Dalam Komunikasi Antar Budaya, seperti yang tertulis dalam buku Communication Between Cultures, karya Samovar, Â budaya memiliki peranan sebagai aturan yang dapat menetapkan sikap hingga perilaku komunikasi dengan tujuan supaya konteks yang berbeda-beda tersebut dapat sesuai. Melalui aturan yang ada tersebut, komunikasi menjadi dapat dilakukan secara tidak sadar dan lebih efektif ketika terjadi perpindahan konteks.
Buku karya Samovar tersebut juga memaparkan asumsi dasar dari konteks komunikasi. Asumsi tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu  communication rule governed, context prescribes the appropriate communication rules, dan communication rules vary across cultures. Dari pemaparan pada buku tersebut, penulis akan lebih membahas mengenai hubungan bagaimana Komunikasi Antar Budaya ini diaplikasikan pada salah satu fenomena globalisasi yaitu adanya sosial media. Topi yang akan dibahas tersebut akan dihubungkan dan dipaparkan berdasarkan asumsi dasar dari konteks komunikasi yang tertulis dalam buku Communication Between Cultures karya Samovar.
Topik pembahasan ini, pada dasarnya akan membahas lebih lanjut mengenai asumsi dasar yang akan menjadi sebuah aturan dalam melakukan komunikasi serta bersikap pada sosial media sebagai salah satu fenomena globalisasi yang memiliki pengaruh juga pada budaya - budaya yang ada.
Asumsi yang pertama adalah communication rule governed yang berarti bahwa aturan yang ada tersebut secara sadar maupun tidak sadar akan tetap menjadi sebuah pedoman bagi pihak yang berkaitan dengan ketepatan perilaku komunikatif dalam keadaan tertentu. Dalam konteks yang pertama ini, komunikasi menjadi aturan dari perilaku verbal baik topik hingga formalitas bahasa yang digunakan. Bukan hanya itu, komunikasi ini juga mengatur perilaku non verbal mulai dari ekspresi hingga gaya bahasa. Dalam hal ini, komunikasi akan menjadi penghubung antara sosial media dengan budaya yang ada pada daerah tertentu.Â
Contoh dari pembahasan ini adalah ketika pengguna sosial media akan mempublikasikan sebuah konten, maka seharusnya konten yang akan dipublikasikan tersebut tidak terdapat unsur yang sensitif atau mengandung sara yang mungkin akan menimbulkan reaksi negatif dan dapat membuat ketersinggungan dari pihak terkait. Keselektifan dalam memposting konten dilakukan karena mengingat bahwa sosial media ini memiliki segmentasi yang luas, dimana setiap kalangan dari berbagai latar belakang dapat mengaksesnya. Maka dari itu perlu adanya aturan dalam berkomunikasi tersebut, terutama komunikasi yang dilakukan pada khalayak umum.
Selanjutnya juga terdapat asumsi mengenai context prescribes the appropriate communication rules, yang mengartikan bahwa aturan yang akan diaplikasikan akan menyesuaikan dari suatu konteks yang ada. Salah satu yang menjadi faktor penentu aturan komunikasi pada berbagai konteks  adalah pengalaman pribadi. Bukan hanya itu, faktor lain yang juga berpengaruh adalah bahwa asumsi ini sudah melekat dengan budaya yang ada pada suatu daerah. Asumsi ini tentunya akan berkaitan dengan adanya sosial media sebagai bentuk nyata dari globalisasi yang dapat membuat segala hal menjadi lebih mudah untuk tersebar luas. Contoh relevan mengenai topik ini adalah ketika seorang tokoh terkenal yang berasal dari Indonesia yang memiliki budaya sopan santun yang masih sangat kental dan melekat di masyarakatnya, lebih sering memposting sebuah foto dengan pakaian yang cukup tertutup, hal ini berkaitan erat dengan budaya yang melekat tersebut. Dimana dalam kasus ini jika terdapat sebuah postingan dengan pakaian yang tidak sesuai, maka akan menimbulkan pembicaraan negatif dan dianggap tidak baik oleh masyarakat karena mereka masih tabu dengan hal seperti itu. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang ada di Amerika. Disana seorang tokoh terkenal dapat memposting foto dengan pakaian apapun di sosial media dan tidak menimbulkan pembicaraan negatif. Hal ini terjadi karena disana, masyarakatnya sudah tidak tabu dengan hal itu dan sudah menjadi hal yang wajar.Â
Dalam buku juga disebutkan asumsi communication rules vary across cultures, yang membahas mengenai budaya yang nantinya akan menjadi penentu dari hampir seluruh aturan komunikasi. Jika dilihat dari kontek sosial, maka keberagaman budaya ini akan memiliki aturan yang beragam pula. Dari adanya perbedaan budaya tersebut, tentunya juga akan berpengaruh dari bagaimana konteks berpakaian hingga tata krama itu berlaku.
Adanya sosial media ini memiliki dampak yang beragam dan salah satu dampaknya adalah bagaimana contoh yang sudah dipaparkan diatas, sekarang ini sudah tidak begitu relevan. Hal ini mengartikan bahwa adanya pergeseran budaya, dimana budaya barat sudah mulai masuk di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang sudah meng normalisasi postingan dengan pakaian yang terbuka dan postingan-postingan yang menunjukan hal yang melenceng dari budaya Indonesia. Contohnya adalah ketika terdapat influencer yang memposting social lifenya yang cukup mengikuti budaya barat seperti berpakaian terbuka, clubbing dll, sekarang ini postingan di sosial media yang seperti itu malah menjadi sebuah trend dan banyak yang mengikutinya. Hal ini menjadi tanda bahwa sosial media memiliki pengaruh yang cukup besar hingga banyak orang mulai abai dengan budaya sendiri.Â
Komunikasi antar budaya menjadi sangat penting dalam hal ini sebagai sebuah pedoman yang akan mengatur komunikasi terutama di sosial media yang memiliki jangkauan luas dan sangat gencar penyebarannya.
Daftar Pustaka :
Samovar,L.A, Porter, R.E ,McDaniel, E.R, Roy,C.S .Communication:Between Cultures. 14th edition. Cengage Learning. Boston:USAÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H