Mohon tunggu...
Clarisa maharani
Clarisa maharani Mohon Tunggu... Model - International Relation

Your local baddie ICHA🦄🌸

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melawan Patriarki : Women's Rights Are Human Rights

17 Maret 2020   20:41 Diperbarui: 18 Maret 2020   16:44 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: studybreaks.com

Dalam hukum agama Yahudi, wanita dianggap inferior, najis, dan sumber polusi. Dengan alasan tersebut, perempuan dilarang menghadiri upacara keagamaan, dan hanya diperbolehkan berada di rumah peribadatan. 

Begitu pula di Indonesia, pada era penjajahan Belanda maupun Jepang, perempuan dijadikan sebagai budak seks bagi tentara-tentara asing yang sedang bertugas di Indonesia. Serta terdapat peraturan yang melarang perempuan mengenyam pendidikan, kecuali mereka berasal dari kalangan priyayi atau bangsawan. 

Praktik budaya patriarki masih berlangsung hingga saat ini, ditengah berbagai gerakan feminis dan aktivis perempuan yang gencar menyuarakan serta menegakkan hak perempuan. Praktik ini terlihat pada aktivitas domestik, ekonomi, politik, dan budaya. Sehingga hasil dari praktik tersebut menyebabkan berbagai masalah sosial.

Alasan saya membahas tentang pentingnya mengetahui apa itu patriarki adalah untuk menyadarkan kaum perempuan bahwa budaya patriarki dinegeri kita harus dilawan. Karena kaum perempuan juga memiliki hak  kebebasan dalam berpendapat dan juga menyuarakan apa yang kita inginkan. 

Sebelum saya menutup artikel ini, saya ingin menyimpulkan dari apa yang sudah saya tulis diatas, bahwa sesungguhnya budaya patriarki itu salah, meremehkan kaum perempuan itu juga salah, dan seharusnya kaum laki-laki bisa lebih menghargai kaum perempuan karena mereka juga memiliki hak sebagai manusia yang merdeka. 

Perjuangan melawan budaya patriarki yang menjadikan perempuan sebagai objek yang lemah telah dilakukan sekitar satu abad yang lalu oleh Raden Ajeng Kartini, hingga sekarang tentunya telah terjadi banyak perubahan secara substansi, struktur, maupun kultur mengenai perjuangan perempuan. Meskipun tidak mudah untuk mengubah kebijakan yang biasanya lebih ke arah gender dengan konstruksi yang lebih adil dan ramah perempuan, namun hal itu tetap harus diupayakan.  

Perjuangan tersebut harus diikuti secara simultan dengan advokasi untuk mendukung terjadinya perubahan sikap dan perilaku secara struktural maupun kultural yang adil.

Perjuangan perempuan mengakhiri ketidakadilan gender bukan hanya sekadar melawan ketidakadilan, melainkan perjuangan melawan sistem dan struktur masyarakat serta budaya patriarki yang memiliki stigma negatif. 

Tentunya sebagai pihak profesional, pekerja sosial memiliki kewenangan dalam membantu mengatasi berbagai hal yang terjadi akibat dari pengaruh budaya patriarki tersebut melalui cara-cara yang tersistematis dengan baik.

media.neliti.com

eeas.europa.eu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun