Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengintip Keunikan Alih Fungsi Kulkas Menjadi Perpustakaan di Stasiun Oderzo

18 April 2021   18:00 Diperbarui: 19 April 2021   01:30 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan kaki petang hari keliling kota Oderzo, adalah kegiatan favorit kami. Selain untuk kesehatan, juga kesempatan untuk bersosialisasi untuk sekedar bertukar senyum ata saling sapa dengan masyarakat sekitar.

Pemandangan alam juga selalu penuh kejutan, walau lokasi yang kami lewati setiap hari tetaplah sama. Entah warna langit, entah bentuk ranting pohon yang aneh atau sekadar pantulan genangan air setelah hujan dan lain sebagainya. Semua yang dilihat bisa menjadi topik yang asyik dibahas sepanjang jalan untuk menciptakan suasana yang seru dan menyenangkan.

Rute kami, ke arah stasiun menyusur trotoar yang sejajar dengan jalan nasional SS 53 via Postumia. Menurut catatan sejarah, jalan raya ini dibangun tahun 148 SM (sebelum masehi) oleh tentara Romawi untuk menghubungkan Genoa ke Aquilea.

Jalan nasional SS 53 via Postumia (Foto dok. Pribadi)
Jalan nasional SS 53 via Postumia (Foto dok. Pribadi)

Sekitar 400 meter arah selatan dari rumah, tampak stasiun kereta Oderzo, berbatasan antara Borgo San Rocco dan distrik Brandolini. Stasiun ini diresmikan tahun 1895 sebagai stasiun transit kereta barang yang menghubungkan kota Treviso dengan kota Portogruaro yang berjarak sekitar 60km. 

Namun sejak banjir besar tahun 1966, lintasan ini ditutup karena mengalami kerusakan hebat. Butuh tiga dekade untuk perbaikan infrastruktur, mulai dari pemilihan batu silika sampai pendistribusian balast dan perbaikan jalur rel. Tahun 1981 jalur ini resmi beroperasi kembali, khusus kereta barang dengan gerbong panjang yang lewat tanpa singgah di stasiun.

Stasiun Kereta Oderzo (Foto dok. Pribadi)
Stasiun Kereta Oderzo (Foto dok. Pribadi)

Menyadari kebutuhan penduduk yang selama ini hanya mengandalkan transportasi bus ke Treviso dan Portogruaro atau sebaliknya, maka tahun 2000 stasiun Oderzo membuka jalur untuk kereta penumpang. Untuk itu, dibikin rel tambahan menjadi dua jalur. Otomatis ikut dibangun pula jembatan lintas kolong rel untuk penyeberangan. Baik di dalam stasiun maupun titik-titik persimpangan lain yang dilalui kereta di sekitar Oderzo.

Sayangnya, gedung stasiun milik RFI (Rete Ferrovia Italiana) hanya direstorasi bagian luar bangunan karena perusahaan publik ini tidak bermaksud serius mengelola transportasi untuk penumpang. 

Kereta regional dengan 2-3 gerbong yang dioperasikan oleh Trenitalia, hanyalah bagian dari kontrak layanan yang ditetapkan dengan wilayah terkait. Dalam hal ini, kota-kota di sepanjang jalur yang stasiunnya disinggahi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Sejak resmi melayani penumpang, stasiun ini hanya menyediakan sarana mesin swalayan tiket tipe regional. Mesin ini juga hanya memberlakukan transaksi dengan kartu debet dan uang koin, tidak menerima kartu kredit dan uang kertas. Cukup repot kalau tidak menyiapkan uang koin dengan jumlah yang tepat seperti yang pernah saya alami. 

Tak jarang, sering pula menjumpai calon penumpang lain yang ingin menukarkan uang kertas untuk membeli tiket. Alternatif lain, bisa beli tiket di agen perjalanan atau beli secara online. Atau, bisa juga beli langsung di atas kereta, tetapi harus membayar tambahan 5 euro untuk setiap tiket.

Jadwal kereta penumpang pun agak terbatas. Hari kerja, sebelum jam 08.50, penumpang masih bisa memilih beberapa jadwal yang berjeda sekitar 20 sampai 35 menit. Namun setelah lewat jam ini, lebih baik memilih bus dengan jadwal yang lebih pasti dan tetap. 

Minggu dan hari libur, tak ada kereta penumpang yang beroperasi, jadi digantikan oleh bus yang lewat sekali setiap satu jam dari pukul 05.00 sampai 22.00.

Suasana sekitar stasiun, sepi. Nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan. Jangankan toilet umum, jendela loket bahkan beberapa pintu gedung stasiun ditembok mati dan sisanya yang masih berdaun pintu kayu yang kokoh, tertutup rapat.

Selain sebuah mesin swalayan tiket, pada dinding lain tergantung dua mesin kecil untuk validasikan tiket. Di dekat pintu masuk jalur kereta, ada mesin jadwal kereta yang menyala 24 jam nonstop walau setelah jam 22 tidak ada lagi kereta penumpang yang lewat. 

Sesekali terdengar peringatan dari pengeras suara yang mengumumkan kereta akan tiba atau sekedar peringatan dilarang menyeberang lintasan rel.

Masa pandemi, tiap kali bisa melihat mobil militer yang berpatroli depan stasiun. Dan sebagai dampak lockdown, terjadi pengurangan trayek kendaraan umum, termasuk kereta. Jadi pada jam tertentu, bisa lihat bis yang mampir di jalur yang disediakan menempel dengan pagar stasiun sebagai halte.

Halte bus di stasiun pengganti kereta (Foto dok. Pribadi)
Halte bus di stasiun pengganti kereta (Foto dok. Pribadi)

Tempat parkir selalu diiisi oleh beberapa mobil yang tentunya penumpang langganan kereta. Demikian juga parkir sepeda, cukup penuh. 

Lokasi sekitar stasiun, sangat sepi. Hanya ada satu rumah yang bertahun-tahun tampak kosong. Di sampingnya ada hotel yang nyaris tutup karena sepi pengunjung. 

Seberang kedua bangunan ini, ada sebuah bangunan kosong tak terurus bekas pom bensin. Bisa dibayangkan bahwa sebelum dibuka jalur kereta penumpang, wilayah ini termasuk ramai. Namun ikut dibangunnya terowongan, akhirnya sepojokan wilayah di stasiun menjadi jalanan mati.

Ada dampak positif dan negatif dari setiap pembangunan. Bagi banyak orang yang memanfaatkan sarana transportasi kereta, tentu mereka merasakan dampak yang sangat positif seperti jarak tempuh yang cepat, hemat bensin dan irit biaya parkir di kota tujuan. Sedangkan untuk pengusaha di sekitar stasiun yang sebelumnya berjaya, terpaksa harus kehilangan pelanggan mereka.

Jalan kaki sore itu, mata kami terpaku melihat penghuni baru di pelataran gedung stasiun. Warna biru kuning yang sangat akrab sebagai tokoh kartun Minion. Tampak serasi berdampingan dengan mesin swalayan tiket warna merah dengan ukuran hampir sama. Tak hanya kami, beberapa orang yang kebetulan lewat dan melihat benda ini juga tampak heran dan penasaran.

Sore itu kami semua hanya berani melihat tanpa menyentuh benda yang mirip kulkas karena bergagang di bagian kanan depan. Dan acara jalan kaki, kami lanjut menyusur terowongan yang menghubungkan Oderzo dengan distrik Brandolini, lalu memutar arah ke wilayah San Vincenzo untuk kembali menyusur jalan Garibaldi. 

Tiba di persimpangan, biasanya kami belok kiri untuk selesaikan putaran mengelilingi kota Oderzo yang bisa ditempuh dalam waktu 60 menit jalan santai. Namun sore itu kami membelok arah ke kanan, kembali ke stasiun.

Ternyata penasaran kami lebih besar daripada keinginan berolahraga. Kami pun mempercepat langkah sebelum ditinggal sang surya yang perlahan mulai menggapai ufuk barat langit Oderzo. Masih tersisa cahaya untuk mengintip isi benda simpatik yang berkostum tokoh Minion. Posisinya kontras sekali dengan latar tembok stasiun yang kotor penuh corat-coret, lebih sebagai bentuk vandalisme.

Tanpa menunggu isyarat dan basa-basi, saya langsung menarik pintu kulkas bekas yang sudahmendapat sentuhan seni. Saat pintu terbuka, wow!? Buku-buku bacaan segala umur tampak tersusun rapi rak demi rak. 

Bagian pintu dalam dilengkapi paket berupa masker sekali pakai dan cairan pembersih tangan. Tercantum pula selembar catatan: Halo, saya Q-minion. Saya di sini memberi Anda bacaan gratis untuk menghabiskan waktu perjalanan atau menunggu kereta. Buku-buku yang Anda temukan di sini telah dibersihkan dan dilindungi...

Isi kulkas sebagai mini perpustakaan (Foto dok. Pribadi)
Isi kulkas sebagai mini perpustakaan (Foto dok. Pribadi)

Sekali lagi saya menyerukan 'wow' karena kagum melihat semua pemandangan sore itu. Samping kiri-kanan gedung stasiun, ada dua bangku panjang bersandar. 

Sepanjang pagar luar stasiun ada empat bangku panjanglain yang hari-hari tampak kosong.Seandainya surya berhenti beberapa saat untuk membiarkan cahayanya menerangi petang yang mulai berganti malam, ingin sekali saya duduk di salah satu bangku tersebutuntuk membaca buku dari isi kulkas Q-Minion itu.

Hari semakin gelap, dari yang hanya berani melihat tanpa menyentuh, akhirnya saya kembali untuk membuka dan mengamati. Sampai di rumah, saya langsung mencari informasi tentang kulkas yang didaur ulang menjadi perpustakaan. Akhirnya saya menemukan kelompok pencinta stasiun yang selama ini kecewa karena pemerintah dan masyarakat kurang perhatian terhadap stasiun Oderzo.

Beberapa tahun lalu saya pun pernah ikut menandatangani petisi yang mereka ajukan untuk mengaktifkan stasiun sesuai fungsi. Mereka ingin stasiun Oderzo menyediakan ruang tunggu internal karena saat musim dingin, sungguh tersiksa menunggu kereta di tempat terbuka. 

Mereka juga minta agar stasiun menyediakan toilet, loket penjualan tiket dan mesin swalayan makanan. Bertahun-tahun mereka menyuarakan ide ini bahkan mereka menangis saat tembok stasiun dicoret oleh para vandalis yang memperburuk tampilan fisik bangunan. Namun suara mereka tidak pernah didengar oleh pihak yang pernah menjanjikan untuk menghidupkan kegiatan dalam bangunan stasiun.

Awal Maret lalu, sesama mereka termasuk saya dibikin penasaran dengan penyumbang kulkas berisi buku bacaan (perpustakaan mini) yang anonim. Siapa pun dia, orang itu sangat mengerti apa yang menjadi tuntutan kelompok pencinta stasiun kereta Oderzo. 

Tanpa menyebut nama, kulkas yang disulap menjadi perpustakaan, adalah bentuk daur ulang yang sangat positif. Sebab masih ada warga nakal yang sengaja membiarkan kulkas rusak dibuang di pinggir jalan karena tidak mau membayar tambahan iuran sampah.

Warna menarik, model familier dan aktual (Foto dok. Pribadi)
Warna menarik, model familier dan aktual (Foto dok. Pribadi)

Di Oderzo, ada wilayah tertentu yang sudah disediakan untuk para penggemar grafiti. Karena itu, corat-coret di tembok stasiun dikategorikan vandalisme oleh kelompok pencinta stasiun (dan juga oleh saya pribadi). Kulkas daur ulang perpustakaan (bibliofrigo) diberi sentuhan seni dengan media cat semprot, media yang sama seperti yang dipakai para pelukis dinding dan penggemar grafiti. Berarti, pelukisnya pastilah seorang profesional di bidang ini.

Pilihan tokoh yang menjadi model, sangat menarik secara warna dan sangat akrab dalam keseharian. Minion di sini lebih dikenal sebagai cattivissimo (artinya jahat sekali) tentu punya makna tersirat bagi artis misterius yang pastinya senang membaca (sebab sudah menyumbangkan sejumlah buku).

Terlepas dari penyumbang anonim yang sangat dermawan, ide daur ulang kulkas menjadi perpustakaan dan ditempatkan di stasiun-stasiun, adalah baik sekali untuk diterapkan di Indonesia. 

Semoga bisa menjadi catatan tambahan untuk melengkapi stasiun-stasiun di ibu kota baru yang akan dibangun. Hanya ingin berbagi hal-hal baik dari Italia untuk Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun