Kalian yang dulu di tahun 2008 sering banget dengerin dan nyanyiin lagu dengan lirik, “Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukan dunia,” pasti tidak asing dengan film yang akan di bahas sekarang. Kita sekarang bakalan nostalgia bareng dengan film Laskar Pelangi!
Film yang diadaptasi dari sebuah novel karya Andrea Hirata dan disutradarai oleh Riri Riza ini memang berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia. Walaupun mengambil latar waktu di tahun 1970an, mereka tetap berhasil mengemas film tersebut dengan apik dan rapi. Melalui penyampaian kondisi Indonesia dan pesan yang to the point, membuat film ini patut kita apresiasi.
Laskar Pelangi yang diperankan oleh beberapa artis ternama, seperti Cut Mini (Bu Muslimah), Tora Sudiro (Pak Mahmud), Slamet Rahardjo (Pak Zulkarnaen), dan Mathias Muchus (Bapak Ikal).
Walaupun film ini dibintangi artis ternama, sebenarnya Riri Riza juga mencari peran dari anak-anaknya langsung di Belitung loh! Bisa dikatakan Riri melakukan casting di tempat dia bertemu saja. Hebat sekali, bukan?
Setiap film tentunya akan menceritakan bagaimana cara orang melihat suatu hal atau kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Film ini sebenarnya mengangkat kisah dari si penulis, tapi di dalamnya terdapat isu-isu yang sebenarnya masih ada sampai sekarang, yaitu kesenjangan pendidikan,
Dalam membahas film ini, kita akan mengawalinya dengan mengaitkan film Laskar Pelangi dengan paradigma kritis.
Paradigma kritis dalam Badara (2012), memiliki pusat perhatian pada pembongkaran aspek-aspek yang tersembunyi di balik kenyataan atau realita yang terlihat, sehingga dapat dikritik dan mendapatkan perubahan atas struktur sosial.
Melalui paradigma kritis ini, tentu diharapkan dapat membawa perubahan yang positif di kehidupan.
Isu Pendidikan
Film Laskar Pelangi seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, mengangkat kisah dari si penulis tetapi juga mengangkat masalah adanya kesenjangan yang terlihat dalam dunia pendidikan.
Masalah pendidikan di Indonesia memang banyak dan tidak semuanya teratasi dengan baik. Namun, di sini kita lebih melihat bahwa kesenjangan ini terjadi antara keluarga yang kaya dan miskin. Bagi anak yang lahir dari keluarga yang kaya, mereka bisa dan boleh belajar di tempat yang layak dan baik, sedangkan untuk anak dari keluarga miskin sulit untuk mengeyam pendidikan.
Dalam film tersebut, digambarkan sekolah SD PN Timah merupakan sekolah bagi anak-anak yang mampu dalam segi finansial, sedangkan sekolah SD Muhammadiyah yang merupakan sekolah tertua dan terbelengkalai di Belitung untuk anak-anak yang kurang mampu tapi ingin belajar.
Awalnya SD Muhammadiyah menjadi bangunan yang sudah tidak digunakan, dan sudah rapuh. Namun, ada dua guru yang memiliki mimpi bahwa tiada halangan bagi anak-anak untuk belajar, yaitu Bu Muslimah dan Pak Harfan.
“Tidak ada yang percaya bahwa anak-anak miskin pun punya hak untuk belajar.” – Bu Muslimah
Kalimat yang seringkali kita jumpai bahkan di tahun 2020 ini pun masih banyak yang tidak percaya bahwa anak-anak miskin punya hak untuk belajar. Bisa dianggap, masih banyak orang yang menganggap orang miskin itu sebelah mata.
Stigma anak miskin tidak bisa sekolah akhirnya dirusak oleh kedua guru tersebut beserta murid-muridnya. Mereka semua memiliki tekad yang kuat untuk belajar walau terbatas dana. Hal ini dapat terlilhat pada saat SD Muhammadiyah yang akhirnya bisa memenangkan lomba karnaval. Keterbatasan tidak membatasi Mahar sebagai ketua kelompok untuk berkreasi.
Prestasi mereka tidak sampai situ saja! Lintang, Mahar, dan Ikal berhasil meraih juara pertama dalam lomba cerdas cermat melawan sekolah-sekolah yang bisa dikatakan bagus.
Melalui prestasi-prestasi dalam film Laskar Pelangi, kita bisa belajar bahwa tidak boleh memandang sebelah mata kepada orang-orang yang kurang mampu. Pendidikan itu boleh didapatkan siapa saja, tanpa terkecuali.
Jangan pernah menyerah untuk mewujudkan mimpi kalian ya! Yakin dengan diri sendiri bahwa kalian bisa menggapai semua mimpi kalian. Semangat untuk semuanya yang membaca ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H