Mohon tunggu...
Clara Wening
Clara Wening Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Wayang Kulit bagi Generasi Milenial

11 November 2020   08:20 Diperbarui: 11 November 2020   09:34 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa Jawa ngoko merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan untuk percapakan antar sebaya. Sedangkan bahasa Jawa krama dan krama inggil merupakan bahasa yang digunakan untuk percakapan dengan orang yang lebih tua. 

Etika berbahasa seperti ini yang kerap kali dilupakan oleh generasi milenial. Pada penerapannya, masih dijumpai kesalahan etika berbahasa yang dilakukan anak muda seperti menggunakan bahasa ngoko ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. 

Kesalahan ini dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan berbahasa Jawa atau kurangnya pemahaman tentang unggah-ungguh bahasa Jawa. Melalui wayang kulit, generasi milenial dapat belajar mengenai hal ini, karena unggah-ungguh berbahasa menjadi salah satu ciri khas bahasa orang Jawa.

Kedua, dilihat dari perspektif pertunjukan. Pertunjukan wayang kulit menjadi sarana hiburan yang kental dengan kritik (Nurgiyantoro, 2011). Kritik yang diangkat berkaitan mengenai isu sosial, isu politik, isu HAM yang disesuaikan dengan keadaan terkini bangsa Indonesia. 

Kritik ini merupakan perwujudan tanggapan terhadap kehidupan bernegara sekaligus menjadi penyeimbang dunia demokrasi di Indonesia. Walaupun yang disampaikan sebuah kritik, namun pertunjukkan wayang kulit tetap menghibur. 

Hal ini disebabkan kritik tersebut disajikan dengan balutan humor yang khas dari para dalang. Humor yang khas ini disebut sebagai dagelan, sehingga pertunjukkannya pun tidak membosankan. 

Pertunjukan semacam ini perlu dikenalkan kepada generasi milenial. Selain untuk melestarikan dan mengapresiasi seni wayang kulit, generasi milenial dapat lebih kritis terhadap keadaan sosial bangsa Indonesia. 

Berpikir kritis merupakan salah satu peran yang dapat diambil generasi milenial sebagai generasi yang terpelajar. Hal ini penting agar generasi milenial tidak skeptis terhadap sosial masyarakat sehingga dapat mengambil peran dalam membangun Indonesia. Melalui wayang kulit, generasi milenial dapat belajar mengkritik dengan humor bukan dengan sarkasme.

Ketiga, dilihat dari perspekif pendidikan karakter. Menurut KBBI, karakter memiliki arti sebagai sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 

Dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan budi pekerti yang khas dari seseorang. Karakter perlu dibangun dengan adanya pendidikan. Pendidikan karakter sebagai usaha pembentukan karakter dengan penanaman nilai moral pada peserta didik. Wayang kulit menjadi salah satu media yang digunakan dalam pendidikan karakter. 

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa wayang kulit mengandung nilai moral dan sosial yang tercermin dalam lakon setiap tokohnya. Setiap tokoh wayang memiliki karakter yang berbeda-beda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun