Mohon tunggu...
Clara Sallyndrra
Clara Sallyndrra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Sistem Informasi Universitas Pamulang

Seorang Mahasiswa jurusan Sistem Informasi di Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tapera dan Ibu Kota Baru: Perjuangan Melawan Kemiskinan Menuju Keadilan Sosial Berbasis Pancasila di Era Digital

3 Juni 2024   19:33 Diperbarui: 3 Juni 2024   20:33 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) dan rencana pemindahan ibu kota baru di Indonesia telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir. Kedua inisiatif ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mencapai keadilan sosial dan mengurangi kemiskinan. Namun, seperti kebijakan besar lainnya, mereka tidak lepas dari pro dan kontra.

Dalam upaya mewujudkan keadilan sosial yang berbasis pada Pancasila, pemerintah Indonesia telah meluncurkan dua program besar: Tapera dan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Kedua program ini dirancang untuk mengatasi berbagai masalah sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, dalam sebuah wawancara baru-baru ini, menekankan pentingnya Tapera sebagai upaya pemerintah untuk menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia. "Tapera adalah wujud nyata dari upaya pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan amanat Pancasila. Kami berkomitmen untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses terhadap perumahan yang layak," ujarnya.

Pancasila, sebagai ideologi negara Indonesia, menjadi landasan utama dalam merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijakan nasional. Lima sila yang terkandung di dalamnya memberikan panduan moral dan etika bagi penyelenggaraan negara, termasuk dalam program Tapera dan pemindahan ibu kota baru. Berikut adalah penjabaran setiap sila dalam konteks kebijakan ini:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

   - Kebijakan pemerintah harus menghormati nilai-nilai keagamaan dan spiritualitas yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

   - Pembangunan harus mempertimbangkan keberagaman agama dan keyakinan.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

   - Kebijakan yang diterapkan harus mencerminkan keadilan dan perlakuan yang beradab terhadap semua warga negara.

   - Program Tapera harus dijalankan dengan prinsip keadilan, memastikan semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh perumahan yang layak.

3. Sila Persatuan Indonesia

   - Pemindahan ibu kota diharapkan dapat memperkuat persatuan Indonesia dengan mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah.

   - Meningkatkan solidaritas nasional dan mempererat persatuan di antara berbagai suku, agama, dan budaya.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

   - Setiap keputusan dalam pelaksanaan Tapera dan pemindahan ibu kota harus melalui proses musyawarah dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

   - Partisipasi aktif dari warga negara melalui diskusi dan konsultasi publik sangat penting.

5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

   - Inti dari kedua program ini adalah untuk mencapai keadilan sosial.

   - Tapera bertujuan memberikan kesempatan yang adil bagi setiap warga negara untuk memiliki rumah.

   - Pemindahan ibu kota bertujuan mendistribusikan pembangunan secara merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Para pendukung Tapera dan pemindahan ibu kota berpendapat bahwa inisiatif ini merupakan langkah maju dalam memperbaiki ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia. Tapera diharapkan bisa membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah sendiri, sesuai dengan sila kelima Pancasila. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur dianggap akan mendorong pemerataan pembangunan. Jakarta, yang terlalu padat dan rentan terhadap berbagai masalah seperti banjir dan kemacetan, akan mendapatkan keringanan beban. Pemerintah berharap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa.

Namun, ada yang meragukan efektivitas dan manfaat jangka panjang dari kedua kebijakan tersebut. Kritikus Tapera menyebut bahwa program ini bisa menjadi beban tambahan bagi pekerja formal dan informal, serta meragukan transparansi dan pengelolaan dana Tapera. Pemindahan ibu kota juga mendapat tentangan terkait biaya yang sangat besar. Banyak yang khawatir bahwa dana tersebut lebih baik digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dan layanan publik di daerah-daerah yang sudah ada. Kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dari pembangunan ibu kota baru juga menjadi sorotan.

Untuk menghadapi pro dan kontra ini, pemerintah perlu mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahap pelaksanaan Tapera dan proyek ibu kota baru. Pengawasan ketat dan partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas untuk mencegah penyalahgunaan dana dan memastikan manfaat dari program-program ini dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Integrasi teknologi digital dalam pengelolaan dan pelaksanaan program ini sangat penting. Dengan sistem digital, pengawasan dan pelaporan bisa dilakukan secara real-time, meningkatkan efisiensi dan mencegah korupsi. Pemerintah juga harus membuka ruang dialog dengan berbagai pihak untuk mendengarkan masukan dan kritik, serta siap melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Tapera dan pemindahan ibu kota baru adalah langkah besar yang berpotensi membawa perubahan signifikan bagi Indonesia. Namun, tanpa pengelolaan yang baik dan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat, kedua inisiatif ini bisa berakhir hanya sebagai mimpi belaka. Perjuangan melawan kemiskinan dan mewujudkan keadilan sosial berbasis Pancasila di era digital membutuhkan komitmen, kerjasama, dan integritas dari semua pihak yang terlibat. Sinergi antara TAPERA dan pembangunan Ibu Kota Negara baru dengan landasan etika Pancasila dapat mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana, serta strategi efektif melawan hoaks dan disinformasi, sangat penting untuk mencapai tujuan ini. Dengan demikian, kedua inisiatif ini tidak hanya menjadi manifestasi praktis dari nilai-nilai Pancasila, tetapi juga memperkuat persatuan dan keadilan sosial di era digital. Dengan menjadikan Pancasila sebagai landasan utama, kita bisa berharap bahwa setiap langkah yang diambil akan selalu mengarah pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun