Saat ini, pendidikan di Indonesia menerapkan Kurikulum Merdeka dengan pendekatan karakter dan keterampilan pada siswa. Implementasi kurikulum merdeka menganjurkan menggunakan pendekatan baru dalam peningkatan kurikulum pendidikan di Indonesia dengan memfokuskan pada pengembangan kemampuan siswa dan pendekatan yang lebih komprehensif dan kreatif. Guru harus memiiki pengetahuan dan keterampilan terhadap pembelajaran sains berbasis projek maupun praktikum yang harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari bersifat kontekstual.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, dosen rumpun kimia, yaitu Elsa Vera Nanda, S.Pd., M.Si., Elma Suryani, S.Pd., M.Pd., dan Yussi Pratiwi S.Si, M.Si. serta empat mahasiswa Pendidikan Kimia UNJ yaitu Clarinta Fadheela Santoso, Eka Rusmiati, Shakira Az-Zahra, dan Lauzer Zeral untuk memberikan pelatihan pembuatan kompos cair dengan menggunakan limbah rumah tangga yaitu sisa sayur, buah dan nasi basi sebagai kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk mengembangkan kemahiran dan kretivitas dalam penerapan pembelajaran sains berbasis projek atau praktikum.
Untuk mengurangi penumpukan sampah atau limbah rumah tangga yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, salah satu upaya yang bisa kita lakukan adalah membuat kompos cair. Terdapat salah satu teknologi yang dapat mengurangi limbah padat, dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat akan menghasilkan suatu produk kompos yang dapat digunakan untuk menjaga kesehatan akar serta membuat akar tanaman mudah tumbuh. Pengomposan dimaksudkan sebagai sebuah teknologi berkelanjutan dengan tujuan untuk pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan manusia, dan pemberi nilai guna untuk masyarakat.
Pelatihan pembuatan kompos cair dengan limbah rumah tangga ini berlangsung pada Kamis, 10 Agustus 2023 di SMAN 48 Jakarta. Rangkaian acara yang terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pembukaan acara, pretest untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan peserta mengenai proses pembuatan eco-enzyme, pemaparan materi terkait manfaat, permasalahan yang bisa terjadi, serta bahan yang digunakan untuk membuat eco-enzyme, pemutaran video pembuatan kompos cair, diskusi interaktif mengenai proses pembuatan kompos cair dan cara penerapan praktikum di sekolah, post-test, serta pengisisan umpan balik oleh peserta.
Berikut contoh pertanyaan serta jawaban pretest untuk menguji pengetahuan peserta menggunakan media quizziz. Setelah dilakukan pretest, dapat kami bahwa sebanyak 18 peserta salah menjawab pertanyaan mengenai peran dekomposer dalam pembuatan kompos cair. Namun, sebanyak 8 peserta berhasil menjawab pertanyaan dengan benar yaitu pembuatan kompos melibatkan peran dekomposer diantaranya yaitu bakteri dan jamur. Selanjutnya pertanyaan paling banyak dijawab dengan benar sebanyak 20 peserta, yaitu mengenai prosedur pembuatan kompos cair setelah sampah sisa makanan dimasukkan dalam tabung tahap selanjutnya adalah disiram dengan activator.
Berdasarkan hasil pretest yang dilakukan, diketahui bahwa pengetahuan sebagian besar peserta mengenai teori cara pembuatan kompos cair masih sangat terbatas. Oleh karena itu dilakukan pemaparan materi mengenai cara pembuatan, manfaat, fungsi EM4, permasalahan yang sering terjadi pada saat pembuatan eco-enzyme, dan diakhiri pemutaran video pembuatan kompos cair serta penjelasan metodenya yang dilanjutkan dengan tanya jawab interaktif.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap peserta yang mendapatkan 3 skor tertinggi pretest dan peserta yang aktif bertanya dalam diskusi interaktif, mendapatkan 1 set wadah untuk pembuatan kompos cair dan mendapatkan 1 botol EM4 serta 1 botol kompos cair yang siap digunakan.
Selanjutnya dilakukan demonstrasi cara merangkai kotak atau wadah penyimpanan pembuatan eco-enzyme. Wadah harus ditutup rapat agar tidak ada serangga ataupun bakter lainnya yang masuk, karena bisa menyebabkan munculnya belatung yang mengakibatkan hasil fermentasi tidak mencapai standar yang baik. Standar baik pada hasil fermentasi eco-enzyme adalah pH dibawah 4 dan beraroma asam segar khas fermentasi.
Dijelaskan bahwa fermentasi kompos cair dilakukan selama 30 hari, pada proses fermentasi dapat ditambah Effective Microorganism 4 (EM4) yang mampu mendegradasi kandungan serat kasar karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim lakase dan peroksidase yang dapat memecah dan melarutkan lignin yang terkandung di dalam bahan-bahan organik sehingga fermentasi dapat berjalan lebih singkat yaitu setelah proses 4-7 hari.
Salah satu peserta mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan proses pembuatan kompos cair yaitu “Bagaimana solusi apabila saat proses pembuatan kompos cair muncul bau yang tidak sedap seperti bau got? Apakah gagal atau ada cara untuk mengatasinya?”.
Penyebab Eco-enzyme berbau got dan berjamur hitam adalah terkontaminasi mikroba ‘tak baik’ yang umumnya disebabkan oleh lokasi penempatan wadah yang kurang baik. Untuk mengatasinya, letakkan wadah tertutup rapat di bawah sinar matahari selama 30 menit setiap hari selama tiga hari. Setelah itu, periksa wadah setelah tujuh hari. Jika bau limbah masih ada setelah hari ketiga pengeringan dan total tujuh hari, tambahkan gula ke dalam campuran dan biarkan berfermentasi sekali lagi selama sebulan.
Pada umpan balik yang telah diisikan peserta, Bu Ririn menyampaikan bahwa "Kegiatan seperti ini lebih baik diadakan dua kali dalam setahun, untuk topik selanjutnya bisa mengenai skincare dan saran untuk kedepannya doorprize boleh lebih banyak agar kegiatan semakin seru" dan Bu Rina menyampaikan "Pelatihan seperti ini dapat dilaksanakan setiap bulannya, serta topik selanjutnya bisa mengenai pembuatan sabun cair, deterjen dengan eco-enzyme, mengenai nano technology, saran untu kegiatan berikutnya adalah waktu pelatihan yang dberikan bisa lebih banyak ".
Peserta terlihat cukup antusias dalam mengikuti pelatihan pembuatan kompos cair dari limbah rumah tangga. Peserta diberikan lembar umpan balik sebagai bentuk evaluasi kegiatan pelatihan ini. Berdasarkan hasil evaluasi peserta, sebanyak 94,3% menyatakan puas dengan penyampaian materi pembuatan kompos cair (Eco-enzyme) pada pelatihan yang diberikan, 97,7% menyatakan memperoleh wawasan dan pengetahuan baru, dan 92,1% menyatakan materi yang dijelaskan memberikan ide baru untuk melangsungkan pembelajaran interaktif di kelas. Peserta berkeinginan pelatihan pengabdian masyarakat ini dapat dilaksanakan setiap tahunnya minimal 4 kali dalam setahun, dengan tema yang menarik untuk diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran kimia.
Oleh: Clarinta Fadheela Santoso
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H