Kabar yang membahagiakan datang dari Suriah, kelompok perlawanan terhadap rezim otoriter yang dimulai sejarah Musim Semi Arab pada 2011 akhirnya membuahkan hasilnya. Setelah mengorbankan darah, air mata, keringat, krisis pengungsi, dan kebangkitan ISIS, Â pada awal Desember 2024, salah satu rezim paling brutal dalam sejarah modern kita, rezim Al-assad tumbang. Sang Presiden, Bashar al-Assad yang mewariskan takhtanya dari sang ayah Hafez al-Assad, kabur meninggalkan Suriah. Semua bergembira, Â para "Pengungsi Suriah" yang tersebar di berbagai negara bisa berbangga atas pembebasan negaranya. Para tahanan politik juga telah dibebaskan. Berbondong-bondong warga Suriah dan dunia menantikan sebuah rezim baru hasil dari revolusi terlama dunia Arab. Ini adalah momen bersejarah bari warga Suriah
Braudel, sejarawan Prancis membagi tiga bentuk sejarah berdasarkan waktunya. Longue dure, yang bergerak sangat lambat atau hampir tidak bergerak hubungan manusia dengan alam atau geografi yang berlangsung sangat lama.  Conjoncture yang bergerak perlahan seperti kehidupan sosial atau ekonomi. Evnementielle atau "peristiwa", sebuah gerak sejarah yang berlalu sangat cepat. Ia Cepat datang dan cepat pergi seperti kejatuhan sebuah kekaisaran atau sebuah negara. Ia bagaikan kembang api dimalam hari yang hanya terlihat sebentar namun langsung hilang dikegelapan malam. Desember ini rakyat Suriah telah menyalakan kembang api mereka. Semua berbahagia dan bersuka cita. Namun pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kehidupan setelah kembang api tersebut hilang di kegelapan malam? Setelah kegembiran ini.
Tentunya rezim baru di Suriah harus lebih baik dan demokratis dari Assad. Dalam banyak sejarah banyak para pemimpin revolusioner yang enggan meninggalkan takhtanya. Contohnya saja Fidel Castro di Revolusi Cuba, Mao Zedong di Revolusi Cina, Gadaffi di Revolusi Libya ataupun Nasser di Mesir. Berkaca dari perjalan Indonesia juga hampir serupa. Soekarno yang memimpin revolusi kemerdekaan melawan kolonialisme tetap memegang masa jabatan sampai tekanan massa dan pegolakan politik akibat G30S. Soeharto yang memimpin revolusi antikomunisme pada 1966 bertahan sampai tekanan massa pada 1998. Kembali ke Suriah, rezim al-Assad sendiri merupakan hasil dari revolusi di Suriah pada 8 Maret 1963 yang menggulingkan pemimpin sebelumnya. Sekarang setelah Assad tumbang muncul tokoh baru yang secara de facto memimpin Suriah, Muhammed Al-Golani. Apakah Golani akan mempertahankan kekuasaannya dengan lama seperti para pemimpin revolusioner yang menggulingkan penguasa sebelumnya? tidak ada yang tau. Yang jelas rakyat Suriah berhak mendapatkan pemimpin yang lebih baik dari Assad. Rakyat Suriah berhak melakukan protes terhadap penguasa tanpa disiksa di penjara. Rakyat Suriah berhak bangga mengatakan pada dunia bahwa "saya orang Suriah". Rakyat Suriah berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Sekian. Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H