Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sapu Lidi, Obsesi, dan Buku Cerita

23 Mei 2021   17:30 Diperbarui: 25 Mei 2021   13:42 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hubungan sapu lidi dan dongeng (Foto dok. Pribadi)

Tempolong adalah tadah untuk membuang sisa ampas ludah yang biasa menemani nenek-nenek zaman baheula menginang sirih. Mungkin fungsi sosial yang dimaksud mama saya, tempolong itu bisa diartikan sebagai 'saksi bisu' kalau kedapatan saya sedang nguping pembicaraan orang dewasa.

Kakak perempuan saya yang nomer dua, biasanya mendapat pinjaman buku dari teman-teman sekolahnya. Sering juga ia menyewa dari tetangga yang berjualan gado-gado merangkap tempat penyewaan novel, komik dan serial Kho Ping Hoo. 

Kalau saya biasa ditegur mama karena jadi tempolong, kakak saya sering ditegur sebab dia suka membaca sambil makan. Atau saat maghrib, dia masih asyik membaca padahal hari mulai gelap. Kemana pun tangannya selalu pegang buku.

Abang saya nomer tiga, tidak pernah membaca buku. Tapi dia suka membeli buku, khususnya seri "Album Cerita Ternama". Betul-betul dia koleksi buku ini dari uang jajan yang dia sisihkan. 

Dia juga berlangganan majalah HAI yang satu persatu akhirnya ikut dijual karena mulai memenuhi isi lemari bukunya. Tapi 2-3 majalah dengan kulit muka UFO dan Exorcist masih disimpan karena dia suka dengan kisah bergenre mistik dan futuristik.

Abang saya yang pertama, tidak suka buku, tidak suka membaca. Kesukaannya hanya mencoret-coret buku. Entah digambar mobil, sketsa wajah atau sekedar aneka tulisan tanpa makna. Tapi coret-coretnya sangat bagus. Banyak dipuji orang yang ingin menyimpan coretan-coretan dia. 

Sayangnya, dia ikut mencoret buku-buku cerita yang saya pinjam dari teman-teman sekitar. Alhasil, tiap kali saya menangis bombay karena tak berdaya. Untuk mengganti dengan buku baru, saya tidak punya uang. 

Untuk kembalikan ke pemiliknya, belum-belum nyali saya sudah ciut duluan membayangkan kalau saya akan dicaci-maki karena bukunya penuh coretan dan seterusnya.

SUDIRMAN

Waktu itu abang saya punya teman yang sering main ke rumah. Saya ingat betul, namanya Sudirman. Hampir tiap pagi datang ke rumah naik motor sebab tinggalnya lumayan jauh di belahan lain kota Jakarta. 

Karena kami tidak punya kendaraan, jadi abang saya memanfaatkan banget kesempatan ini. Dia belajar naik motor setiap kali Sudirman datang. Biasanya kalau sudah mulai putar gas, dia bisa keliling sampai lupa pulang. Giliran saya yang salah tingkah. 

Jam 09 teng terdengar motor berhenti depan pagar. Belum pasang standar dengan sempurna, biasanya abang saya langsung meraih motor tersebut. Sambil berteriak dari atas motor, dia menyuruh saya untuk menyiapkan 2 gelas teh. Satu untuk tamu dan satunya untuk dia. Secara teori, harusnya dia temani Sudirman yang datang khusus dari jauh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun