pulau Nusa Gede yang tertutupi hutan lebat yang sepertinya sulit ditembus. [caption id="attachment_258252" align="aligncenter" width="500" caption="menaiki perahu menuju pulau Nusa Gede"][/caption] [caption id="attachment_258257" align="aligncenter" width="500" caption="Situ Lengkong yang mulai berkabut"][/caption] [caption id="attachment_258710" align="aligncenter" width="500" caption="Pintu masuk Pulau Nusa Gede"] pemandnagan saat mendayung di situ Lengkong Mendayung terus mendayung hingga sampai ditujuan utama. Oh ya, jika kita ingin menuju pulau nusa gede perahu harus mengeilingi pulau nusa gede. Jadi awal berangkatnya kita melewai jalur kiri untuk menuju pulau dan ditengah putaran kita berhenti ditempat masuk pulau nusa Gede. Saat balik menjauh dari pulau nusa gede berarti kita melewati jalan yang berlawanan dari jalur berangkat atau sebealh kanan. Sehingga saat sampai kembali dipelabuhan perahu tadi kita sudah memutari pulau nusa gede. Sampainya dipulau Nusa Gede, kita akan disambut oleh pintu gerbang yang terdapat dua patung macan dan dua patung ular serta tulisan Jawa didinding pintu yang saya tidak mengerti apa artinya. Kala itu sudah sangat sore saat sampai dipulau Nusa Gede. Suasana pulau yang sudah cukup gelap dengan hawa dingin karena pulau ini memang hutan belantara yang sangat lebat. Berjalan mendaki anak tangga demi anak tangga yang terbagi menjadi 2 jalur antara arus balik dan pergi. Suasana perjalanan ditemani suara-suara kalong yang sangat berisik takhayal ini semua karena banyak sekali kalong disini. Jika anda melihat kelangit pasti akan melihat kalong baik yang sedang bergelantungan dipohon maupun sedang terbang. Semua kalong dipulau ini hidup denga nyaman tanpa ada yang mengganggu. [/caption] Selesai mendaki anak tangga demi anak tangga maka sampailah pada tujuan utamanya yaitu makam ditengah pulau. Makam itu adalah makam dari . Makam inilah yang menjadi temapt ziarah bagi umat muslim dan rombongan pengajian, tapi saya tidak ikut berziarah karena saya masih gak ngerti karena itu pula saya gak tau itu makam siapa. Jadi saya hanya duduk-duduk sambil menikmati pemandnagan yang asri dan suara kalong yang menyapa telinga saya. Disini terlihat ada yang menjual air situ lengkong yang sudah disaring dan satu toko buku yang menjual buku tentang situ lengkong dan tentunya Panjalu. Seusai rombongan berziarah tentunya kami pulang dan mengarungi situ lengkong dengan jalur memutar yang berbeda dari awal berangkat. Setelah sampai lagi dipelanuhan perahu. para rombongan kembali keparkiran. Perjalanan menuju tempat parkir diwarnai dengan toko-toko yang menjual berbagai oleh-oleh seperti tas, baju, sandal, boneka, kalung dan lainnya. Bahkan ad ayang menawarkan pengobatan tradisional salah satunya mengobati kutil. Saat sampai diparkiran kita dapat berwisata kuliner dengan harga yang murah meriah. Waktu itu saya makan nasi merah dengan lauk ikan gurame goreng yang diambil dari situ lengkong sendiri, lalapan, sambal. teh hangat hanya sekitar Rp. 5000. Padahal saya sangat ingin makan sate kelinci karena dulu ibu saya makan sate kelinci disini, tapi karena lagi gak ada "ya sudahlah". Khusu minuman yang tepat ditempat dingin seperti ini disediakan bandrex yang dapat menghangatkan tubuh dan mencegah masuk angin dengan harga Rp. 1500 - Rp. 2000. Mungkin cukup sekian cerita pengalaman dari saya, karena selanjutnya saya dan rombongan harus pergi ke pamijahan (tujuan dipamijahan adalah sebuah Goa) dan kami menginap disana. Terimakasih sudah mampir, semoga bermanfaat dan bisa menjadi rekomendasi tujuan wisata anda. Rekomendasi wisata lainnya,
- Pantai Anyer dan Krakatau "Pesona Indahnya Banten"
- Berwisata di Museum Wayang
- Wisata ke Masjid Kubah Emas Depok
*semua foto berasal dari dokumen pribadi kecuali pintu masuk nusa gede yang diambil dari disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H