Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sapu Lidi, Obsesi, dan Buku Cerita

23 Mei 2021   17:30 Diperbarui: 25 Mei 2021   13:42 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hubungan sapu lidi dan dongeng (Foto dok. Pribadi)

Sebenarnya banyak juga buku cerita yang masih lekat dan berkesan dalam ingatan saya. Misalnya kisah Rini Diculik. Kalau tak salah pengarangnya Djokolelono dengan penerbit Pustaka Jaya. 

Waktu membaca buku ini, saya sudah kelas 6 SD dan sedang aktif Pramuka mempersiapkan jambore. Maka, buku ini sangat memotivasi saya untuk menghafal kode morse, semafor dan berbagai sandi. Walau sadar tak akan ada yang berminat menculik saya, tapi namanya ilmu, pasti selalu berguna.

Ya, saya yakin tak bakal diculik sekalipun menyerahkan diri kepada penculik, sebab saya bukan siapa-siapa. Kalau bermain seharian di luar, tak seorang pun di rumah yang memikirkan apakah saya sudah makan siang atau belum. Apakah saya masuk sekolah atau bolos. Tak ada seorang pun yang peduli saya ada atau tidak. 

Jadi kalau diculik pun tentu keluarga saya tak ada yang resah. Apalagi kalau sampai minta uang tebusan, mungkin akan dijawab: ambil saja untuk kurangi jatah makan di rumah! Lain hal kalau gagang ulekan yang hilang. 

Benda ini tentunya lebih dicari daripada saya. Serumah bisa geger karena tidak ada sambel tersaji di meja makan. Jaman itu kami belum mengenal sambal matah. Juga belum punya blender sebagai alternatif menghaluskan cabe tomat and the gang. Jadi kalau urusan sambal, pasti berhubungan dengan cobek dan gagang ulekan.

KODE MORSE

Kembali ke cerita Rini Diculik, akhir kisahnya 'berhasil selamat' karena berkomunikasi memakai morse. Ya, kode ini memang sangat penting dipelajari, tepatnya: dihafal luar kepala! Jadi saya mengajak suami untuk menghafal kode morse sebagai aktivitas bersama. 

Tiap kesempatan kumpul dengan keluarga atau teman, kami suka praktekkan untuk berkomunikasi sebagai kode kami berdua. Tidak pakai lampu, tidak pakai suara. Tapi kami pakai gerak leher atau kaki yang digoyangkan agar orang sekitar tidak mencurigai gerak-gerik aneh kami. Hitung-hitung, sambil melatih otak agar tidak lupa. 

Ilmu komunikasi macam kode morse ini, tergolong abadi. Ilmu ini selalu berguna sepanjang masa. Walau sekarang teknologi sudah jauh lebih canggih, tapi kami berdua tetap membekali diri dengan pengetahuan kode morse. Toh secanggih-canggihnya teknologi, kalau giliran listrik mati, semua aktivitas teknologi ikutan mati.

Tentang kode morse, saya jadi ingat kisah tetangga di Makassar yang berhasil selamat dari tenggelamnya kapal Tampomas. Konon katanya saat kapal itu terbakar dan perlahan mulai tenggelam, dia sempat mengirim kode morse: Mayday, mayday... SOS.. SOS..Waktu itu dia bekerja di bandara Hasanuddin dan lulusan akademi penerbangan. 

Semasa taruna, mereka wajib menghafal kode morse dan alfabet internasional. Berkat inisiatifnya mengirim pesan 'mayday' lewat kode morse, akhirnya tim SAR berhasil menemukan lokasi mereka walau kapal sudah ditelan laut. 

Akhirnya, banyak juga penumpang yang selamat termasuk dia dan anaknya. Kisah kepahlawanannya menyadarkan saya bahwa kode morse itu penting dihafal luar kepala.

PENJAHIT BERANI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun