Mohon tunggu...
Clara Via Pragestin
Clara Via Pragestin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biological Science

Mahasiswi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerajinan Tangan dari Batang Eceng Gondok dan Rajut Benang Nilon Milik Salah Satu Warga Padukuhan Jetak, Kulon Progo

28 Januari 2024   19:21 Diperbarui: 28 Januari 2024   19:25 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil kerajinan anyaman setengah jadi, dok: KKN Kelompok 77 Universitas Sanata Dharma 2024

Hastuti Ningsih, perempuan berusia 42 tahun, menjadi salah satu pelaku usaha kerajinan yang berdomisili di Padukuhan Jetak RT 15 RW 08, Kalurahan Kaliagung, Kapanewon Sentolo. 

Ibu Ningsih mulai tertarik dengan kerajinan terutama merajut dan menganyam dari kelas 6 Sekolah Dasar dam memulai usaha kerajinan tangan dari tahun 2002 hingga sekarang, untuk usahanya sendiri belum memiliki nama resmi, namun dikenal dengan nama "Hanacraft" di media sosial seperti Shopee.   Ibu Ningsih tidak memberi nama pada usahanya karena lebih berfokus pada hasil karya daripada brand. Bagi beliau, hasil kerajinan sudah lebih dikenal karena keunikan bentuk dan desainnya, Jadi saat ini belum terpikirkan nama untuk usahanya tersebut.

Tujuan utama dari usaha yang dimiliki oleh beliau adalah untuk menciptakan lapangan kerja sekaligus sumber pendapatan, selain itu juga membantu ibu rumah tangga memperoleh penghasilan tambahan sebagai pengrajin anyaman dari enceng gondok maupun pengrajin rajut berbahan dasar benang nilon. Ide menggeluti kerajinan anyaman, khususnya eceng gondok, berasal dari usaha kerajinan ayah dari Ibu Ningsih. 

Ayahnya telah menekuni usaha kerajinan eceng gondok sejak tahun 1998 dan memulai dengan model yang biasa bahkan klasik hingga bisa lebih berinovasi. Pak Agus, suami dari Ibu Ningsih yang awalnya bekerja sebagai pegawai administrasi (TU) dengan gaji nominal kecil, tidak  mampuu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dengan melihat potensi bisnis ayahnya yang terus berkembang sejak dulu hingg sekarang dan dikenal oleh banyak orang. Ibu Ningsih dan suaminya memutuskan untuk mengikuti jejak orang tuanya dan mengembangkan bisnis kerajinan Enceng Gondok.

Hasil kerajinan anyaman setengah jadi, dok: KKN Kelompok 77 Universitas Sanata Dharma 2024
Hasil kerajinan anyaman setengah jadi, dok: KKN Kelompok 77 Universitas Sanata Dharma 2024


Hasil tas anyaman dari eceng gondok, dok: KKN Kelompok 77 Universitas Sanata Dharma 2024
Hasil tas anyaman dari eceng gondok, dok: KKN Kelompok 77 Universitas Sanata Dharma 2024

Namun, seperti bisnis atau usaha lainnya, mereka  dihadapkan oleh banyak tantangan selama mengelola usahanya tersebut. Salah satu tantangan terbesarnya adalah cuaca yang berubah-ubah. Cuaca hujan termasuk dalam penyebab utama dari keberhasilan kerajinan anayaman eceng gondok. Terlebih lagi, apabila hujan turun selama beberapa hari berturut-turu. Karena dapat menyebabkan eceng gondok tidak kering dengan maksimal dan memicu tumbuhnya jamur.  Ketika sudah berjamur maka eceng gondok tidak dapat digunakan lagi jika sudah menjadi produk kerajinan, tetapi jika masih bentuk bahan masih bisa dibersihkan dengan cara disikat dan dijemur kembali hingga benar-benar kering. 

Oleh karena itu, persediaan eceng gondok sebaiknya dikeringkan dengan baik dan disimpan dalam wadah yang kedap udara untuk menghindari lembabnya permukaan tempat penyimpanan. Bahan mentah yang akan dijadikan kerajinan yaitu bagian batang enceng gondok. Bahan mentah diperoleh dari petani enceng gondok yang berasal dari daerah Demak dan Semarang, Jawa Tengah. 

Harga bahan mentah juga mengalami naik turun, mengikuti musim. Ketika musim kemarau harga perkilo bahan mentah enceng gondok Rp 5.000,00 sedangkan ketika musim hujan harganya naik 2 kali lipat yaitu menjadi Rp 10.000,00. Harga bahan mentah dapat mengalami kenaikan dan  penurunan, karena pada saat musim kemarau pasokan bahan mentah melimpah dan ketika musim hujan pasokan bahan mentah cukup sulit untuk didapatkan. Untuk mengatasi ketidakpastian pasokan eceng gondok dari petani, Ibu Ningsih selaku pemilik usaha memutuskan untuk mencari penghasilan tambahan dengan menjual tas rajut dari bahan benang nilon. 

Hal ini merupakan langkah bijak yang diambil oleh beliau. Beliau telah menunjukkan pemahaman mendalam  terhadap kondisi saat ini. Terutama  mengingat minat terhadap kerajinan eceng gondok sudah cukup rendah selama beberapa waktu terakhir. Bahan baku rajutan benang nilon lebih banyak tersedia di pasaran dan menawarkan varian produk yang menarik. Namun, ketika mendapatkan pesanan dalam jumlah besar dan sulitnya mencari pasokan eceng gondok, seringkali pesanan terpaksa harus ditunda. Penjualan kerajinan tangan sebagian besar masih bersifat lokal, khususnya di tempat-tempat seperti Pasar Candi Prambanan, Pasar Candi Borobudur, dan Pasar Beringharjo. Namun berkat bantuan adik Ibu Ningsih, produknya berhasil menjangkau pasar nasional seperti Yogyakarta dan Bali melalui platform media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun