Mohon tunggu...
Clarisca P
Clarisca P Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Writing Opinion

Selanjutnya

Tutup

Financial

Melintas Batas: QRIS untuk Masyarakat ASEAN

20 Juni 2023   23:30 Diperbarui: 20 Juni 2023   23:34 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertransaksi digital adalah new normal dalam ekonomi. Ketersediaan smartphone dengan harga yang murah, akses internet yang lebih mudah, serta platform pembayaran yang user-friendly, seolah berkolaborasi untuk memberi akses luas transaksi digital. Belum lagi semenjak kemunculan pandemi Covid-19 pada tahun 2020 silam, budaya masyarakat beralih dari budaya bertransaksi langsung menjadi bertransaksi contactless. Karena hal-hal tersebut, sistem pembayaran digital mengalami akselerasi besar-besaran.

Berdasarkan data dari East Ventures, ekonomi digital di Indonesia mengalami kenaikan 22% pada tahun 2021 hingga 2022. Kenaikan tersebut seimbang dengan kenaikan pengguna internet sebesar 77% dan kenaikan UMKM terdigitalisasi sebesar 26,6%. Walaupun demikian, muncul pertanyaan, apakah masyarakat kita sebenarnya siap menuju sistem pembayaran digital tanpa batas?

Aviliani, Ekonom Senior INDEF, menyebutkan tingkat literasi digital Indonesia hanya 62%. Persentase tersebut lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya yang berada di angka 70% (CNCB Indonesia, 2023). Berdasarkan Data Kominfo (2022), indeks literasi digital tertinggi di Indonesia masih terpusat di provinsi tertentu: dari 10 peringkat tertinggi, 5 di antaranya berada di pulau Jawa. Data yang tidak mengejutkan, tentu saja, karena toh ketidakmerataan--dalam aspek apa pun--selalu menjadi isu mainstream di Indonesia. Selain masalah ketidakmerataan literasi digital, masalah kebocoran data merupakan hambatan dan ancaman transaksi digital. Pada tahun 2022, Indonesia menempati posisi ketiga negara dengan kasus kebocoran data terbanyak (East Ventures, 2023). Lagi-lagi, data tersebut tidak mengagetkan jika mengingat kontroversi kebocoran data beberapa waktu lalu, seperti kontroversi kebocoran data Pedulilindungi, hacker Bjorka, dan serangan siber di Bank Syariah Indonesia. Jadi, apakah Indonesia siap hadapi sistem pembayaran digital dan risikonya?

Siap atau tidak siap, sebenarnya Indonesia tetap terjun ke sistem pembayaran digital sih. Dengan digitalisasi perbankan besar-besaran di global, Indonesia tentu harus ikut relevan. Oleh karena itu, Bank Indonesia dalam Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia 2025 mengagendakan (1) integrasi ekonomi-keuangan digital dan (2) digitalisasi perbankan. Salah satu produk agenda tersebut adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS merupakan integrasi dari sistem QR Code yang sudah ada sebelumnya. Jika sebelumnya setiap platform mempunyai barcode-nya sendiri, kini dengan satu QRIS, semua platform terdaftar bisa mengakses pembayaran. 

QRIS memberikan hal yang disukai oleh generasi produktif saat ini: praktis dan cepat. Generasi produktif saat ini--yang diisi oleh generasi Y (kelahiran 1981—1996) dan generasi Z (kelahiran setelah 1996)--adalah konsumen QRIS paling prospektif karena mereka terpapar oleh smartphone dan digitalisasi paling banyak. Dengan satu smartphone yang terhubung dengan e-wallet dan m-banking, mereka dapat membeli banyak hal dalam waktu singkat. Makanya, sering terdengar sentilan dari generasi Boomers "anak zaman sekarang mah mendingan ketinggalan dompet daripada HP!". 

Keberhasilan sistem QRIS di Indonesia menumbuhkan optimisme untuk membawa QRIS cross the border, yaitu ASEAN. MoU Regional Payment Connectivity (RPC) yang disepakati oleh Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina pada tahun 2022 melegalkan implementasi QRIS di ASEAN. Interkoneksi QRIS dimulai dengan negara Thailand pada bulan Agustus 2022, kemudian dilanjutkan dengan negara Malaysia pada bulan Mei 2023. Hasil implementasi QRIS tersebut cukup signifikan. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P. Joewono, transaksi QRIS wisatawan Indonesia di Thailand mencapai 14,555 transaksi dengan nilai transaksi sebesar 8.54 miliar Rupiah per-Februari 2023. Sementara itu, transaksi wisatawan Thailand di Indonesia mencapai 492 transaksi dengan nilai transaksi sebesar 114 juta Rupiah. Hingga tulisan ini terbit, laporan trasaksi QRIS dengan negara Malaysia belum dipublikasikan.

Melihat laporan transaksi QRIS di Thailand, bisa dikatakan QRIS siap menerobos negara ASEAN, bahkan siap menjadi alat akselerasi ekonomi ASEAN. Selain di Thailand dan Malaysia, QRIS diharapkan dapat segera digunakan di negara ASEAN lainnya karena potensi menarik wisatawan cukup besar, terutama wisatawan Indonesia. Rencana penerapan QRIS di ASEAN akan menambah ambisi wisatawan Indonesia untuk ber-healing di negara-negara ASEAN. 

Sekali lagi, apakah Indonesia dan ASEAN siap untuk transaksi digital dengan segala risikonya? Kalau menghadapi risiko perbankan dan hukum antar negara biar ahlinya saja yang memitigasi. Sebagai pengguna QRIS, kita harus bersiap terhadap peluang usaha dan potensi risiko transaksi digital. Lagipula, jika semua semakin terintegrasi, bukankah hasilnya adalah kepraktisan?

Referensi:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun