Mohon tunggu...
Clairina Dayyinati
Clairina Dayyinati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka topik tentang psikologi dan kehidupan sehari-hari

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Jangan Pakai Emosi", Kalimat yang Orang Lain Sering Ucapkan Saat Kita Marah. Namun Emosi Bukan Berarti Marah

5 Desember 2024   09:30 Diperbarui: 5 Desember 2024   09:39 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marah. Sumber: Pixabay 

Sering kali  kita mendengar perkataan ' jangan pakai emosi' saat kita akan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan dalam situasi marah. Saat emosi dalam tingkat tinggi, sangatlah tidak tepat untuk mengambil suatu keputusan karena hal itu menjadi tidak rasional dan didasari oleh emosional. Emosi dapat diterima jika dalam tingkat rendah. Kondisi seperti ini tepat untuk membuat suatu keputusan karena kita dapat berfikir lebih rasional. 

Perkataan tentang 'jangan pakai emosi' masih sering kali kita dengar karena marah menjadi salah satu emosi yang sering dirasakan dengan intensitas tinggi, sehingga lebih mudah dikenali dibandingkan emosi lain seperti sedih atau bahagia. Pada saat marah, kita akan cenderung meluapkan seluruh emosi marah sehingga banyak orang yang jarang menyembunyikan perasaan itu dan tidak bisa menahan rasa marah dibanding menyembunyikan emosi lain seperti sedih.

 Emosi marah ini memiliki dampak yang kuat, sehingga ekspresi marah sering meninggalkan kesan yang membekas pada diri seseorang maupun orang di sekitarnya. Marah cenderung memiliki ekspresi fisik yang menonjol, seperti nada suara yang keras, perubahan warna wajah, ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu. Perilaku ini lebih mudah dikenali dibandingkan emosi lain. Serta terbatasnya pemahaman orang tentang jenis-jenis emosi juga membuat kesalahpahaman ini terus berlanjut

1. Emosi Bukan Hanya Marah Saja

Emosi. Sumber : Pixabay 
Emosi. Sumber : Pixabay 

Banyak orang Indonesia yang masih menganggap bahwa emosi adalah hal yang negatif atau bahkan hanya menyangkut marah saja. Padahal emosi bukan berarti marah saja, walaupun marah adalah salah satu bentuk dari emosi. Namun hal itu bukan berarti emosi sama dengan marah. Pada hakikatnya setiap orang pasti  mempunyai emosi.  Emosi sendiri merupakan sesuatu yang ada pada diri kita mulai ketika dilahirkan sampai akhir hayat yang mampu memberikan pengalaman akan makna kehidupan,cara berfikir,kondisi fisiologis dan perilaku untuk menyesuaikan diri dalam bertahan hidup.

Emosi yang kita rasakan juga berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada tubuh kita.Seperti saat kita yang mendekati giliran untuk presentasi kemudian merasa cemas, maka kita akan mengalami peningkatan detak jantung dan berkeringat dingin. Namun, beberapa ahli menyatakan bahwa perubahan atau reaksi fisik yang kita rasakan sebenarnya bisa saja sama untuk emosi yang berbeda. Emosi sendiri memiliki berbagai jenis yaitu Anger (marah), Fear (takut), Happiness (bahagia), Love (cinta), Surprise (terkejut), Disgust (jijik) , dan Sadness (sedih). Banyak teori yang mengungkap jenis emosi dasar yang dimiliki oleh manusia namun pada dasarnya sama seperti yang disebutkan diatas. Dari sini kita tahu bahwa emosi tidak hanya marah saja namun banyak jenis emosi lainnya.

2. Emosi dan Afek Membantu Cara Kita Memaknai Kehidupan

Talking. Sumber : Pixabay 
Talking. Sumber : Pixabay 

Nah bagaimana cara kita untuk memaknai pengalaman hidup kita ternyata ada hubungannya dengan emosi dan afek . Dimana emosi dan afek itu sebagai aspek dalam pengalaman manusia yang saling melengkapi dengan berinteraksi secara dinamis. Keduanya mencakup pengalaman subjektif yang memengaruhi cara berpikir, berperilaku, dan berinteraksi dengan orang lain. Emosi menyediakan respons intens dan spesifik terhadap stimulus tertentu dalam waktu yang sebentar, sedangkan afek sendiri mencakup suasana hati dan kondisi emosional yang lebih luas dengan waktu yang lama, biasanya kurang intens tetapi lebih stabil daripada emosi (Watson & Tellegen, 1985). Afek sering dikategorikan menjadi dua dimensi utama: afek positif seperti perasaan bahagia atau puas dan afek negatif seperti perasaan cemas, sedih, atau marah. 

Meskipun sering digunakan secara bergantian, emosi dan afek memiliki perbedaan dalam durasi, intensitas, dan kaitannya dengan stimulus tertentu. Pengalaman emosi tertentu yang sering dialami atau sangat intens dapat memengaruhi kondisi afek seseorang. Contohnya, seseorang yang terus-menerus merasa marah mungkin mengalami afek negatif yang berkepanjangan. Afek juga dapat menentukan cara seseorang merespons peristiwa tertentu. Orang dengan afek positif lebih mungkin merasa senang ketika mendapatkan kabar baik, sementara orang dengan afek negatif mungkin merespons dengan sikap tidak peduli.

 3. Kematangan Emosi Membantu Kita Dalam Berhungan Dengan Orang Lain

Calm. Sumber : Pixabay 
Calm. Sumber : Pixabay 

Afek yang muncul sebagai konsekuensi pemaknaan kognisi terhadap pengalaman emosional menjadi tidak adaptif ketika berlebihan dalam hal intensitas, bertahan dalam waktu lama, muncul secara tidak terduga, atau tidak sesuai dengan konteks situasi (Phan & Sripada, 2013). Intensitas dan frekuensi emosi yang berlebihan akan mengganggu penyesuaian sosial dan perkembangan diri individu dalam kehidupanya. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan mengupayakan agar hal tersebut tidak mempengaruhi pikiran rasional kita. Kematangan emosi seseorang yang bagus akan sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari dalam membantu menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Kematangan emosi menurut Yusuf (2001) ialah kemampuan bersikap toleran dan merasa nyaman dengan diri sendiri, serta kemampuan mengontrol diri dan memiliki perasaan menerima diri sendiri serta orang lain, dan juga kemampuan individu untuk mampu menyatakan emosi secara konstruktif sekaligus kreatif. Dengan kematangan emosi kita dapat mengendalikan emosi kita akan lebih berinteraksi dengan rasional daripada menggunakan emosional. Sehingga akan membantu dalam menjaga keharmonisan dengan orang lain.   

Kita sering mendengar bahwa dengan bertambahnya usia kita maka akan seiring dengan bertambahnya kemampuan kontrol emosi serta tingkat kematangan emosi. Namun merujuk pada pemaparan Walgito (2002), pertambahan usia seseorang  tidak selalu beriringan dengan matangnya kemampuan pengelolaan emosi, walaupun memang diharapkan bahwa kematangan emosi akan semakin baik jika dikaitkan dengan pertambahan usia seseorang. 

Jadi kita tidak bisa menyimpulkan bahwasanya orang dengan umur yang lebih tua akan memiliki kematangan emosi yang baik. Namun, melalui memahami  hubungan antara emosi dan afek juga memungkinkan kita untuk mengelola keadaan emosional dengan lebih baik, dan menciptakan hubungan yang lebih baik dengan orang lain.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun