Mohon tunggu...
Clarisca P
Clarisca P Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Writing Opinion

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Massa 2045 Memanggil: Aplikasi Pajak untuk Stunting

30 Juni 2024   03:39 Diperbarui: 30 Juni 2024   07:28 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bisa saja rupa SDM Indonesia 2045 seperti SDM pada zaman penjajahan: berpostur kecil dan bergizi buruk. Bonus demografi yang dielu-elukan dapat menjadi kutukan jika generasi ini banyak melahirkan SDM stunting.

Dosen Sejarah Kesehatan Universitas Indonesia, Agus Setiawan, Ph.D., menyatakan di acara Ngobras Historia bahwa “Satu kata untuk masa pendudukan Jepang: gizinya sangat buruk”. Masa kondisi SDM Indonesia mau dibawa mundur seperti era penjajahan?

Ancaman stunting ini menjadikannya salah satu fokus kebijakan sektor kesehatan nasional sejak tahun 2020. Penyelesaian stunting tentu menjadi tugas pokok negara dalam menciptakan kesejahteraan umum. Akan tetapi, masyarakat merupakan “penyokong dana” krusial bagi negara untuk menjalankan tugas tersebut melalui pajak. Pertanyaan selanjutnya, apakah masyarakat sadar posisi penting itu lalu berlomba untuk tertib pajak?

Stunting Semakin Akrab di Keseharian

Akhir tahun 2020, saya mulai melihat istilah stunting dari media sosial. Saya hanya membacanya sekilas. Saya pikir stunting hanya sekadar istilah anyar yang sebentar saja akan hilang. Belum lagi, saat itu stunting kalah popularitas dengan pandemi global, Covid-19. Stunting pun seakan seperti kafilah berlalu di masyarakat.

Semenjak Covid-19 menurun, fokus utama sektor kesehatan mulai mengarah pada isu lain, yakni stunting. Penggalakan ancaman stunting mulai berseliweran kembali di media sosial. Mata saya pun mulai memperhatikan batita di sekitar saya: di transportasi umum, di tempat rekreasi keluarga, atau di sepanjang jalan saat saya pulang kerja. Sekilas mereka memang terlihat normal, tetapi jika diperhatikan lebih saksama, tak jarang mereka bertubuh kurus dan kecil­­ dibanding anak seusianya—walaupun tidak berarti semua anak berbadan kurus dan kecil mengalami stunting. 

Kasus stunting di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI), stunting mengalami penurunan dari 21,6% pada tahun 2022 menjadi 21,5% pada tahun 2023. Angka tersebut masih lebih tinggi dari standar WHO (20%) dan target pemerintah pada tahun 2024 (14%).

Di kota-kota besar, kasus stunting mungkin tidak begitu kentara karena akses kesehatan, akses bantuan pemerintah, dan akses logistik lebih mudah dibandingkan dengan daerah pelosok Indonesia. Menurut SKI, wilayah dengan persentase stunting tertinggi adalah Papua Tengah (39,4%), Nusa Tenggara Timur (37,9%), dan Papua Pegunungan (37,3%). Angka tersebut menunjukkan hampir setengah populasi anak di daerah tersebut mengalami stunting. Jika saja saya tinggal di daerah tersebut, pastilah saya lebih sering menemui bayi dengan potensi stunting di perjalanan saat pulang kerja.

Aplikasi Pajak untuk Pencegahan Stunting

Tahun 2024, alokasi APBN untuk kesehatan adalah Rp187,5 triliun dengan prioritas penurunan stunting dan transformasi sistem kesehatan. Alokasi pajak untuk stunting ini dapat dimanfaatkan secara gratis oleh calon ibu, ibu hamil, remaja perempuan, dan balita.

Salah satu program pemerintah adalah “Intervensi Serentak Penanganan Stunting”. Melalui program ini, posyandu dan puskesmas diarahkan untuk menjadi gerbang penjagaan pertama yang mengedukasi dan memonitor calon ibu, ibu hamil, serta balita. Calon ibu dan ibu hamil bisa mendapatkan layanan prenatal care dan suplemen penunjang secara gratis.

Alokasi APBN juga ditujukan untuk bayi pada masa 1000 hari setelah kelahiran. Dimulai dengan berbagai imunisasi gratis hingga pemberian protein hewani untuk bayi yang berisiko stunting.

Program intervensi pemerintah juga mengedukasi remaja perempuan terkait pentingnya zat besi dan asam folat bagi perempuan. Pemerintah melalui puskesmas memberikan edukasi dan tablet tambah darah secara gratis bagi remaja perempuan yang sudah mengalami menstruasi. Edukasi ini juga bergerak dengan masif dengan dukungan media sosial.

Salah satu unggahan akun @tanyarlfes di X (dulu bernama Twitter) pada 4 Desember 2023 melempar isu “Eh emang bener ya minum tablet tambah darah bisa cegah stunting? Baru tau gue”. Unggahan tersebut mendapat 1,556 reposts, 554 quotes, dan 16,7ribu likes. Secara tidak langsung namun efektif, unggahan tersebut membuka ruang diskusi antar perempuan terkait stunting dan persiapan pra-kehamilan. Dalam diskusi tersebut, perempuan dapat teredukasi untuk mempersiapkan diri jauh sebelum masa kehamilan.

Saya sangat mendukung jika pemerintah mengalokasikan APBN lebih banyak untuk sektor kesehatan, terutama untuk posyandu dan puskesmas. Pergerakan aktif posyandu dan puskesmas yang dijalankan oleh petugas kesehatan terlatih dapat menjadi fondasi kuat dalam menekan kasus stunting

Tentunya, akses posyandu dan puskesmas juga harus dipermudah untuk wilayah dengan kasus stunting tinggi, seperti Papua Tengah, NTT, Papua Pegunungan, dan wilayah Indonesia lainnya. Dengan demikian, kesejahteraan umum dapat menjadi kenikmatan seluruh masyarakat Indonesia.

Pajak 2024 dan Massa 2045

Pada tahun 2045, saya masih berumur 49 tahun. Pada saat itu, saya hanyalah manusia setengah abad yang menyaksikan generasi muda menggerakkan ekonomi Indonesia. Tentu saya tidak bangga jika generasi muda terlihat seperti colonization survivor. Saya ingin menyaksikan generasi muda yang tercukupi gizinya dan memiliki kemampuan kognitif tinggi.

Keinginan tersebut tentu memerlukan pengorbanan dari saat ini, yakni pembayaran pajak. Pembayaran pajak boleh saja dianggap beban bagi wajib pajak saat ini, tetapi pasti jadi “tabungan” bagi massa 2045 yang terbebas dari stunting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun