Bahkan, dalam situasi tertentu, humor bisa dianggap tidak pantas, terutama ketika digunakan untuk menghindari pertanggungjawaban. Seperti pisau yang terlalu tajam bisa melukai tangan yang menggunakannya, humor yang tidak pada tempatnya bisa merusak citra seorang politisi dan membuatnya terlihat tidak serius. Oleh karena itu, keseimbangan dalam penggunaan humor sangat penting agar pesan yang disampaikan tetap efektif tanpa mengabaikan nilai dan substansi yang seharusnya disoroti.
Di era politik modern, kita sering melihat politisi yang tampil di hadapan publik dengan senyum lebar dan gaya bicara yang santai. Mereka dengan mudah menyelipkan candaan atau komentar humoris dalam pidato mereka, membuat suasana menjadi lebih ringan. Para politisi ini tampak seperti sosok yang bersahabat, tidak terjebak dalam formalitas yang kaku. Mereka seolah ingin menunjukkan bahwa meskipun mereka berada di posisi kekuasaan, mereka tetap manusia biasa yang bisa tertawa dan bercanda seperti orang lain.
Humor dalam politik sering kali menjadi momen yang paling diingat oleh publik. Di media sosial, potongan video yang menampilkan politisi melontarkan lelucon sering kali menjadi viral, menarik perhatian jutaan pengguna. Momen-momen ini memperkuat citra politisi sebagai sosok yang menyenangkan dan approachable. Dengan bantuan humor, politisi berhasil menciptakan hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat, membuat publik merasa lebih dekat dan mendukung mereka dengan lebih antusias.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H