Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Sekarang, Nak.. Not Today!! (2)

19 Mei 2021   21:00 Diperbarui: 19 Mei 2021   21:00 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi steril blok (Foto dok. Pribadi) 

STERILE BLOCK

Di sterile block khusus wanita, ada 4 kamar dan 1 kamar mandi umum untuk ibu-ibu. Di tiap kamar ada toilet tapi hanya untuk pasien buang air kecil atau buang air besar.

Selama berada di steril blok, jadwal makanan mereka terdiri atas sarapan, makan siang, afternoon snack dan makan malam dengan menu makanan ala rumah sakit. Makanan tersebut diantar hanya sampai di pintu depan, bukan diantar ke kamar mereka. Maka kalau telat ambil, wassalam tidak akan kebagian alias tidak dapat makan. Fasilitas lain, ada dapur kecil untuk umum, lengkap dengan freezer. Jadi kalau mau, mereka bisa juga masak sendiri. Dari segi positif, cara ini mengajak sesama penghuni blok untuk aktif bergerak. Berlomba, siapa cepat pasti dapat.

Dokter Maria adalah dokter yang menangani Andrej selama di steril blok. Menurutnya, pasien di steril blok umumnya hanya 40 hari sejak hari pertama masuk. Itu pun kalau tidak ada komplikasi atau apa pun juga. Namun hari berlalu, kondisi Andrej tidak ada kemajuan sama sekali. Kasrina sempat stress dan depresi karena selama itu hanya berada di dalam ruangan, tidak bisa merasakan angin segar dan tidak ada teman sharing (berbagi).

HERPES

Masuk hari ke 40 di steril blok, tetap tidak ada kemajuan untuk hasil darah Andrej. Bahkan transplantasi yang dilakukan, ternyata gagal karena adanya virus herpes yang menyerang Andrej. Namun dokter selalu menenangkan Kasrina dengan mengatakan 'tidak apa-apa' karena mereka punya antibiotiknya. Dan akan dilakukan BMT kedua di bulan berikutnya sambil menunggu kondisi Andrej stabil. Tapi sayangnya, selama itu kondisinya tidak pernah stabil.

Sebagai pasangan muda yang masih sangat 'baru' berpredikat orang tua, menyaksikan anak yang masih bayi sudah harus merasakan semua proses tersebut, benar-benar membuat hati sedih, pilu dan sangat stress. Siapa pun yang mengalami hal ini, pasti punya pemikiran dan perasaan sama.

Awalnya Kasrina juga sulit sekali menerima kenyataan jika hasil darahnya tiap hari kurang bagus. Bisa dimengerti situasinya karena ia ingin pulang. Ia lelah dan ingin hidup seperti ibu-ibu muda lainnya yang menikmati saat bahagia bersama anak-anak yang sehat. Namun apa daya kalau semua hanya sebatas angan-angan.

Satu bulan berlalu, ada banyak drama yang terjadi. Dan yang paling sering adalah Andrej demam secara tiba-tiba. Pernah juga satu kali ia terbentur jadi harus dikasih dua kali plasma darah dalam sehari itu karena yang ditakutkan kalau sampai terjadi pendarahan dalam (internal bleeding) sementara kondisinya sangat lemah.

HEMATOMA

Maka, setelah sebulan BMT (Bone Marrow  Transplantation) gagal, tim dokter melakukan BMT (transplantasi tulang sumsum) kedua dengan dosis kemoterapi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kali ini pakai darah bapaknya dan gagal lagi. Hati Andrej membengkak dan tubuhnya tiba-tiba menjadi kuning. Mulai dari mata, kulit dan semuanya. Bilirubinnya terlalu tinggi hingga fesesnya pun menjadi hijau. *Bilirubin adalah zat yang terbentuk secara normal dari proses penguraian sel darah merah di dalam tubuh. Zat inilah yang memberikan warna kuning pada tinja dan urine.

Dokter Maria akhirnya menyerah sebab sudah tidak tahu tindakan apa lagi yang harus dilakukan kepada Andrej. Sebagai dokter, ia tidak punya jawaban pasti untuk diberikan kepada pasutri Miric. Dan ia juga tidak mau ambil risiko dengan aneka eksperimen yang akan berakibat fatal untuk Andrej. Semua usaha sudah dicoba sesuai prosedur.

Namun penderitaan Andrej belum berakhir sampai di sini. Masih ada drama mengerikan setelah peristiwa BMT kedua. Tanpa pernah diduga sebelumnya, kali ini salah satu kabel kateternya bocor secara tiba-tiba saat menerima obat-obatan. Terpaksa harus segera dioperasi untuk dibuatkan kateter baru. Jadi pagi-pagi Andrej dikasih plasma darah. Jam 10 pagi sudah masuk ruang operasi. Dokternya bilang, paling lama 1 jam.

Satu jam berlalu, tidak ada kabar. Tiga jam berlalu masih belum ada kabar. Kasrina mulai gelisah. Berita yang diterima, Andrej mengalami hematoma (pembengkakan pada kepala).  Dokter menemukan trombus menghambat pembuluh vena di leher Andrej, jadi harus dibuat baru di sebelah kanan. Situasi ini mengharuskan Andrej menginap di ICU.

Hematoma,pembengkakan pada kepala (Foto dok. Pribadi) 
Hematoma,pembengkakan pada kepala (Foto dok. Pribadi) 
Pada saat selesai operasi, Andrej segera sadar dari pengaruh anestesi dan minta dipeluk. Jadi mereka mengizinkan Kasrina menjenguk untuk menenangkan bayinya. Seumur-umur, Kasrina belum pernah membayangkan apalagi melihat pasien yang diikat kedua tangan dan kakinya. Hari itu ia harus hadapi kenyataan melihat bayi mungilnya dalam keadaan terikat. Hatinya sangat miris namun ia mencoba untuk tetap tegar.

Perawat yang mendampingi bilang kalau Andrej banyak bergerak, menarik-narik kabel dan semua selang yang menempel ditubuhnya, jadi mereka harus mengikatnya. Kasrina tak menjawab sepatah kata pun mendengar alasan yang dipaparkan perawat itu. Ia hanya membacakan Al Quran di samping bayinya yang terus menerus menangis sekencang-kencangnya.

EDEMA PARU

Pukul 18 pada hari yang sama, dokter kepala (chief) ICU yang kebetulan jaga saat itu, memanggil Kasrina kembali ke steril blok. Lagi-lagi ada keanehan pada Andrej. Hasil rontgen menunjukkan bahwa cairan obat-obatan yang masuk tidak mengalir ke pembuluh vena, tapi langsung masuk ke paru-paru (alveoli) sehingga salah satu paru-parunya penuh dengan cairan. Jadi harus dilakukan operasi kedua untuk pembuatan kateter baru.

Dokter seperti biasa, menenangkan Kasrina untuk keluar sesaat dari gedung rumah sakit untuk menghirup udara segar. Dalam waktu 30 menit, katanya semua dokter akan datang melakukan tindak operasi kedua. Padahal saat itu semuanya sudah pulang ke rumah.

Kali ini Kasrina memberanikan diri bertanya kemungkinan terburuk seandainya operasi ini gagal. Dokter hanya menjawab, "mati". Satu kata singkat diucap dokter ini dengan intonasi datar sebagai jawaban logis yang umum. Namun saat itu, jawaban sang dokter terkesan kejam bagi telinga Kasrina yang hari-hari mengalami stress tingkat tinggi. Masalah sosiolinguistik antara ibu pasien dan dokter. Siapa berbicara kepada siapa, tentang apa, bagaimana situasinya, dan seterusnya. Dalam hal ini perbedaan latar budaya, profesi, atmosfer dan suasana hati masing-masing.

Maka, setelah operasi kedua, Andrej tidak boleh balik ke steril blok. Dia dirawat 3 hari di ICU. Setelah 3 hari baru bisa balik ke steril blok.

Kaki pun ikut infus (Foto dok. Pribadi)
Kaki pun ikut infus (Foto dok. Pribadi)
Sesudah kejadian itu, ada seorang professor yang sempat mengecam dokter yang melakulan operasi, mengapa bisa terjadi edema. Dokter tersebut hanya memberi alasan masalah teknis, tidak dijelaskan secara rinci. Dikatakan juga bahwa Andrej yang banyak bergerak. Bisa dimaklumi karena kondisinya juga tidak membuat rasa nyaman bayi.

Sebagai ibu, mendengar alasan ini sepertinya tak logis. Tapi apa mau dikata, Kasrina sudah pasrahkan semua keadaan ini kepada tim dokter yang menurutnya, orang-orang tepat yang ahli di bidang ini. Soal bayinya yang banyak bergerak, anak seusia Andrej belum mengerti apa-apa, belum bisa diajak berkomunikasi. Dan akhirnya, kalau memang harus diikat, mungkin ini memang sudah aturan yang sesuai prosedur.

Kondisi 3 hari di ICU (Foto dok. Pribadi) 
Kondisi 3 hari di ICU (Foto dok. Pribadi) 
Selain dokter Djoki dan dokter Maria yang pernah tangani Andrej, Professor/Chief Doctor untuk Bone Marrow Transplantation pun mengajukan kasus Andrej ke Ikatan Dokter Dunia (Wordl Medical Association) sebab kasus ini dianggap pelik. Dalam hal ini mereka sudah mengupayakan berbagai cara. Selain buntu, selalu lahir penyakit baru lain di luar prediksi yang semakin semrawut. Jadi mereka menunggu jawaban dokter yang merespon kontak.

Jawaban datang dari salah satu dokter di RS Italia, Sant Matteo-Pavia yang menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan. Lalu terjadi koresponden via email antar profesor di Serbia dan profesor di Italia hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menerima Andrej mendapat perawatan di Italia.

BERANGKAT KE PAVIA (ITALIA)

Sementara itu, keluarga kecil Miric, mulai mengurus dokumen dan sibuk mengajukan visa. Sayangnya, mereka terkendala dengan surat izin Miric yang sudah balik kerja di kapal sejak bulan Mei 2019. Padahal Agustus 2019 mereka harus ke Italia. Karena itu pihak kedutaan Italia masih menunda pembuatan dokumen.

Salah satu persyaratan untuk mengajukan visa, harus ada surat persetujuan dari pihak ayah. Waktu itu suaminya Kasrina sudah kontak Captain, untuk minta tolong dibuatkan surat rekomendasi izin untuk Kasrina dan Andrej, berdua ke Italia. Jadi pada saat kapal berlabuh di pelabuhan Italia, suaminya ke kantor polisi di Civitavecia, Spezia (Florence). Namun hasilnya nihil.

Padahal sudah H-7 dari hari keberangkatan, tapi Kasrina dan Andrej belum punya visa Italia. Sementara transportasi dengan pesawat presiden Serbia, ambulan dan surat-surat lainnya sudah konfirmasi. Tidak tanggung-tanggung, dukungan pemerintah Serbia untuk Andrej dan Kasrina, mereka difasilitasi pesawat presiden untuk berangkat ke Italia.

Tidak berhasil meyakinkan pihak kedutaan Italia, akhirnya Miric minta cuti darurat karena surat dari Captain kapal tetap ditolak oleh pihak kedutaan Italia. H-3 saat Miric tiba, tahunya mereka dapat konfirmasi dari kedutaan Italia. Visa 'Medical' mereka disetujui, walau tanpa perlu surat ijin orang tua dsb.

Tapi suaminya sudah terlanjur keluar, turun meninggalkan kapal dan pekerjaan. Risiko bekerja di kapal yang berupa hotel terapung, situasinya jauh berbeda dengan bekerja di daratan. Sekali meninggalkan pelabuhan, urusannya repot kalau harus mengejar kapal di tengah laut.

Mendarat di Malpensa, Italia (Foto dok. Pribadi)
Mendarat di Malpensa, Italia (Foto dok. Pribadi)
H-2 sebelum berangkat ke Italia, dokter di Serbia juga memasang kateter urine untuk Andrej. Agak ribet karena terpasang juga kateter obat-obatan di paha kanan. Tapi untunglah mereka berangkat ke Italia dengan pesawat. Jarak tempuh juga tidak terlalu jauh. Setidaknya, dokter di Serbia ikut mempersiapan perjalanan yang lebih aman untuk Andrej walau mungkin dirasakan kurang nyaman.

Tiba di bandara Malpensa, mereka sudah ditunggu ambulan. Dokter Stella menjemput dan mengantar mereka langsung RS San Matteo Pavia, ditempatkan di departemen Oncology lantai 4.  (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun