Akhirnya terbersit ide yang pernah muncul sepuluh tahun yang lalu saat kembali dari Amsterdam. Nazar yang tertunda untuk bikin tempe buatan sendiri, agaknya sudah bisa direalisasikan bersama istri. Kegiatan ini tentunya bisa dikerjakan di rumah sambil menjaga anak.
Rukit pun mulai googling mencari informasi teknik dan cara membuat tempe. Setiap kali hasilnya dibagi ke teman-teman sekitar sebagai penguji rasa, namun hasilnya tak pernah memuaskan. Akhirnya Rukit menghubungi teman-teman kalangan pengrajin tempe di Malang dan Pekalongan.
Bersama istri, mereka terus menguji coba dari setiap kegagalan. Entah gagal karena kesalahan dalam proses penirisan sehingga struktur tempe terlalu lunak atau hasilnya tanpa jaringan misel (warna putih pada tempe). Entah proses peragian yang belum kering sempurna, entah kesalahan proses penyimpanan dst.
Hari ke hari mereka terus menyempurnakan setiap kegagalan sampai akhirnya benar-benar berhasil membuat tempe enak berkualitas yang bisa dipasarkan ke publik.
Lewat media sosial mereka mulai menerima pesanan pre-order, dan lewat acara arisan yang digelar warga Indonesia di Italia, hampir setiap weekend mereka keliling memenuhi undangan makan siang sambil mempromosikan tempe mereka.
Oderan demi orderan terus meningkat, sampai akhirnya Rukit harus melengkapi usahanya dengan mesin pengupas kedelai yang dirancang sendiri.
Ia juga sangat mensyukuri produk dan harga kedelai yang cukup stabil di negeri ini, sehingga usahanya bisa berjalan cukup lancar.
“Tempeh Nusantara” buatan Rukit dengan rasa asli sangat digemari masyarakat Indonesia khususnya di Italia dan Eropa secara umum.
Rukit fokus pada tempe segar untuk wilayah Italia dan tempe olahan matang yang bisa dikirim ke seluruh Eropa berupa keripik tempe, orek tempe, rempeyek, dan lain-lain.
East meet west (timur ketemu barat)
Selain membuat tempe rasa asli, Rukit juga membuat terobosan baru untuk tempe campur yang mengawinkan kedelai dan keju parmiggiano Reggiano.