Mohon tunggu...
ClarissaClaa
ClarissaClaa Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang mahasiswi teologi yang memiliki minat tinggi pada dunia literasi dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Humor

Minyak Goreng dan Kreativitas

28 Maret 2022   07:00 Diperbarui: 28 Maret 2022   10:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu barisnya sebelah sana, kakak sebelah sana, bapak sebelah sini, ya."

Setelah mengamati posisi di mana aku harus berdiri, aku mengangguk mantap. Sambil menyeka keringatnya, ibu tersenyum tenang, dan segera melangkah maju, kembali ke tempatnya berdiri. Agak depan, dekat di pintu masuk.

Entah sampai kapan antrean ini berakhir, namun aku merasa senang.

Bukankah katanya, kita harus kreatif di tengah paceklik minyak goreng ini? Aku merasa cukup bangga dengan ide ibuku yang ternyata sangat kreatif. Dengan begini, kami masing-masing bisa mendapat dua liter minyak yang nanti bisa dipakai menggoreng kerupuk.

Harapanku, aku bisa kembali berjalan-jalan membawa kerupuk ibu ke warung bu Sumi, Warung Mantul, pak Sukijah, pak Bolang dan siapa lagi aku lupa. Pokoknya banyak.

Masih kuingat betul betapa ayah geram mendengar ibu-ibu berkacamata itu bicara di televisi-soal paceklik minyak goreng-. Katanya ibu itu tidak perhatian, ibu itu melantur, sok tahu, dan lain-lain.

Ibu yang mendengar dari dapur langsung melangkah ke luar, menyempatkan diri mencuri dengar kata televisi, meski di tangannya masih ada sudip panas dan jampel lusuh favoritnya.

Ayah, Ibu, bu Yatun, dan semua pelanggan warung itu (yang juga mendengarkan televisi berbicara) seketika berubah geram. Ada yang membanting sandal, bidak catur, bungkus kopi, sampai dompetnya.

Aku hanya mengamati dari kejauhan. Mengapa mereka begitu geram?

Meski tidak tahu, apalagi kenal dengan sosok yang tengah berbicara di televisi (setahuku beliau adalah pejabat dan tokoh penting negara ini). Aku setidaknya bisa memaklumi perkataannya yang dinilai melantur, tidak memahami rakyat.

Aku pun bingung mengapa paceklik minyak goreng dikaitkan dengan kreativitas kalau tidak melihat trik ibuku pagi tadi.

Toh, beliau berdiam di televisi, terhalang layar kaca satu arah.

Tidak bisa melihat keramaian warung ini, dan sepiring Tempe Menjes milik bapak berjaket yang baru saja tumpah ruah ke tanah, tersenggol lemparan dompet kawannya.

Beliau tengah berbicara di ruang tertutup, dengan AC yang ada satu, dua, tiga.... ya, sepertinya tiga. Betapa dinginnya! Sedang kami baru saja menyeka keringat.

Beliau bertemu dengan orang-orang penting seperti pak presiden, pak mentri, pak gubernur, pak walikota, pak polisi, dan tidak mungkin pak Surip yang baru saja menggorengkan Menjes untuk bapak berjaket tadi.

Bukankah wajar kalau beliau kurang paham situasi terkini?

Harusnya jika beliau mau mengerti, bisa bertanya pada ibuku yang bolak-balik ke pasar, supermarket, toko-toko di sekitar kampung ini setiap hari.
Beliau bisa mampir sebentar untuk bertanya, sambil mencicipi Menjes Pak Surip, atau makan kerupuk dagangan ibuku. 

Mungkin beliau memang tidak doyan kerupuk atau Tempe Menjes.

Mobilnya pun belum tentu muat di gang ini.

Harusnya kita semua bisa memaklumi ketidaktahuannya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun