Mohon tunggu...
Helvira Hasan
Helvira Hasan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Perempuan Biasa!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fakta di Balik HL Fiksi

17 Januari 2011   12:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:28 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari racauan saya pada tanggal 5 Januari 2011, Cerpen Gue Jelek! jadi bukti kalau saya kepengeeen banget karya fiksi saya bisa jadi HL di Kompasiana. Apakah HL? Ada yang bilang HL adalah 'Hanya Lewat', atau 'Hantu & Lelembut' yang saya tak tahu bagaimana wujudnya (belum pernah lihat), malah ada juga yang mengartikan HL sebagai 'Hancur Lebur', 'Haus Lelaki', atau hanya sekadar 'Hahaha,oh,Lalala'. Sudahlah, toh, kita pasti sudah mengerti bahwa HL itu berarti Head Line, atau GK (Garis Kepala). Tahu kenapa saya ingin karya fiksi saya jadi HL? Karena saya juga ingin karya fiksi yang saya tulis sedemikian rupa bisa dibaca oleh banyak kompasianer, terpilih sebagai fiksi yang berkualitas setidaknya menurut admin. Saya bergabung di Kompasiana pada akhir Oktober 2009, sudah setahun lewat. Pertama kali mengirim tulisan untuk rubrik fiksi. Namun, memang tidak setiap posting saya menulis fiksi. Tapi, saya selalu menyempatkan dalam sebulan itu saya posting tulisan fiksi, sampai saat ini saat kompasiana permak muka jadi ngejreng. Nah, karena fiksi saya selalu gagal jadi HL, makanya saya membereskan isi hati saya dengan meracaukan 'Cerpen Gue Jelek'. Ya, walaupun saya sudah berusaha untuk menuliskan cerita sebaik mungkin, belum tentu cerita itu jadi cerita yang bagus, setidaknya menurut selera admin. Makanya, saya berkesimpulan sendiri bahwa cerpen saya memang jelek. Ah, memalukan sekali!  Hiks.. Namun, esoknya saya tetap posting tulisan fiksi. Saya pikir cerita tentang pelangi bisa jadi sesuai selera admin, apalagi, saya sudah menunjukkan pengharapan fiksi saya terpilih jadi HL. Mungkin admin akan iba pada saya, atau mungkin sudah ada kompasianer lain yang melaporkan gundah gulana saya kepada admin supaya fiksi saya diberi kesempatan untuk jadi HL. Hahaha... mohon maaf atas kenorakan saya, yah?! Tapi, ya tetap saja, cerpen berjudul 'Warna-warni Pelangi' tidak jadi HL, padahal sudah didoakan oleh jagoan HL fiksi mbak Endah Rahardjo. Hehehe... Ya, sudah, saya pasrah saja, mau HL kek, mau nggak ada yang baca sekalipun kek, pokoknya gue tetap akan menulis fiksi! Titik! Tapi, ketika tahu malam itu ada dua HL yang jadi fiksi, saya pun manyun lagi. Apalagi fiksi kedua yang jadi HL, menurut saya, biasa-biasa saja. Saya sampai curhat di Kompasianer Community di Facebook tentang kekecewaan saya atas fiksi yang jadi HL malam itu. Yang pasti walau sudah curhat ini itu, kalau fiksi saya memang tak bagus tetap saja tidak akan mendapat jatah HL. Saya pun berserah. Namun, saya tetap bertahan di jalur penulisan fiksi. (Hihihi.. sok profesional ya gue?!) Maka, keesokan harinya, saya memposting tulisan fiksi saya lainnya. Fiksi itu saya tulis sebagai tantangan menulis sesuai tema dari sebuah komunitas menulis online www.jejakubikel.com yang digawangi lakon-lakon Fiksi Mini (@fiksimini di twitter) handal. Tulisan itu bertemakan tragedi khususnya kecelakaan. Menulis cerita itu berdasarkan pengalaman saya waktu bertugas jaga IGD. Jadilah cerita berjudul 'Kesaksianku Hanya di IGD'. Saya repost di Kompasiana tak ada ekspektasi apa-apa, cuma memenuhi keinginan untuk posting saja. Saya tahu diri cerita tersebut tidaklah memenuhi kualitas cerpen yang baik, setidaknya menurut saya. Hanya cerpen sangat pendek dengan eksplorasi emosi yang standar. Satu jam pertama tayang, fiksi saya itu cuma dikomentari 4 orang, mas Ahmed Tsar, mbak Kine Risty, Ahmad Suhudi dan Babeh Helmi. Yang tak saya sangka adalah komentarnya Babeh Helmi, bilang fiksi itu kereeeen, beneran dah! Hehehe... Cuma sampai sana, saya pun log out dari Kompasiana. Mau cepat-cepat tidur! Sudah jam 9 lewat kala itu. Setelah mematikan laptop, saya lanjut tidur-tiduran di kasur. Tapi, YM tetap online invisible via mobile, saya lagi chatting sama pacarrr. Eh, handphone lowbat, terpaksa recharge dulu. Karena belum ngantuk juga, saya lanjutkan membaca buku kumpulan cerpen Saksi Mata, Seno Gumira Ajidarma yang dipinjamkan oleh seorang kawan kompasianer mas M Taufik BW. Sudah tengah malam, YM saya berbunyi tanda ada message baru. Saya bangkit dari kasur menuju rak buku tempat handphone saya charging. Males-malesan, siapa lagi, sih?! Kan sudah saya bilang ke pacar kalau lagi charging. Jadi, siapa ya? Eh, tak disangka, dari seorang kompasianer yang menyapa memberi selamat, bang Farid ternyata, yang juga jadi komentator pertama setelah fiksi saya itu jadi HL. Tak saya balas. Saya memang tidak ingin eksis tengah malam itu. Hehehe... Saya pun bersorak dalam hati, huahahahahaha, ngakak sepuasnya melihat fiksi saya terpampang di halaman depan walau cuma lihat lewat Opera Mini di handphone. Saya sempatkan juga melirik facebook, eh Babeh Helmi sudah komentar di status saya di Kompasianer Community. Dan, berakhirlah malam itu dengan hati riang fiksi saya jadi HL. Mata saya pejamkan. Tidur. Besok akan ada banyak komentar yang harus saya balas. Hahahaha... Memang, esok hari barulah saya nyalakan laptop dan log in Kompasiana. Saya balas tag post di Facebook. Saya balas komentar-komentar yang masuk. Cerpen "Kesaksianku Hanya di IGD" untungnya tetap bertengger sebagai highlight di rubrik fiksi, jadi kian banyak saja yang baca dan mengomentari. Akhirnya, saya cicipi juga HL fiksi. Hehehe... Sayangnya, fiksi saya itu bertengger terlalu lama hingga ada yang memberi rating tak penting. Hahaha... Barangkali sampai seminggu fiksi itu terus nangkring di rubrik fiksi Kompasiana. Saya malah eneg sendiri fiksi highlight tak berganti. Untunglah, setelah itu ada yang menggantikan, sebuah cerpen tentang cermin. Demikianlah fakta yang bisa saya sampaikan terkait fiksi pertama saya yang jadi headline di Kompasiana. Sesungguhnya, saya tidak peduli tulisan apapun yang jadi headline kecuali fiksi. Adapun kesimpulan yang bisa saya tarik dari kejadian ini (apa coba?) adalah siapapun bisa menyicipi HL asalkan curhat dulu di sana sini. Hahaha... Lihat saja tulisan fiksi saya yang jadi HL itu, biasa-biasa saja, tak saya harapkan untuk jadi HL, mungkin bagi sebagian orang malah menganggap tulisan tersebut fiksi jelek. Nah, kalau sudah begitu benarlah ungkapan seorang novelis Ayu Utami pada saya (pada semua penonton talkshow di TIM sebenarnya, 14 Januari 2011), bahwa "Tidak ada karya yang akan memenuhi semua selera." Yuk, terus berkarya! Sorry, saya numpang mejeng di sini bareng Ayu Utami, penulis favorit saya. Hehehe... [caption id="attachment_85140" align="aligncenter" width="300" caption="Penulis Terkenal & Calon Penulis Terkenal (Hahaha.. muntah?!)"][/caption] PS: Tak ada ekspektasi tulisan ini jadi HL. Hehehe..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun