Mohon tunggu...
Claudia Muelen
Claudia Muelen Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Apa yang kau baca?

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makanan Bergizi Gratis Sebagai Upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak

8 Juni 2024   02:10 Diperbarui: 8 Juni 2024   12:24 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan anak-anak di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan program penyediaan makanan bergizi gratis di sekolah-sekolah. 

Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh siswa, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu, dapat mengakses makanan sehat dan bergizi, yang penting untuk perkembangan fisik dan juga mental.

Masalah gizi buruk dan kekurangan pangan masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), prevalensi stunting pada anak-anak masih cukup tinggi, secara nasional angka stunting pada 2022 menurun menjadi 21,6 persen.

Dengan demikian, angka stunting menunjukkan penurunan sebesar 2,8 persen bila dibandingkan dengan 2021 yang mencapai angka 24,4 persen. Ini menunjukkan bahwasannya banyak anak-anak negeri ini tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup pada masa pertumbuhan. 

Kekurangan gizi, tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik tetapi juga kemampuan belajar dan perkembangan kognitif anak-anak. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah konkret yang dapat memberikan dampak langsung pada anak-anak di usia sekolah.

Program makanan bergizi gratis di sekolah ini memiliki beberapa tujuan utama; pertama, meningkatkan gizi dan kesehatan anak. Dengan memberikan makanan bergizi di sekolah, pemerintah berharap dapat meningkatkan kualitas gizi anak-anak, yang berdampak langsung pada peningkatan kesehatan dan prestasi akademis mereka. 

Kedua, mengurangi angka putus sekolah Dengan memberikan makanan gratis, program ini dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga, sehingga anak-anak dapat terus bersekolah tanpa harus khawatir tentang makanan sehari-hari. 

Ketiga, mendorong kesadaran akan pola makan sehat. Program ini juga diharapkan dapat mengedukasi anak-anak tentang pentingnya pola makan sehat dan bagaimana memilih makanan yang bergizi. 

Rakyat Indonesia tidak kekurangan makanan, tetapi kekurangan uang untuk membeli makan. Jadi, sebenarnya program makan siang gratis ini cukup efektif bagi anak-anak sekolah, dengan harapan, bukan hanya sekedar makan tapi juga berdampak pada kesehatan dengan gizi yang terjamin. 

Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah apakah makanan yang disajikan sehat dan sudah dirancang oleh ahli gizi untuk memastikan kandungan nutrisi sesusai kebutuhan anak-anak? Melihat, begitu banyaknya sekolah di Indonesia. Ya, sudah pasti sehat. Tapi, yakin? 

Pemerintah menghadirkan ahli gizi kesetiap sekolah, lalu memberikan edukasi mengenai pentingnya gizi dan pola makan sehat bekerja sama dengan guru-guru agar meningkatkan kesadaran siswa-siswi tentang kesehatan. Juga, bekerja sama dengan pihak swasta atau (LSM),UMKM, untuk  memperluas jangkuan program ini. 

Ini sangat diharapkan bisa menjangkau lebih banyak sekolah di berbagai daerah, khususnya, daerah terpencil dan tertinggal.

Meskipun program ini kelihatannya sangat menjanjikan, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Tantangan tersebut meliputi logistik distribusi makanan, memastikan keberlanjutan pendanaan dan memastikan kualitas makanan yang disediakan tetap terjaga. 

Diharapkan komitmen yang kuat dari pemerintah dan dukungan dari berbagai pihak, program ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi anak-anak di seluruh penjuru negeri. Tidak saja diawal masa kepemimpinan tapi juga sampai selesai.

Makanan bergizi, prestasi akademik baik, ditambah atitude anak juga baik adalah salah satu cara menuju generasi emas. Namun kenyataanya kehidupan anak-anak sekitar kita sangat memprihatinkan. Bukan hanya karena kurang gizi, tetapi lebih kepada masalah perilaku yang berkembang sangat tidak baik. 

Kecanduan game online, perilaku bullying di lingkungan sekolah dan masyarakat, penggunaan bahasa kasar, dan bahkan eksplorasi dunia percintaan sudah menjadi masalah umum di kalangan anak-anak. 

Banyak dari kita mungkin mengetahui bahwa percintaan di usia dini atau kekerasan di sekolah bukanlah hal yang wajar. Namun, di era digital ini, banyak orang, termasuk netizen Indonesia tercinta, cenderung meremehkan persoalan ini dengan menganggapnya sebagai bagian dari perkembangan zaman. Tidak demikian dengan zaman dulu yang mungkin memiliki keterbatasan namun memperjuangkan nilai-nilai moral yang kuat.

Menurut saya, tahun ini menjadi tahun yang tepat bagi pemerintah untuk memberlakukan batasan-batasan yang lebih tegas, serta melibatkan peran aktif orang tua dan guru dalam pendampingan anak-anak. 

Pengalaman saya saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa betapa terkejutnya saya melihat anak-anak di usia yang masih sangat dini sudah terlibat dalam hubungan percintaan. Bahkan beberapa meminta saran kepada saya, yang saat itu sebagai pendamping pramuka dan juga pendamping dalam kelas yang untuk sementara menggantikan guru bahasa Indonesia, tentang cara menyatakan perasaan kepada lawan jenis. Dalam keadaan hidup tanpa kekasih, anak SD datang minta rekomendasi. Huhu, sekalian curhat. 

Anak-anak kelas 4 SD membicarakan tentang cinta, bahkan ada yang sudah terlibat dalam tindakan fisik seperti berciuman. Hal ini sungguh mengejutkan. 

Tidak hanya itu, media sosial juga penuh dengan berita tentang kasus bullying di sekolah, bahkan beberapa berujung pada kematian korban. Pertanyaannya, siapa yang seharusnya disalahkan? Guru? Orang tua? Pemerintah? Atau bahkan anak-anak itu sendiri? Sebagai masyarakat, kita harus berhenti hanya fokus pada program makanan bergizi gratis, yang belum tentu mencapai anak-anak yang membutuhkannya. Paling penting adalah bagaimana kita membina anak-anak untuk menjadi pribadi yang lebih peka, lebih peduli, dan lebih menghargai hubungan antar sesama. 

Zaman bapak ibu bagaimana? kalau saya pribadi generasi-Z. Anak-anak di generasi ini kata orang-orang adalah anak-anak generasi strawberry. Luaran kelihatan bagus, tapi dalamnya mudah hancur. Sedikit-sedikit tekananan batin, butuh healing.  Baru satu minggu kerja, malah resignation (Kata orang sih begitu). Mungkin, karena zaman kami sekolah tidak ada makanan gratis kali ya, makanya mudah mengalami tekanan mental. He, kata siapa? Saya saja mentalnya masih aman-aman saja. Soalnya yang tidak aman itu pertanyaan kapan wisuda. Dahlah!

Program penyediaan makanan bergizi gratis di sekolah merupakan langkah nyata dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan anak-anak. Dengan fokus pada siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu, program ini tidak hanya membantu mengatasi masalah gizi buruk, tetapi juga memberikan harapan baru bagi masa depan mereka. 

Namun, untuk mencapai generasi emas yang diharapkan, tidak cukup hanya dengan program makanan bergizi gratis ini saja. Perlu adanya pendampingan yang lebih aktif dari orang tua dan guru dalam membimbing anak-anak menghadapi tantangan perilaku dan kesehatan mental di era serba digital ini. 

Selain itu, penting  bagi pemerintah untuk terus menyempurnakan program tersebut agar manfaatnya dapat dirasakan oleh lebih banyak anak di seluruh Indonesia. Dengan kombinasi upaya dari berbagai pihak, diharapkan kita dapat membentuk generasi yang sehat, cerdas, dan berakhlak mulia untuk masa depan bangsa yang lebih baik. 

TERIMA KASIH! Salam sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun