Mohon tunggu...
ClarissaClaa
ClarissaClaa Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang mahasiswi teologi yang memiliki minat tinggi pada dunia literasi dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tanpa Seremoni

19 Desember 2020   17:00 Diperbarui: 19 Desember 2020   17:04 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam kudus,
sunyi senyap
bintangmu gemerlap
....

Aku masih ingat betul.
Tahun lalu, dan setahun lalunya lagi, aku duduk diapit teman baik, memegang lilin, juga ponsel untuk Instagram Story ketika lagu ini dinyanyikan.
Ribuan lilin menyala, rasa haru mengudara, 'bintang buatan' ini sungguh indah.

Aku juga masih ingat betul.
Dua tahun lalu, juga setahun kemudiannya. Selepas seremoni, kita duduk mengitari meja.
Sebatas menyantap Penyetan, atau mie ayam. Masing-masing ditemani segelas teh hangat, sambil membuat perbincangan hangat.
Tentang hari kemarin, insiden kecil soal lilin dalam seremoni tadi, atau kisah di hari esok.

Aku tidak akan lupa tentang hari-hari itu, namun tak juga merindukan atau menginginkannya lagi.

Lalu untuk tahun ini? Tak perlu ditanya, lah....

Malam kudus kali ini sudah terjamin sunyi. Tak ada antrian mengambil, atau menyalakan lilin, tak ada ribuan bintang, tak ada Instastory.
Paling tidak, hanya ada segelintir orang seatap saja.


Lebih dari itu, ada banyak tradisi lain yang tak bisa terpenuhi tahun ini, sebab jarak berkuasa.
Entah untuk tukar kado, makan bersama, atau kongkow sampai pagi pun dilarang negara.


Lalu apa? Bagaimana harus merayakannya?
Tanpa itu semua, apa arti Natal tahun ini dengan segala larangan, serta hambatan yang ada?

Kristus.

Yang harusnya jadi pusat perhatian ketimbang dekorasi gedung, rumah, bahkan Pohon Natal.
Yang harusnya dilihat sebagai kado terindah dari Bapa, bukan sapu, kotak tisu, atau buku tulis dari Tukar Kado.
Yang harusnya jadi alasan untuk merayakan Natal, untuk bersukacita, sebab Ia lebih dari cukup untuk merayakan Natal tahun ini,
juga setiap Natal yang ada.

ipeka.org
ipeka.org
Dan semua baru kupahami
ketika segala seremoni lenyap (termasuk Pohon Natal) dan yang tersisa hanyalah lagu Natal
berputar ceria di pengeras suara tua milik Ayah, dilengkapi suara rintik hujan dan semangkuk sup masakan ibu, sisa jualan hari ini.

Aku melihat bintang di mata mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun