Beberapa hari lalu saya membahas tentang sampah rumah tangga di Italia. Tulisan ini untuk menjawab tudingan sekelompok orang di media sosial yang mengaitkan Covid dengan masalah kebersihan di negeri ini.Â
Kalau dibanding dengan negara Eropa lain, mungkin Italia tidak masuk urut pertama dalam hal kebersihan. Namun dibanding negeri kita (Indonesia) yang selalu bermasalah dengan sampah sampai mengakibatkan banjir dan seterusnya, tak salah jika kita belajar dari Italia untuk mencontoh hal-hal yang positif.Â
Kalau ibu kota negara Indonesia jadi pindah, masukan info saya yang mungkin tampaknya sepele, mudah-mudahan bisa diaplikasi dalam keseharian ibu kota yang harapannya dapat tampil bersih, asri, sehat dan segar.
Kali ini membahas masalah sampah di tempat-tempat umum dan sampah lainnya karena sampah itu sendiri cakupannya cukup luas. Walau sebelumnya sudah mengulas tentang sampah rumah tangga, izinkan saya menulis ulang sepintas untuk menyegarkan ingatan.
Masalah sampah rumah tangga di Italia, tiap keluarga wajib memiliki tiga tempat sampah dengan warna berbeda satu sama lain.Â
Tempat sampah botol (warna hijau), tempat sampah kertas (warna kuning) dan tempat sampah kering non-daur (warna hitam).Â
Untuk keluarga yang masih memiliki batita (bawah tiga tahun) dan lansia (lanjut usia), wajib mendapat tambahan tempat sampah warna merah untuk membuang popok urine.Â
Jatah pembuangan juga sebulan sekali yang tercantum dalam kalender keluaran dinas kebersihan setempat. Sementara bagi keluarga dengan anggota wanita usia subur, sampah pembalut tidak masuk dalam kategori sampah popok urine sebab masih banyak produsen pembalut yang menggunakan materi non organik yang tidak bisa didaur ulang.
Kalau rutin membuang sampah pembalut setiap bulan, otomatis perusahaan pengelola sampah bisa mendapat income tambahan, sebab tempat sampah kering non-daur ada tambahan biaya tiap kali angkut.Â
Sampah kering lain yang mendapat biaya tambahan antara lain sampah daun dan ranting kering dari pekarangan dan kebun. Sampah ini bisa dijemput langsung ke rumah atau diantar ke eco-centro (pusat pembuangan). Kategorinya berbayar untuk setiap kali buang. Karena itu, masyarakat dituntut agar bijak saat membeli dan menanam pohon di pekarangan.Â
Bijak dalam arti harus kreatif mengelola sampah tanaman kalau tidak mau mengeluarkan dana tambahan untuk pembuangan. Misalnya mengolah sampah daun untuk dibikin humus, sampah dahan dan ranting untuk bahan bakar penghangat ruangan pada saat musim dingin atau membuat aneka kreasi sebagai benda seni.
Selain tagihan wajib perorangan yang dibayar pada awal dan pertengahan tahun untuk biaya operasional perusahaan, beberapa sumber masukan tambahan lainnya, bisa didapat dari uang sanksi. Jumlahnya lumayan besar untuk kesalahan saat menempatkan sampah.Â
Sekitar sepuluh tahun lalu, saya pernah didenda karena ada amplop surat masuk ke dalam bak sampah plastik. Sialnya, ada nama dan alamat di amplop tersebut. Terpaksa harus merogoh 135 Euro untuk membayar kelengahan karena kurang cermat. Dendanya diberi batasan waktu yang jumlahnya bisa membengkak kalau tidak dibayar sesuai data yang ditentukan.Â
Untuk urusan denda pun ada tata cara tersendiri yang bikin repot. Dan akhirnya dengan harga tersebut, saya jadi belajar disiplin dan waspada soal membuang sampah di sini. Dengan kata lain, saya belajar dari sampah.
Setiap tempat parkir juga menyediakan tempat sampah. Demikian juga sekitar gerai pengambilan uang tunai, tersedia tempat sampah untuk membuang struk transaksi. Khusus rumah kecil tanpa teras atau garasi, disediakan lokasi untuk menyimpan tempat sampah bersama.Â
Maklum, ukuran tempat sampah untuk rumahan termasuk besar, tinggi sekitar 100 cm, lebar minimal 50 cm. Cukup makan tempat di dalam rumah atau pekarangan. Jadi mereka mendapat kunci untuk keluar masuk lokasi ini.
Tempat sampah umum, dikontrol dua-tiga kali sehari agar sampah tidak menumpuk. Tempat sampah ini biasanya dilengkapi dengan asbak besi untuk mematikan rokok.Â
Maklum, dulu sebelum aturan merokok diperketat, banyak sekali perokok yang membuang puntung dalam keadaan menyala. Akhirnya sering terjadi kebakaran yang disebabkan masalah puntung rokok.Â
Selain asbak, tempat sampah publik biasanya juga dilengkapi kantong plastik untuk membuang kotoran hewan (anjing). Atau, kotak yang menyediakan kantong untuk kotoran hewan di beberapa titik wilayah publik. Walau setiap pemilik hewan wajib membawa kantong plastik, dinas kebersihan kota tetap melengkapi sarana ini.Â
Uang sanksi yang terkumpul dari kelengahan warga, dikembalikan untuk melengkapi fasilitas publik yang bisa dinikmati bersama.Â
Tak hanya sarana tersebut, namun banyak sarana lain yang masih terus direncanakan, dikembangkan dan perlahan sudah direalisasikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H