Berdasarkan sejumlah sumber, dikatakan suku Tengger adalah keturunan Kerajaan Majapahit. Salah satunya tercatat dalam buku Filsafat dan Kearifan dalam Agama dan Budaya Lokal karya Syarif Hidayatullah dkk., suku Tengger turut meyakini diri mereka sebagai keturunan langsung Majapahit. Suku ini dikenal mempunyai ketaatan yang tinggi dalam beragama.
Meski terdapat pendapat yang mengatakan bahwa suku Tengger adalah keturunan terakhir Kerajaan Majapahit, ada juga ahli yang membantah klaim tersebut. Sejarawan dan pengamat sejarah Probolinggo, Eko Arahman menyebutkan, suku yang hidup di lereng Gunung Bromo ini sudah ada sebelum Kerajaan Majapahit berdiri. Menurutnya memang benar bahwa warga Tengger mempunyai kaitan dengan Kerajaan Majapahit. Tetapi, dirinya menampik klaim bahwa suku Tengger adalah keturunan terakhir Majapahit.
Eko membeberkan, ada beberapa bukti prasasti yang menyatakan keberadaan suku tersebut. Salah satunya adalah prasasti Penanjakan Satu peninggalan Raja Hayam Wuruk. Dirinya mengatakan, pada prasasti Penanjakan Satu disebutkan, masyarakat Tengger adalah penduduk yang mampu mempertahankan budaya Tengger.
D. UPACARA KARO
Perayaan Karo atau sebutan Hari Raya kedua itu, kini tengah diperingati masyarakat suku Tengger, Gunung Bromo. Sampai dengan 10 September nanti, berbagai aktivitas dilakukan masyarakat Tengger. Hari raya kedua atau Karo, yang dirayakan setiap tanggal 15 bulan kedua menurut penanggalan Suku Tengger ini, tentu saja menjadi magnit tersendiri baik bagi para wisatawan lokal maupun asing. Lantaran pada hari raya Karo ini juga ditampilkan berbagai bentuk kesenian lokal suku Tengger yang menyertai ritual hari raya Karo.
Sebenarnya upacara Hari Raya Karo telah dimulai setelah Perayaan Karo hari Raya suku Tengger setelah Kesadha, merupakan wujud rasa syukur warga Tengger terhadap leluhur.
Adat istiadat yang dilakukan oleh Suku Tengger memiliki nilai-nilai karakter yang dibiasakan serta dikembangkan pada anak-anak dan generasi-generasi selanjutnya. Seiring berjalannya waktu adanya kegiatan pariwisata, wisatawan dapat melihat adat istiadat yang telah dilestarikan oleh masyarakat Suku Tengger.
Dalam hal ini, kearifan lokal Suku Tengger dapat terkenal hingga mancanegara. Kearifan lokal Suku Tengger yang sudah terkenal saat ini dapat membuat ketertarikan tersendiri bagi para pelancong untuk mengunjungi wisata Gunung Bromo. Apalagi, jika pelancong tersebut mengunjungi Gunung Bromo di waktu kearifan lokal sedang diadakan.
REFERENSI