Mohon tunggu...
Clara Ayu Sheila
Clara Ayu Sheila Mohon Tunggu... -

the more we share, the more we have

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kuliah Umum Scott Merrilees di UPH: “Mengupas Sejarah Ibukota Melalui Kartu Pos”

9 Desember 2014   21:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:40 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Scott Merrilees membawakan kuliah umum mengenai sejarah kota Jakarta

Mungkin sebagian besar dari kita menganggap kartu pos hanyalah sebuah media untuk berkomunikasi jarak jauh atau sebuah souvenir. Namun lain halnya untuk Scott Merrileess, seorang penulis berkewarganegaraan Australia yang belajar bahasa Indonesia di Melbourne pada 1975 dan sempat tinggal bekerja di Indonesia. Scott memiliki ketertarikan terhadap sejarah sebuah kota khususnya Kota Jakarta, tetapi sangat disayangkan ia tidak menemukan buku yang membahas mengenai sejarah kota Jakarta waktu itu.

Akhirnya selama 20 tahun menetap di Jakarta, Scott mulai mengumpulkan dan mengoleksi kartu pos, foto-foto dan gambar-gambar mengenai Kota Jakarta pada abad 19-20 dan melakukan penelitian ke bangunan tua, monumen dan tempat yang ditemukannya dalam foto atau kartu pos tersebut. Dari sinilah, alasan pentingnya kartu pos bagi Scott dalam menyampaikan sebuah sejarah dan menginspirasi dirinya untuk menulis buku mengenai sejarah kota Jakarta. Sudah dua buku yang ditulis oleh Scott yaitu Batavia in Nineteenth Century Photographs (2000) dan Greetings from Jakarta: Postcards of a Capital 1900-1950 (2014).

Suatu kebanggaan Universitas Pelita Harapan dapat menyambut Scott untuk membawakan kuliah umum mengenai sejarah kota Jakarta dan memperkenalkan bukunya pada 5 Desember 2014 di Gedung D 501 dan 502. Kuliah umum ini dihadiri oleh 800 mahasiswa Teacher College UPH dan dosen-dosen UPH. Melalui kuliah umum ini Scott menampilkan foto dan kartu pos, serta menceritakan berbagai ikon penting dari masa Hindia Belanda yang masih ada, dan yang sudah berganti dengan gedung modern atau berubah menjadi lapangan parkir.



Beberapa kartu pos dan foto temuan yang diperlihatkan dalam kulih umum yaitu bangunan yang merupakan Central Business District pada awal abad ke 20. Jalan Kali Besar yang sekarang dikenal dengan Kota Tua, merupakan CBD dari kota Jakarta dengan bangunan-bangunannya yang berdesain arsitektur Eropa pada jaman tersebut. Jalan Kali Besar ini sangat historikal dan bangunannnya masih ada meskipun kondisi bangunan sudah tidak begitu baik. “Salah satu gedung bank yang masih asli dan terjaga dengan baik adalah Museum Bank Indonesia. Sangat menarik. Selain itu, jika yang tahu Café Batavia, itu dulunya adalah gedung yang digunakan untuk travel agent bagi yang ingin naik haji”, ujar Scott.

Pada abad ke 20 juga terdapat Chinese Business District yang sekarang dikenal dengan Glodok, yang dulunya memiliki bangunan dengan arsitektur cina yang sangat unik dan khas. Namun, sangat disayangkan bangunan berarsitektur cina ini hanya bertahan sampai 1970-an dan sudah berbuah menjadi ruko-ruko.

Ia juga menceritakan transportasi pada masa itu. Banyak orang yang tidak tahu bahwa Jakarta memiliki transportasi umum yaitu Tram pada 1862-1962. Pada mulanya, Tram ini digerakkan oleh tenaga kuda yang berkembang menggunakan tenaga uap dan akhirnya menggunakan listrik pada tahun 1899. Sangat disayangkan, kendaraan umum yang tergolong murah ini sudah tidak beroperasi lagi sejak 1962. Walau demikan, sekarang Jakarta sedang membangun MRT dibawah tanah yang jauh lebih modern.

Melalui kartu pos temuannya juga, Scott menjelaskan sejarah munculnya sekolah-sekolah dan fasilitas kesehatan di Jakarta. Pada abad ke 19, pendidikan mulai diutamakan oleh Hinida Belanda. Saat itu, gereja katolik yang memulai membangun sekolah di Jakarta, seperti Saint Maria School yang sudah berdiri selama 150 tahun.

Pada akhir kuliah umumnya, Scott kembali menekankan bahwa betapa pentingnya mengenal dan mendalami sebuah sejarah, khususnya sebagai Warga Negara Indonesia. “Saya berterima kasih sekali atas kesempatan yang diberikan untuk berbicara disini mengenai sejarah khususnya Ibu Kota Indonesia yaitu Jakarta. Saya senang melihat antusias dan semangat dari ratusan mahasiswa. Saya berharap mahasiswa UPH yang merupakan WNI dapat terdorong untuk mendalami sejarah, khususnya sejarah ibu kota ini yaitu Jakarta. Mengenal sejarah Ibu Kota sendiri sangat penting ya, apalagi sejarah kota Jakarta itu sangat panjang dan berat”, ujar Scott.

Ia juga berhadap melalui bukunya ini, ,pembaca bisa mendapatkan gambaran mengenai kota Jakarta pada abad 19-20. “Melalui buku ini, saya ingin menciptakan kembali atau ‘re-create’ kota Jakarta pada abad 19 dan 20. Karena masa itu sudah tidak ada lagi, jadi saya menganggap buku saya sebagai Time Machine, sehingga dengan membaca buku ini para pembaca seolah-olah masuk ke dalam Time Machine, masuk ke abad tersebut dan melihat kota Jakarta di masa tesebut”, jelas Scott.

Pada akhir sesi, Connie Rasilim, Wakil Rektor Bidang Akademik, memberikan ucapan terima kasihnya kepada Scott. Ia berharap setiap dari mahasiswa Teacher College yang sudah mendengar sekilas mengenai sejarah Ibu Kota, bisa menjadi bekal dan mengenal betapa kaya sejarah Indonesia. “Orang yang tidak mengerti sejarah adalah orang yang kehilangan identitas. Jadi melalui ini, saya harap mahasiswa bisa belajar dengan diwakili oleh mengenal sejarah Ibu kota. Mahasiswa diharapkan dapat melihat bahwa dibalik semua sejarah, Tuhan lah yang betul-betul bekerja. Saya percaya bahwa semua tidak ada yang kebetulan, sehingga apapun yang terjadi dalam sejarah, naik dan turun, Tuhan yang bekerja dengan memakai umatnya dalam memastikanIndonesia agar selalu tetap terjaga dengan begitu indah”, jelas Connie. (ca)

Testimoni:

Thesalonika Brenda, TC 2011

“Terkesan dan memperoleh banyak hal baru ya. Ada foreigner tapi mau tahu lebih banyak tentang Indonesia itu membuat saya terkesan, karena kita aja WNI banyak yang tidak tahu tentang sejarah negara sendiri khususnya ibu kotanya yaitu Jakarta. Banyak hal yang kita tidak tahu dari banyak bangunan bersejarah yang sekarang sudah hilang . Sangat disayangkan kita masih belum bisa mempertahankan sejarah sendiri. Dan sebagai calon guru, kalau bukan kita siapa lagi yang bisa meneruskan sejarah kepada generasi penerus, jadi menurut aku ini pengalaman yang sangat berharga”

Goulda, Pendidikan Guru SD 2011

“Sangat kagum dengan beliau. Setelah sempat tanya jawab dengan beliau, saya baru tahu bahwa usahanya dalam mengumpulkan kartu pos kota Jakarta tidak hanya di Indonesia saja, bahkan sampai ke Eropa. Sekarang saya jadi tahu sejarah dibalik bangunan dan tempat-tempat bersejarah di kota Jakarta yang padahal sudah sering saya kunjungi. Dan ini semua bisa saya ceritain ke murid saya nantinya”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun