Kepengurusan yang didukung pemerintah diketuai oleh Burhanuddin Muhammad Diah dan kepengurusan PWI yang independen diketuai oleh Rosihan Anwar. PWI cabang Jakarta dimana Atma bekerja, justru malah mendukung kepengurusan Rosihan Anwar yang tidak didukung oleh pemerintah karena PWI kepengurusan Rosihan Anwar dinilai sebagai PWI yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah.Â
Setelah peristiwa tersebut, hubungan antara Atma dan PWI merenggang hingga akhirnya Atma memutuskan untuk tidak lagi bergabung bersama PWI dan kembali bersama Indonesia Raya yang kemudian dibredel pada tahun 1974 oleh pemerintah Orde Baru.
Merambah ke United States Information Service (USIS)
Awal bergabungnya Atma bersama United States Information Service (USIS) adalah setelah tidak cocoknya rekomendasi orang Indonesia yang diberikan Atma kepada Jerry Kyle, Atase Pers di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta untuk bekerja di kantor penerangan Kedutaan Amerika Serikat.Â
Hingga akhirnya Atma mencoba untuk mengajukan diri untuk bekerja USIS dan ternyata diterima. Atma bekerja sebagai information specialist yang mana tugas tersebut ia dapatkan setelah kedutaan besar Amerika tidak memandang status Atma yang kala itu tidak boleh bekerja di media pers atau di blacklist oleh pemerintah.Â
Ketika bekerja di USIS, Atma sering mengikuti kegiatan di daerah seperti pelatihan jurnalistik dan menjadi speaker dalam beberapa forum diskusi. Beliau juga beberapa kali mengamati kebijakan pemerintah di Indonesia. Salah satunya beliau pernah mengkritik keputusan pemerintah mengenai pembatasan halaman dan iklan surat kabar.
Putusan tersebut menjelaskan bahwa setiap surat kabar hanya boleh terbit maksimal 12 halaman dengan batas iklan 30% dari seluruh halaman. Menurut beliau putusan tersebut secara tidak langsung dapat menghambat kelancaran penyaluran informasi.
Atma kemudian beralih menjadi pengajar di Lembaga Pers Dr. Soetomo setelah dibujuk oleh "Ted" Stannard, mantan koresponden United Press International (UPI) untuk kawasan Asia Timur yang terlibat merancang kurikulum LPDS bersama Warief Djajanto Basorie, pengajar LPDS.Â
Tahun 1994, dimana awalnya Dja'far Assegaff sebagai Direktur Eksekutif LPDS digantikan oleh Atma karena karena Dja'far Assegaff diberi tugas sebagai duta besar di Hanoi.Â
Ketika menjabat sebagai Direktur di LPDS, Atma kerap kali memberikan pembelaan mengenai beberapa kasus pers di pengadilan. Salah satunya adalah pada kasus majalah Suara Independen. Beliau melakukan pembelaan dengan menjadi saksi ahli untuk Andi Syahputra yang tak lain adalah pencetak majalah Suara Independen.Â
Kasus tersebut terjadi pada pertengahan tahun 1996. Andi Syahputra ditangkap aparat atas tulisannya di majalah Suara Independen yang berjudul "Soeharto Seperti Raja Telanjang".Â
Tulisan tersebut menurut Andi menganalogikan tentang Soeharto yang digambarkan telanjang karena otoriter dimana seorang pun tidak berani mengatakan kepada raja. Atas tuduhan tersebut, Andi dihukum dengan 30 bulan penjara, padahal sebenarnya ia tidak tahu menahu soal isi tulisan tersebut.