“IBU! JUAN SAKIT!”.
Mira kini berada di UKS, menemani Juan yang tertidur di hadapannya. “Ju, kamu sekangen itu ya sama bunda?” Mira menunduk mencoba menahan tangisnya. “Kamu kayak orang yang berbeda, Ju. Dulu kamu selalu aktif di sekolah, ceria, dan-” Mira menghela napas, “ Dan dulu kamu sayang sama aku.”
“Mira, bunda kira-kira lagi apa?” Juan tiba-tiba bersuara lirih.
“Loh, Kamu sudah bangun?” Mira terkejut.
Juan tak menjawab, ia beranjak duduk dari tidurnya lalu beralih menatap Mira, “Ra, es krim stroberi itu favorit bunda. Dan setelah makan es krim itu. G-gue ngerasa kalo enggak seharusnya gue sedih, sekarang bunda sudah enggak sakit lagi, dia bisa makan es krim sebanyak yang dia mau. Selama ini gue egois, cuman mikirin diri sendiri, bahkan gue mutusin lo secara sepihak. Maaf, Ra.”
Mira menatap Juan tak percaya. Sudah hampir satu tahun setelah kematian bunda Juan, dan selama satu tahun laki-laki itu selalu murung dan menjauhkan diri dari keramaian. Bahkan Juan memutuskan kontak dengan papanya yang sudah lama bercerai dengan sang bunda.
“Gapapa, Juan, aku ngerti kok. Di atas sana bunda pasti mau kamu enggak sedih lagi. Melepaskan itu memang sulit, Juan. Tapi bukan berarti kamu enggak bisa. Bunda sudah tenang disana, sekarang tugas kamu buat bikin bunda bangga.”
Juan menatap Mira dalam, ia menyesal tapi juga tak bisa menyalahkan perasaan sedih yang selalu membelenggu hatinya. “Iya, Ra. Maafin aku.” Mira mendekat dan mengusap rambut Juan perlahan.
“Kamu enggak ngelakuin kesalahan, Juan.” Mira tersenyum lembut menatap lekat manik hitam legam milik Juan.
“I really need you through all of this. Please take a chance with me, Mira.”
The End.