Ini sangat diharapkan bisa menjangkau lebih banyak sekolah di berbagai daerah, khususnya, daerah terpencil dan tertinggal.
Meskipun program ini kelihatannya sangat menjanjikan, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Tantangan tersebut meliputi logistik distribusi makanan, memastikan keberlanjutan pendanaan dan memastikan kualitas makanan yang disediakan tetap terjaga.Â
Diharapkan komitmen yang kuat dari pemerintah dan dukungan dari berbagai pihak, program ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi anak-anak di seluruh penjuru negeri. Tidak saja diawal masa kepemimpinan tapi juga sampai selesai.
Makanan bergizi, prestasi akademik baik, ditambah atitude anak juga baik adalah salah satu cara menuju generasi emas. Namun kenyataanya kehidupan anak-anak sekitar kita sangat memprihatinkan. Bukan hanya karena kurang gizi, tetapi lebih kepada masalah perilaku yang berkembang sangat tidak baik.Â
Kecanduan game online, perilaku bullying di lingkungan sekolah dan masyarakat, penggunaan bahasa kasar, dan bahkan eksplorasi dunia percintaan sudah menjadi masalah umum di kalangan anak-anak.Â
Banyak dari kita mungkin mengetahui bahwa percintaan di usia dini atau kekerasan di sekolah bukanlah hal yang wajar. Namun, di era digital ini, banyak orang, termasuk netizen Indonesia tercinta, cenderung meremehkan persoalan ini dengan menganggapnya sebagai bagian dari perkembangan zaman. Tidak demikian dengan zaman dulu yang mungkin memiliki keterbatasan namun memperjuangkan nilai-nilai moral yang kuat.
Menurut saya, tahun ini menjadi tahun yang tepat bagi pemerintah untuk memberlakukan batasan-batasan yang lebih tegas, serta melibatkan peran aktif orang tua dan guru dalam pendampingan anak-anak.Â
Pengalaman saya saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa betapa terkejutnya saya melihat anak-anak di usia yang masih sangat dini sudah terlibat dalam hubungan percintaan. Bahkan beberapa meminta saran kepada saya, yang saat itu sebagai pendamping pramuka dan juga pendamping dalam kelas yang untuk sementara menggantikan guru bahasa Indonesia, tentang cara menyatakan perasaan kepada lawan jenis. Dalam keadaan hidup tanpa kekasih, anak SD datang minta rekomendasi. Huhu, sekalian curhat.Â
Anak-anak kelas 4 SD membicarakan tentang cinta, bahkan ada yang sudah terlibat dalam tindakan fisik seperti berciuman. Hal ini sungguh mengejutkan.Â
Tidak hanya itu, media sosial juga penuh dengan berita tentang kasus bullying di sekolah, bahkan beberapa berujung pada kematian korban. Pertanyaannya, siapa yang seharusnya disalahkan? Guru? Orang tua? Pemerintah? Atau bahkan anak-anak itu sendiri? Sebagai masyarakat, kita harus berhenti hanya fokus pada program makanan bergizi gratis, yang belum tentu mencapai anak-anak yang membutuhkannya. Paling penting adalah bagaimana kita membina anak-anak untuk menjadi pribadi yang lebih peka, lebih peduli, dan lebih menghargai hubungan antar sesama.Â
Zaman bapak ibu bagaimana? kalau saya pribadi generasi-Z. Anak-anak di generasi ini kata orang-orang adalah anak-anak generasi strawberry. Luaran kelihatan bagus, tapi dalamnya mudah hancur. Sedikit-sedikit tekananan batin, butuh healing. Â Baru satu minggu kerja, malah resignation (Kata orang sih begitu). Mungkin, karena zaman kami sekolah tidak ada makanan gratis kali ya, makanya mudah mengalami tekanan mental. He, kata siapa? Saya saja mentalnya masih aman-aman saja. Soalnya yang tidak aman itu pertanyaan kapan wisuda. Dahlah!