Seiring dengan pandemi Covid 19, ruang gerak hampir semua kegiatan menjadi serba terbatas. Akibatnya banyak usaha besar dan kecil yang terpaksa menghentikan kegiatan rutin harian mereka. Namun kegiatan B&B yang dikelola Mawarni masih berjalan normal karena tamu tetap datang dengan alasan berobat. Dalam hal ini ia harus betul-betul selektif memilih tamunya.
DUNIA PENDIDIKAN
Mawarni menghabiskan masa kanak-kanak dan pendidikan di kota Surakarta. Berbekal ijazah Desain Komunikasi Visual dari Universitas Sebelas Maret, ia mencari peruntungan nasib di Jakarta sebagai dosen. Awalnya mengajar Arsitektur di Universitar Gunadarma. Setahun kemudian menambah jam sebagai staf pengajar jurusan Periklanan Akademi Komunikasi AkommRTV. Selain kedua ilmu di kedua perguruan tinggi yang disebutkan, materi pengajaran terus bertambah.
Sempurnalah tingkat kesibukan Mawarni selepas masa pendidikan di Surakarta. Keseharian hidup di Jakarta dan Campobasso sama-sama padat. Seluruh waktu tercurah hanya untuk pekerjaan. Padahal ia punya hobi yang menjadi alasan utama mengapa ia memilih kuliah jurusan Seni Rupa.
SUKA KERAJINAN
Sejak kecil, Mawarni suka menggambar dan utak-atik aneka kriya. Masa kuliah sering melukis untuk dihadiahkan ke teman-teman. Pernah juga menitipkan lukisan karyanya di galeri di kota Ubud, Bali. Waktu itu gembira sekali karena berhasil menjual 3 lukisan yang masing-masing dihargai Rp. 100.000. Sesuai nama yang diberikan orangtua, dunia flora menjadi inspirasi tema dari lukisan-lukisan Mawarni.
Di tengah kesibukan mengajar, ia masih bisa meluangkan waktu mendesain dan membuat assesories untuk mengisi acara bazzar dan pameran di kampus. Sambutannya luar biasa dari para pengunjung yang apresiatif atas karyanya.
Khusus pada masa pandemia, ia mulai menggali potensi yang mulai dirindukan setelah hari-hari sibuk mengurus penginapan yang dikelolanya. Maka ia mulai membandingkan Jakarta kota padat yang menawarkan aneka moda transportasi atau Surakarta kota tenang yang masih bisa tawar menawar becak dengan santai. Bagaimana dengan Campobasso?
Kota sejarah yang letaknya di atas perbukitan, tidak memiliki banyak pilihan untuk berkendaraan umum. Kecuali biskota dengan jam yang telah terjadwal. Karena itu, ia sering melamunkan kendaraan ramah lingkungan yang siap antar tamu keliling melihat keindahan kota.
Lamunan ini akhirnya diwujudkan berupa miniatur gerobak, becak dan sepeda dari karton. Ia memanfaatkan kardus dengan bahan pendukung seperti tali rami dan stik kayu. Idenya murni untuk membuat sesuatu yang khas, unik dan menarik dari Indonesia yang bisa dijadikan suvenir bagi tamu-tamunya. Hobi melukis pun akhirnya tersalurkan lewat pewarnaan detail di atas pilah-pilah kayu dan kertas ukuran kecil.
Dalam pengerjaan, kadang ia hanya melihat dari gambar. Selanjutnya, memikirkan bagaimana cara memotong, menyambung kayu, merekatkan untuk menghasilkan bentuk yang mendekati aslinya. Di situlah letak tantangan yang sangat dinikmati Mawarni. Masa pandemi jadi terisi dengan kesibukan baru.