Semua orang pasti mengetahui Tempo yang menjadi salah satu media massa Indonesia yang berdiri pada tahun 1971. Tempo memiliki track record yang cukup menarik karena mereka berani dalam menyampaikan kritik-kritik kepada pemerintah melalui berita. Dilansir dari tempo.id, hal tersebut dikarenakan Tempo mempunyai kenangan yang buruk terhadap pemerintah di tahun 1982 dan 1994.
Pada tahun 1982, majalah Tempo dianggap terlalu tajam dalam memberikan kritik terhadap rezim Orde Baru dan Partai Golkar sebagai kendaraan politik dari rezim tersebut.Â
Lalu, di tahun 1994, majalah Tempo kembali dibredel oleh pemerintah melalui Menteri Penerangan Harmoko. Bredel dilakukan karena majalah Tempo dinilai terlalu keras dalam mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal bekas dari Jerman Timur. Seram sekali, bukan?
Tetapi, setelah lengsernya jabatan Soeharto sebagai Presiden Indonesia, para pekerja di majalah Tempo yang sudah pisah melakukan rembuk ulang agar mereka bisa menentukan majalah Tempo apakah perlu untuk terbit atau tidak. Rembuk ulang ini akhirnya membuahkan hasil yang positif. Sejak 6 Oktober 1998, majalah Tempo kembali hadir di kalangan masyarakat.
Jurnalisme Data
Banyak kasus investigasi yang dilakukan oleh Tempo dengan menggunakan jurnalisme data di dalamnya. Salah satu kasusnya adalah "Bolong-Bolong BPJS"Â yang terbit pada edisi 6 Juni 2020. Kasus yang menjelaskan mengenai kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan oleh pemerintah untuk segmen pekerja informal yang tidak menerima upah rutin, dengan tujuan menambal defisit BPJS sebesar Rp15,5 triliun tahun lalu.
Kasus tersebut juga memberikan beberapa data yang sebenarnya sulit untuk didapatkan. Data-data tersebut bisa dikategorikan sebagai big data. Menurut Microsoft, big data merupakan kumpulan data yang muncul dengan jumlah yang sangat besar dan dapat diolah untuk dianalisis sesuai dengan keperluan, seperti melakukan prediksi, membuat keputusan, membaca sebuah tren, melihat tingkah laku konsumen, dll.
Sama seperti yang dilakukan oleh Tempo, menurut Asprilia dan Maharani (2019) dengan menggunakan kesempatan untuk menggali data-data dan mengolahnya menjadi sebuah berita jurnalisme investigasi. Melalui adanya analisis data, wartawan bisa menggeser fokus utama profesi, dari "seseorang yang paling pertama melaporkan berita", menjadi "orang pertama yang melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi".
Bisa dikatakan bahwa Tempo menerapkan jurnalisme data juga karena dapat membantu jurnalisme investigasi menguak apa yang sebenarnya terjadi dan berhak publik ketahui. Jurnalisme data memberikan banyak peluang dalam proses jurnalisme investigasi, seperti pencarian berita, proses memvisualkan data untuk penyajian berita yang lebih kreatif, dan menggunakan data sebagai bukti sah. Alasannya karena selain wawancara dan investigasi, menggunakan data yang valid dapat menjadi fakta yang sangat kuat
Dalam melakukan pencarian data untuk berita tentunya memerlukan proses pencarian menurut Badri (2017), yaitu :
- Mengumpulkan data dari berbagai sumber sesuai kebutuhan topik berita,
- Menyaringkan data untuk memisahkan dan memberikan data,
- Melakukan analisis dan interpretasi data melalui perangkat komputer untuk melihat perbedaan, tren, korelasi, dan sebagainya,
- Memvisualisasikan data dalam berbagai bentuk grafik interaktif maupun statis.
- Menceritakan data bersama narasi berita.
Jurnalisme Investigasi.
Dalam melakukan investigasi, wartawan tentu melakukan beberapa rincian tahap pengerjaan, menurut Coroner dalam Jurnal Studi Komunikasi dan Media oleh Herfan terdapat dua bagian. Bagian pertama meliputi:Â
- Petunjuk awal;Â
- Investigasi pendahuluan;
- Pembentukan hipotesis;Â
- Pencarian dan pendalaman literatur;Â
- Wawancara pakar dan sumber-sumber ahli;
- Penjejakan dokumen-dokumen;Â
- Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi.
Lalu, untuk bagian kedua meliputi:Â
- Pengamatan langsung di lapangan;Â
- Pengorganisasian arsip data;Â
- Wawancara lanjutan;Â
- Analisis dan pengorganisasian data;Â
- Penulisan;Â
- Pengecekan fakta;Â
- Pengecekan atas pencemaran nama baik.
Dalam menjalan proses liputan investigasi dalam Jurnal Peliputan Investigasi oleh Herfan, para wartawan Tempo melakukan rapat terhadap tim investigasi agar mereka bisa mengetahui apa yang akan mereka liput dan cari. Lalu, mereka mulai mendiskusikan informasi apa saja yang harus mereka dapatkan dan yang sudah mereka dapatkan lalu menindaklanjuti penemuan informasi pada saat rapat.
Berlanjut dengan melakukan riset data, seperti memeriksa data-data awal, memverifikasi informasi kepada narasumber agar tidak adanya kesalahan informasi yang didapatkan, lalu mencocokkan kebenaran data dengan fakta akurat, dan mulai menentukan siapa suspek awal.
Lalu adanya pemberian tugas, seperti menindaklanjuti perkembangan informasi yang sudah didapatkan dan mengadakan pembagian area liputan terhadap tim wartawan investigasi. Selanjutnya mendiskusikan rencana liputan investigasi dengan mulai menghubungi narasumber yang terkait dengan informasi yang didapatkan, lalu mencari peluang-peluang kecil agar bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak dan mendalam.
Terakhir, ada memverifikasi hasil riset data. Hal ini dilakukan oleh wartawan dengan menghubungi kembali narasumber, mengunjungi narasumber atas informasi yang didapatkan dan membutuhkan pendalaman materi, dan mempertanyakan alasan-alasan dari hasil liputan sebelumnya kepada narasumber yang bersangkutan.
Analisis Berita
Salah satu berita yang sudah dibahas sebelumnya, berbicara mengenai "Bolong-Bolong BPJS" tersebut mendapatkan informasi-informasi melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pusat Statistik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, Mahkamah Agung, Dewan Pengawas BPJS, dan Kementerian Keuangan. Data-data yang didapatkan dari sumber-sumber tersebut kemudian dipakai juga untuk membuat sebuah infografis, sehingga pembaca juga bisa melihat informasi secara ringkas.
Selain itu, jika dilihat dari sisi jurnalisme investigasinya dalam berita investigasi tersebut banyak sekali informasi-informasi perihal BPJS yang bermasalah disaat-saat pandemi ini. Dalam berita tersebut juga terdapat wawancara salah satu pasien yang mengalami kesulitan dalam melakukan cuci darah di rumah sakit, bernama Hadi dikatakan oleh petugas sudah tidak lagi terdaftar sebagai peserta (BPJS). Oleh karena itu, Hadi tidak bisa dan tidak mempunyai hak untuk mendapatkan fasilitas perawatan.
Informasi-informasi lainnya juga wartawan dapatkan lewat wawancara dengan Kementerian Dalam Negeri, Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, dan masih banyak lagi. Hal ini ditujukan agar para wartawan bisa mendapatkan informasi yang pas dan akurat untuk diberitakan kepada khalayak.
Menurut Herfan dalam Jurnal Studi Komunikasi dan Media, jurnalisme data jika dijelaskan dalam konteks yang sederhana sebetulnya sudah dipraktikkan oleh media massa di Indonesia. Penggunaan dari jurnalisme data tentunya dilakukan pada liputan-liputan mendalam dan investigasi, sehingga dapat memperkuat narasi atau berita wartawan dengan lebih tajam dan mendalam.Â
Jurnalisme data semakin lama semakin berkembang karena banyaknya sumber data terbuka di internet, sehingga kita bisa lebih mudah untuk mengaksesnya. Sumber data terbuka di internet memiliki volume data yang besar dan dapat diakses lewat berbagai situs organisasi dunia, pemerintahan, swasta, perbankan, lembaga statistik, lembaga riset, dan sumber data lainnya. Sama halnya dengan sumber yang ditemukan oleh Tempo untuk melakukan liputan investigasi, sehingga mereka bisa mempunyai berita investigasi yang valid datanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H