Mohon tunggu...
Humaniora

[Ulang Tahun Jokowi] Tetaplah Bersahaja, Tangguh, dan Piawai

22 Juni 2017   09:34 Diperbarui: 22 Juni 2017   09:49 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah kebetulan atau juga karena takdir sejarah ,bulan juni punya arti penting bagi negeriku ini sebab pada bulan keenam ini beberapa tokoh penting dilahirkan. Dari tujuh orang presiden negeri ku ini ,empat diantaranya dilahirkan pada bulan Juni.
Sukarno sang Proklamator lahir pada 6 Juni,Suharto penguasa orde baru yang juga dijuluki sebagai Bapak Pembangunan lahir 8 Juni ,Habibie lahir 25 Juni dan presiden yang sedang memimpin negara ini sekarang lahir pada 21 Juni.

Aku tidak terlalu tertarik dengan zodiac tetapi bagi mereka yang gandrung tentang ini dapat menggambarkan dengan baik watak mereka yang berbintang gemini. Oleh karena tulisan ini bukan tentang astrologi maka kumulai aja pembicaraan tentang sang tokoh yang dilahirkan pada 21 Juni 1961.

Sepuluh tahun yang lalu namanya belum aku kenal karena tidak mungkin aku hafal puluhan nama walikota yang ada di negeri ini.
Tetapi lambat laun namanya mulai mencuat dan mulai jadi pembicaraan karena di Solo di kota yang dipimpinnya tersiar kabar ia berhasil dengan baik memindahkan pedagang kaki lima dengan damai tanpa penggusuran.Disebutkan ada lebih lima puluh kali ia berunding atau berdialog dengan pedagang yang kadang kadang juga disertai makan bersama dan perundingan yang penuh tawa dan canda.
Selain itu namanya juga mulai mencuat secara nasional sewaktu ia sebagai walikota berhasil mendorong munculnya mobil nasional yang diberi nama " Esemka".

Popularitasnya semakin naik dan sepertinya popularitas itu mulai meledak ketika pada awal tahun 2012 ia kemudian mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang ketika itu menjabat sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
Waktu itu aku berpikir mengapa Walikota Solo ini berani bertarung di Ibu Kota Negaraku yang jumlah penduduknya aja berapa kali lipat dibandingkan dengan Solo yang dipimpinnya.

Terlalu berani orang ini pikirku apalagi yang akan ditantangnya gubernur petahana Fauzi Bowo yang dikenal dengan julukan Foke.Mungkin dia kurang tahu diri gumamku sendiri.

Aku berpikir juga apakah orang ini pernah berdiri di depan cermin dan bertanya kepada dirinya " Mampukah aku memimpin kota metropolitan Jakarta?".

Menurutku berdiri di depan cermin itu penting karena Nenek dulu sering beri nasehat " Bercerminlah supaya kau kenali wajahmu"
Entah pernah bercermin atau tidak tapi kulihat ia mulai hadir di gang gang dan kawasan kumuh di kotaku Jakarta. Kuperhatikan caranya berkomunikasi dengan masyarakat begitu alami ,mengalir dan tidak ada yang dibuat buat. Setiap ia datang keberbagai lokasi kulihat melalui televisi masyarakat menyambutnya dengan gembira. Kuperhatikan juga pakaian yang dia kenakan cukup bersahaja yang kemudian pakaian kotak kotak nya itu menjadi semacam pakaian resminya bersama Basuki dan relawan pendukungnya.

Aku belum mau menyerah untuk mengakui ia akan cocok memimpin Jakarta karena dalam pikiranku kesederhanaannya itu merupakan bawaannya sebagai walikota sebuah kota tingkat sedang yang mungkin jauh dari kehidupan yang penuh gemerlapan seperti kehidupan di ibu kota negaraku.
Tapi lama kelamaan kuperhatikan hasil berbagai lembaga survey menunjukkan tingkat popularitasnya terus meningkat dan ia bersama Basuki akan menjadi ancaman potensial untuk kelanggengan jabatan Foke. Sesudah berjalan beberapa bulan terlihatlah dengan kesahajaan dan komunikasinya yang baik dengan rakyat serta bermodal kunjungannya keberbagai wilayah yang disebut " blusukan" ternyata merupakan senjata ampuhnya.

Walaupun tingkat popularitas dan elektabilitasnya terus meningkat masih tersisa sebuah pertanyaan dihatiku " Wajahnya yang Ndeso,lembut dan postur tubuh yang agak kerempeng itu apa akan mampu memimpin Jakarta yang terkenal keras dan ganas itu ".
Dengan keraguanku yang masih tersisa itulah Oktober 2012,Jokowi mulai memimpin Jakarta.

Berbagai blusukan yang dilakukannya membuat ia memperoleh gambaran yang sangat utuh tentang apa yang harus dilakukan di kota metropolitan ini. Ia dan Basuki langsung tancap gas membenahi kesemrawutan ,menata lingkungan kumuh ,membersihkan kali dan para penguasa lokal mulai disikatnya satu persatu.

Kesumpekan dan kesemrawutan Pasar Tanah Abang berhasil diatasinya dan konon kabarnya dalam berbagai penataan dan pembenahan Jakarta,Jokowi menunjukkan nyalinya menghadapi siapapun yang akan merintangi dan menghalang halangi niat baiknya.
Dengan berbagai hal yang dilakukannya itu yang didorong oleh keberaniannya maka sirnalah keraguanku padanya tentang keberanian dan kemampuannya memimpin kotaku. Warga Jakarta mulai menikmati buah kepemimpinannya termasuk pelayanan publik yang semakin bagus.
Dalam hati aku berkata kiranya dulu aku under estimate terhadap kemampuannya.

Sepak terjangnya semakin kuperhatikan dan aku terkejut di tengah gemerincingnya kemewahan hidup di Jakarta bagi orang berduit ternyata Jokowi tetaplah sebuah pribadi yang sederhana.Ooo rupanya ia cukup kuat tidak terpengaruh dengan kehidupan glamour di ibu kota negara ini.
Dengan modal ketangguhan,kesederhanaan dan kerja keras namanya mulai disebut sebagai calon presiden.Berbagai lembaga survey juga menyebut peluangnya cukup kuat untuk menjadi Indonesia Satu.

Secepat itukah pikirku karena ia menjabat gubernur dki baru sekitar satu setengah tahun.Luar biasa juga kalau Jokowi jadi presiden yang berarti ia melampaui politisi kawakan tingkat nasional sedangkan sebelumnya ia hanyalah pekerja keras pada kota Solo dan baru berkiprah lagi di DKI.
Nyatanya memang Jokowi jadi presiden dan pada hari pelantikannya bersama Jusuf Kalla sebagai Wapres terlihat mereka berdua di arak sepanjang jalan Sudirman dan Thamrin dan disepanjang jalan puluhan ribu orang berdiri menyambut dan mengelu elukan pemimpin baru tersebut.

Ditengah kerumunan massa yang menyemut itu muncul lagi pertanyaan di hatiku mampukah ia nanti memimpin negeri ku ini mengingat ia belum punya pengalaman pada tataran politik tingkat nasional.Ternyata bukan aku sendiri yang bertanya seperti ini bahkan banyak orang menyebut ia nantinya akan menjadi presiden boneka.

Anggapan seperti itu wajar juga muncul karena Jokowi bukanlah seorang ketua umum parpol sehingga secara pribadi ia tidak bisa mengendalikan parlemen.Untuk keberhasilan programnya ia akan sangat tergantung terhadap kekuatan parpol yang berkantor di Senayan.
Kala itu muncul lagi rumor yang berkata ,pemerintahannya akan berumur sekitar enam bulan karena ia akan terus dijegal oleh parlemen yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih (KMP) yang tidak mendukungnya. Perlahan kehawatiranku tentang kelemahannya menjadi pupus karena selanjutnya kutemukan lagi kelebihannya yang lain yaitu kepiawaian dalam berpolitik.

Adakalanya Jokowi diam dulu membiarkan situasi berkembang kemudian pada saat yang tepat ia masuk ,mengendalikan situasi dan meraih kemenangan. Dengan kesahajaan,ketangguhan dan kepiawaian yang dipunyainya ia berhasil merontokkan kehawatiranku dan kehawatiran orang lain tentang kemampuannya memimpin.

Berbagai fase sulit yang ditemuinya selama dua tahun lebih memimpin negeri ini telah berhasil dilewatinya dan rakyat juga sudah menikmati berbagai hasil gagasannya dan sebentar lagi buah dari program infra struktur seperti jalan tol,revitalisasi kereta api akan semakin memberi kepuasan ke masyarakat.

Berbagai Kartu seperti Kartu Indonesia Pintar dan sebagainya merupakan prestasinya yang layak dicatat.
Keberanian Susy yang didukungnya secara penuh untuk menenggelamkan kapal pencuri ikan menuai pujian internasional.
Layak juga dicatat kepiawaiannya keluar dari tekanan internal parpol pendukungnya serta kemampuannya me manage konflik politik di negeri ini adalah sesuatu yang layak diberi apresiasi.

Tetapi Jokowi adalah manusia yang tentu juga punya kelemahan.
Kuperhatikan adakalanya ia terlambat mengambil inisiatif untuk mengendalikan sesuatu peristiwa hingga peristiwa itu berkembang menjadi sebuah peristiwa besar sehingga mengatasinya semakin sulit. Kesanku ,ucapan Ahok di Kepulauan Seribu salah satu contoh keterlambatan mengantisipasinya sehingga memunculkan gelombang aksi yang mempengaruhi kehidupan kebangsaan kita.

Dibidang program perlu ditingkatkan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan juga pembinaan olahraga yang masih belum optimal.
Tetapi itu semua masih dapat ditingkatkan lagi dalam dua setengah tahun kedepan. Ketika Jokowi dilahirkan 56 tahun yang lalu tentu ada sifat atau talenta yang dibawanya sejak lahir yang kemudian dikembangkannya dengan baik dan dengan keijinan Yang Maha Kuasa ,Jokowi sekarang berada pada puncak kekuasaan di negeri ini sesuatu yang sepuluh tahun yang lalu tidak pernah terbayangkan siapapun. Sebuah Rahmat yang luar biasa.

Selamat Ulang Tahun Pak Jokowi!
Jakarta ,21/6/17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun