Venezia Kota Air
Terperanjat adalah kesan pertama begitu keluar dari stasiun kereta Santa Lucia Venezia. Saya tak melihat mobil, motor atau sepeda seliweran di antara hiruk-pikuk manusia. Bahkan sepatu roda dan skate board pun ternyata dilarang, kecuali kereta dorong bayi dan gerobak untuk mengangkut barang di darat.
Angkutan di sana hanya kendaraan air berupa perahu, vaporetto (bus air umum), taxi boat, gondola dan kapal/feri untuk menyeberang antar kanal di laguna sekitar laut Adriatico.
Perjalanan sore itu belumlah selesai. Semilir angin November tahun 2005, dingin sekali menerpa wajah dan tubuh saya yang belum beradaptasi dengan iklim subtropis.
Bertepatan jam bubar kerja, saya terpaksa berdiri depan pintu masuk vaporetto nomer 1 yang bergerak pelan menyusur Canal Grande.
Setiap fermata (halte) saya harus bergeser memberi kesempatan penumpang lain untuk lewat antara saya dan 2 koper yang selama ini setia menemani perjalanan.
Sekitar satu jam, sampai juga tujuan akhir perjalanan yang cukup melelahkan, Lido di Venezia. Waktu itu ada keluarga Italia yang sudah menunggu saya di pulau yang setiap tahun menjadi tuan rumah Festival Film Venezia.
Hanya dua pulau di Venezia yang bisa dilalui kendaraan darat, yaitu Lido dan Pellestrina untuk menyeberang ke Chioggia. Sedangkan Murano, Burano danTorcello, sama seperti Venezia, tak ada kendaraan darat beroda di sana.
Vaporetto
Begitu tiba, saya langsung dibuatkan kartu transpor yang berlaku untuk bus, tram, vaporetto dan feri.
Di pulau ini ada jalan raya yang penuh berisi aneka kendaraan. Saya tinggal tak jauh dari pusat kota, di viale Santa Maria Elisabetta.
Teorinya, saya tak perlu berkendaraan dalam pulau ini. Kalau ingin ke pantai, cukup jalan kaki sebab lebar pulau hanya 500 meter. Kecuali ingin melihat lapangan golf dekat bandara kecil di ujung pulau yang tersambung dengan wilayah Alberoni (Malomocco) yang menjadikan pulau ini memanjang sampai 12 km.
Maka kartu (Tessera Venezia Unica)Â yang mereka buatkan, saya gunakan hanya untuk menyebrang ke Venezia atau pulau-pulau lain di laguna. Atau untuk keliling kota Mestre, kota daratnya Venezia.
Dari Lido, saya pindah ke Mestre. Karena masih tetap berurusan dengan Venezia dan Lido, kartu dengan masa berlaku 5 tahun tetap saya pakai untuk naik turun kendaraan umum karena sangat nyaman.
Dari segi harga, pemegang 'tessera' berbeda harga dengan turis sekali pun turis lokal. Sekarang harga tiket vaporetto 1,50 euro sekali jalan, tetapi untuk turis 7,50 euro yang berlaku selama 75 menit.
Perbedaan harga yang menyolok ini hanya untuk vaporetto. Sedangkan bus dan tram, baik turis maupun pemegang 'tessera', harganya sama 1,50 euro sekali jalan.
Bus dan Tram Mestre
Bus dan tram adalah kendaraan andalan harian penduduk Mestre karena lebih nyaman dibanding berkendaraan pribadi.
Contoh yang sangat terasa, ruas jalan dekat centro (pusat kota) umumnya hanya boleh dilewati bus, tram dan pejalan kaki.
Lokasi parkir dibikin agak jauh dan tarifnya lebih mahal daripada tarif parkir umum di tempat biasa. Akhirnya, lebih banyak yang memilih transpor publik sebab tidak perlu berjalan jauh.
Hampir di setiap persimpangan bisa ditemui halte di sepanjang ruas jalan utama Mestre dan Marghera. Biasanya dekat dengan supermarket atau tempat publik lain seperti sekolah, gereja, taman dan bar.
Cukup praktis berbelanja dengan bus atau tram, sebab keluar dari supermarket langsung dapat halte. Selain itu, dekat juga dengan tempat penyeberangan pejalan kaki.
Wah, seandainya halte-halte bus seperti Transjakarta dibuat lebih simpel, mungkin menjadi pilihan utama pejalan kaki yang umumnya stress harus melewati jembatan panjang untuk sampai di mulut halte.
Oh ya untuk penyeberangan jalan, umumnya dibuatkan sottopassaggio (subway). Selain faktor keamanan menyeberang lewat bawah tanah, saya perhatikan langit yang tersisa di kota-kota besar telah dipenuhi kabel-kabel tram.
Halte bus dan tram di sini,umumnya menjadi satu. Kendaraan umum yang mampir, cukup teratur dan lancar bergantian sesuai jadwal. Jumlahnya juga lumayan banyak. Bisa dibilang, kendaraan dari Mestre ke Venezia lewat setiap 2 menit.
Rute panjang dengan penumpang padat, disediakan bus dempet. Rute ke bandara, kursi penumpangnya dibikin sedikit karena ruang yang ada dipakai untuk sarana menyimpan koper (bagasi). Toh jarak ke bandara juga tidak terlalu jauh.
Fasilitas untuk penumpang, umumnya cukup baik. Untuk mereka yang memakai kursi roda, ada panel otomatis di bawah pintu tengah untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dengan kebutuhan khusus ini.
Bagi ibu-ibu yang memakai tas belanja beroda atau mereka yang pakai alat bantu jalan beroda, umumnya bus di sini dilengkapi teknologi sehingga pintu masuk bisa direndahkan untuk memudahkan penumpang naik dengan aman.
Pemerintah setempat juga berusaha membuat halte-halte dengan ketinggian sejajar pintu masuk bus atau tram. Jadi penumpang tidak perlu ambil ancang-ancang mengangkat kaki tinggi-tinggi.
Masalah 'jatah tempo' menurunkan dan menaikan penumpang, sopir biasanya akan menyesuaikan jarak tempuh. Sedapat mungkin bisa tiba tepat waktu di halte berikutnya agar tidak dikomplen oleh calon penumpang berikutnya.
Jam dan hari kerja (Senin sampai Jumat), penumpang kendaraan umum bisa membludak. Kalau kita bijak, bisa menghindar jam sibuk ini.
Misalnya, sebelum jam 08.00 super penuh dengan pelajar dan pegawai. Siang jam 13-14 biasanya anak-anak sekolahan. Petang jam 17-18 isinya penumpang pegawai kantoran dll.
Selama berkendaraan umum, bus dan tram hampir selalu tepat waktu. Beda dengan kereta yang terkenal sering ngaret. Hal lain yang kadang mengecewakan adalah 'lo sciopero' atau strike (aksi mogok) kendaraan.
Venezia secara khusus dan Italia secara umum, sangat terkenal dengan kegiatan macam ini. Tapi biasanya diumumkan jauh hari lewat panel-panel, baik di halte, dalam kendaraan publik maupun internet. Kalau tak membaca pengumuman ini, artinya rugi sendiri!
Karena itu kalau kita hendak bepergian dengan transpor umum, sebaiknya update data seperti strike dan ramalan cuaca setempat.
Walaupun tak ada hujan tapi Venezia seringkali banjir karena air pasang. Tak hanya payung dan jaket, tapi kita juga perlu memikirkan sepatu boot karet untuk berjalan dalam genangan air.
Biaya Pemeliharaan MobilSIM dari Indonesia tidak berlaku disini. Jadi saya mendaftar sekolah mengemudi di Mestre. Waktu itu ada teman yang mau menghadiahkan mobil gratis.
Syaratnya, saya harus urus sendiri administrasi surat penggantian nama kepemilikan dll.
Dia menjelaskan bahwa garasinya hanya untuk satu mobil. Kalau mau beli baru, yang lama harus dibuang. Semua ada prosedurnya. Tidak gratis dan tidak bisa sembarangan, misalnya ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan lalu selesai.
Surat-surat harus dibereskan untuk memutus kontrak kepemilikan mobil, termasuk asuransi dan pajak. Kalau tidak beres, tiap tahun bisa kebobolan membayar dua kewajiban ini walau mobilnya sudah tidak beroperasi.
Setelah beres, nomer kendaraan dicabut. Mobil dibawa ke tempat pembuangan (demolizione)Â atau bisa panggil jasa mobil derek. Biaya urusan ini, sekitar 200 euro.
Teman saya juga merinci biaya pemeliharaan untuk sebuah mobil. Mulai dari asuransi yang harganya berkisar 300-600/tahun. Harga ini tergantung transaksi kita dengan pihak asuransi.
Misalnya suami saya dulu bayar 450 euro per tahun. Karena adiknya hanya membayar 300 euro, akhirnya dia menawar. Sekarang hanya bayar 350 euro per tahun. Tapi ada juga teman lain yang kena 600 euro per tahun. Jumlah ini bisa diangsur 2 kali.
Selain asuransi, kewajiban lainnya adalah 'bollo' atau pajak kendaraan. Dulu ada istilah kendaraan 'epoca'Â yang masuk kategori 'antik', lebih dari 20 tahun. Namun masa pemerintahan Renzi, ada penambahan usia kendaraan epok menjadi 30 tahun.
Teorinya, kategori ini hanya membayar pajak antara 30-50 euro per tahun. Agak mustahil kalau kita bisa mempertahankan mobil sampai 30 tahunan demi pajak yang murah.
Sebab untuk kota-kota besar, ada lagi aturan yang menyangkut soal emisi yang disebabkan CO2 (karbon dioksisa) dll. Urusannya bakal ngejelimet!
Pajak mobil, umumnya berkisar 200 euro per tahun. Artinya, 500 euro lebih hanya untuk pajak dan asuransi sebuah mobil. Belum termasuk bensin harian untuk sekedar memanaskan mesin.
Teman saya hanya seorang pensiunan. Kalau dia maksa memelihara dua mobil, bisa bangkrut cuma untuk membayar kewajiban tahunan.
Setiap mobil di sini juga wajib revisione (pemeliharaan) secara berkala. Harganya tergantung kondisi mesin mobil dan mekanik (bengkel) yang kita pilih.
Kalau kita pandai merawat, setiap 2 tahun hanya membayar jasa mekanik untuk mengesahkan lembar uji kelayakan standar kendaraan seharga 60 euro.
Soal Parkir
Waktu ditawarkan mobil 'gratis', akhirnya saya menolak karena tidak punya garasi. Sebagai gerbang Venezia, Mestre termasuk kota yang sibuk. Urusan cari parkir di kota itu lumayan bikin stress.
Tak heran kalau pemilik-pemilik rumah cenderung menyewakan garasinya tersendiri, di luar harga sewa rumah.
Kalau halte tersebar di sepanjang jalan hampir setiap 200 meter, sebaliknya mesin parkir hanya ada di titik-titik tertentu. Seperti Oderzo tempat tinggal saya sekarang, hanya ada 10 mesin tiket parkir dalam kota ini.
Urusan parkir memarkir, tak hanya senewen dengan hitungan jam, tapi 'vigile urbano' (polantas) sangat proaktif mencari mangsa.
Didukung CCTV yang 24 jam merekam kegiatan lalu lintas, artinya selalu waspada akan surat tilang yang bisa tiba kapan saja kalau kita melanggar aturan. Jumlah dendanya juga lumayan besar.
Siasat Bermobil
Sebelum pecah perang Ukraina-Rusia, beberapa pom bensin di kota Oderzo sudah menaikkan harga. Setelah itu sempat melonjak dengan alasan 'perang' padahal tak ada sangkut paut Italia dengan bensin dari Ukraina atau pun Rusia (kecuali gas).
Sekarang harga resmi sekitar 1,80 perliter. Namun kami tetap saja berkalkulasi kalau mau keliling bepergian. Sudah zaman belanja online, jadi kalau rencana membeli sesuatu di luar kota Oderzo, biasanya kami cek dan ricek harga toko yang mau dituju dan harga online, plus bensin atau ongkos kirim.
Kiat lain, bikin daftar barang yang mau dibeli dan toko-toko yang mau dituju. Pilih jalan yang searah biar bisa dilakoni sekali jalan, tidak perlu bulak-balik putar sana-putar sini. Tapi kalau ternyata harga online lebih murah, tentu kami lebih memilih terima barang di rumah daripada repot pergi ke toko. Sebab tak jarang juga kami keliling tapi tidak menemukan barang yang dicari. Hanya membuang bensin dan waktu dengan percuma.
Tak seperti kota-kota besar lain di Italia, penduduk Oderzo tidak mengandalkan kendaraan umum karena kotanya sangat kecil. Untuk aktivitas sehari-hari, mereka lebih memilih jalan kaki atau bersepeda ke tempat kerja. Sebab hampir semua fasilitas yang ada, dikelola oleh penduduk setempat. Mulai dari sekolah, toko-toko, restoran, bioskop, supermarket, rumah jompo, rumah sakit, klinik, museum, perpustakaan dll.
Mobil pribadi biasanya dipakai hanya untuk pergi belanja atau berkunjung ke kota terdekat. Ada stasiun bus dan kereta dengan trayek 'extra urbano' (luar kota), yaitu Treviso-Portogruaro lewat Oderzo. Prakteknya, kendaraan umum ini terlihat kosong, sepi penumpang. Namun tetap beroperasi untuk menghidupkan aktivitas kota.
Kereta
Waktu awal-awal dulu, perusahaan transpor Venezia ACTV, pernah menjalin kerjasama dengan perusahaan kereta Trenitalia. Mereka mengeluarkan tiket bersama yang bisa dipakai untuk bus dan kereta.
Sekarang zaman mesin dan internet. Loket-loket sudah banyak yang diganti dengan kehadiran mesin tiket swalayan. Kalau dulu bisa beli tiket 'bebas' tanpa keterangan data yang hanya berlaku jika sudah 'klik' untuk validasi. Sekarang kalau membeli tiket harus mengisi data tanggal bahkan jam perjalanan. Resikonya, dipakai atau tidak, tiket akan hangus walau tanpa klik validasi. Jadi, pikirlah baik-baik sebelum membeli tiket!
Perjalanan jarak jauh antar regione, dulu saya hanya mengandalkan kereta untuk perjalanan darat. Tapi sekarang ada flixbus yang bahkan bisa menghubungkan antar kota antar negara. Harga tiketnya juga relatif murah, apalagi kalau booking jauh hari sebelum data keberangkatan.
Pengalaman dua kali pergi ke Milan dari Mestre, harga tiket kereta paling murah untuk jam tertentu, harganya 20 euro. Dalam itinerari, tertulis lama perjalanan 3 jam 12 menit karena harus ganti kereta di stasiun Verona. Hanya selisih 6 menit untuk ganti kereta, pastilah terkejar. Namun ada masalah teknis, yaitu pintu kereta tidak bisa dibuka sebelum kereta benar-benar berhenti.
Sementara di jalur lain, kereta tujuan Milano mulai bergerak pelan. Saat kereta yang saya tumpangi berhenti, kereta yang permisi depan mata, sudah tak bisa dikejar sebab sudah melaju meninggalkan stasiun. Terpaksa harus menunggu kereta berikutnya yang datang satu jam kemudian. Maka total waktu perjalanan menjadi 4 jam 12 menit.
Stasiun besar umumnya dilengkapi restoran, bar, WC dan toko seperti toko buku dan aneka suvenir. Juga mesin-mesin swalayan yang menjual teh/kopi panas, aneka minuman kemasan dan snack. Mesin-mesin ini hadir di sepanjang jalur penumpang sejajar rel (binario). Jadi menunggu sejam pun menjadi hiburan tersendiri buat saya.
Flixbus. Nama ini sudah tak asing untuk pelajar Indonesia di Eropa. Karena penasaran, tahun 2018 lalu akhirnya saya bisa juga menikmati jasa transportasi ini. Berangkat dari halte yang menempel di stasiun Mestre, tujuan Milan. Tiketnya harus beli online dan bisa pilih jam karena harganya beda-beda. Waktu itu saya dapat tiket seharga 9 euro dengan total perjalanan 3 jam 5 menit. Setiap halte yang dilalui, kalau kosong tak terlihat calon penumpang, sopirnya melaju tanpa stop.
Dalam bus yang full musik ini, ada WC yang sangat bersih. Disediakan juga fasilitas wifi buat turis. Kursinya sangat nyaman. Ada meja lipat, jadi bisa bawa bekal makanan dari rumah. Lampu-lampu juga bisa diatur untuk membaca atau dibiarkan remang-remang.
Waktu kecil, saya sangat menikmati sekali perjalan jauh karena pemandangan alam sekitar sangat indah. Desa-desa yang dilalui terlihat damai dan asri. Walau secara fisik, mungkin kendaraan umum yang saya tumpangi kurang nyaman karena hanya sanggup membayar kelas ekonomi.
Sekarang hal-hal seperti ini tidak menjadi prioritas sebab yang terpenting waktu tempuh yang paling cepat sampai. Juga fasilitas dalam kendaraan umum untuk bisa mengaktifkan gadget yang bisa mengalihkan semua perhatian kita.
Maka kembali pada pilihan kita masing-masing, ingin yang murah atau yang mahal? Ingin cepat sampai tujuan atau ingin bersantai menikmati panorama dan semua atmosfer saat bepergian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H