Identitas nasional berkaitan dengan nilai-nilai, sejarah, dan cita-cita yang menyatukan suatu kelompok masyarakat dalam suatu ikatan. Identitas nasional dipahami sebagai suatu kondisi dinamis yang terbentuk dari faktor etnisitas, teritorial, bahasa, agama, dan sejenisnya, selain itu dari faktor pembangunan. Dalam identitas nasional itu seperti : 1) internalisasi nilai-nilai budaya masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan; 2) upaya filterisasi berbagai budaya asing yang dianggap membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan budaya Indonesia; 3) pendidikan multikultural untuk menguatkan pondasi setiap individu agar tidak mudah tercerabut akar budayanya. Di sini saya akan menyinggung tentang Kesenian Wayang Thengul Sebagai Upaya Melestarikan Budaya Tradisional Bojonegoro. Â
Bojonegoro adalah salah satu wilayah yang terletak di provinsi Jawa Timur dan memiliki potensi alam yang kaya terutama dari hasil sumber daya alam seperti hasil tambang, migas, pertanian dan keragaman kesenian tradisional yang ada Bojonegoro juga merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora di Jawa Tengah. Bojonegoro dahulu adalah daerah yang pernah dikuasai kerajaan besar yaitu Majapahit yang beragama Hindu-Budha dan Demak yang beragama Islam. Peneliti menarik kesimpulan bahwa sejak dahulu kekayaan bumi dari Bojonegoro sudah diperebutkan oleh banyak kerajaan, sehingga budaya yang terbentuk di Bojonegoro berasal dari berbagai zaman kerajaan yang pernah menguasai wilayah Bojonegoro.
Beberapa kesenian Bojonegoro terancam hilang, yang disebabkan semakin berkurangnya jumlah generasi muda yang tertarik untuk menekuni kesenian tradisional. Salah satunya Wayang Thengul semakin ditinggalkan oleh masyarakatnya dan hanya beberapa daerah di Bojonegoro yang masih melestarikannya. Wayang Thengul Bojonegoro adalah salah satu peninggalan kebudayaan warisan nenek moyang yang masih bertahan di daerah Bojonegoro, namun lambat laun seiring perkembangan zaman memberikan dampak yang sangat berpengaruh bagi kebudayaan. Wayang Thengul adalah icon wayang asli Bojonegoro, wayang ini berbentuk tiga dimensi hampir sama seperti wayang golek dari Jawa Barat dan diiringi iringan pengggoran.
Wayang Thengul memang tidak seperti wayang kulit atau wayang golek yang reputasinya sudah dikenal oleh masyarakat dalam maupun luar negeri, namun Wayang Thengul juga merupakan salah satu warisan tradisi kebudayaan Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur yang hingga layak untuk dilestarikan dan juga memiliki ciri khas yang menunjukkan kesenian dari Bojonegoro.
Masyarakat mungkin hanya mengetahui kesenian tradisional yang sudah sering banyak dibicarakan dan diangkat ke permukaan, walaupun wayang golek dan wayang kulit lebih dikenal secara nasional dari pada Wayang Thengul yang hanya dikenal masyarakat Bojonegoro, namun kurangnya pengetahuan kesenian daerah dapat menyebabkan punahnya kesenian lokal. Sebenarnya wayang golek dan Wayang Thengul dapat dikatakan mirip dari segi bentuk secara visual dan bahan bakunya, namun yang membedakannya adalah pada segi cerita dan karakter khas dari wayang.
Jenis dan keragaman teater tradisional yang ada di Indonesia bersumber dari perbedaan budaya sejumlah etnik yang hidup berdampingan serta saling mendukung dan mempengaruhi, sehingga teater tradisional di suatu daerah mempunyai kesamaan dengan lainnya, dengan tetap memiliki kekhasan daerahnya. Tradisional menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun, sehingga penting dalam pembuatan buku ini tetap berpegang pada pakem yang ada.
Kita di sini akan membahas tentang Masa kehidupan sejarah Indonesia kuno ditandai oleh pengaruh kuat kebudayaan Hindu yang datang dari India sejak abad I yang membedakan warna kehidupan sejarah Indonesia jaman Madya dan jaman Baru. Sedangkan Bojonegoro masih dalam wilayah kekuasaan Majapahit, sampai abad XVI ketika runtuhnya kerajaan Majapahit, kekuasaan pindah ke Demak, Jawa Tengah. Bojonegoro menjadi wilayah kerajaan Demak, schingga sejarah Bojonegoro kuno yang bercorak Hindu dengan fakta yang berupa penemuan-penemuan banyak benda peninggalan sejarah asal jaman kuno di wilayah hukum Kabupaten Bojonegoro mulai terbentuk. Slogan yang tertanam dalam
2 / 2
tradisi masyarakat sejak masa Majapahit "sepi ing pamrih, rame ing gawe" tetap dimiliki sampai sekarang. Â
Bojonegoro sebagai wilayah kerajaan Demak mempunyai loyalitas tinggi terhadap raja dan kerajaan. Sehubungan dengan berkembangnya budaya baru yaitu Islam, pengaruh budaya Hindu terdesak dan terjadilah pergeseran nilai dan tata masyarakat dari nilai lama Hindu ke nilai baru Islam tapa disertai gejolak. Raden Patah, Senopati Jumbun, Adipati Bintoro, diresmikan sebagai raja I awal abad XVI dan sejak itu Bojonegoro menjadi wilayah kedaulatan Demak. Dalam peralihan kekuasaan yang disertai pergolakan membawa Bojonegoro masuk dalam wilayah kerajaan Pajang dengan raja Raden Jaka Tingkir Adipati Pajang pada tahun 1568.
Pangeran Benawa, putra Sultan Pajang, Adiwijaya merasa tidak mampu untuk melawan Senopati yang telah merebut kekuasaan Pajang 1587. Maka Senopati memboyong semua benda pusaka kraton Pajang ke Mataram, schingga Bojonegoro kembali bergeser menjadi wilayah kerajaan Mataram. Daerah Mataram yang telah diserahkan Sunan Amangkurat kepada VOC berdasarkan perjanjian, adalah pantai utara Pulau Jawa, sehingga merugikan Mataram.
Perjanjian tahun 1677 merupakan kekalahan politik berat bagi Mataram terhadap VOC, oleh sebab itu  status kadipaten pun diubah menjadi kabupaten dengan wedana Bupati Mancanegara Wetan, Mas Toemapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan di Jipang pada tanggal 20 Oktober 1677. Tanggal, bulan dan tahun tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Kab. Bojonegoro. Pada tahun 1725 Susuhunan Pakubuwono II naik tahta, pada tahun yang sama Susuhunan memerintahkan agar Raden Tumenggung Haria Mentahun I memindahkan pusat pemerintahan kabupaten Jipang dari Padangan ke Desa Rajekwesi. Lokasi Rajekwesi + 10 Km di selatan kota Bojonegoro. Sebagai kenangan pada keberhasilan leluhur yang meninggalkan nama harum bagi Bojonegoro, tidak mengherankan kalau nama Rajekwesi tetap dikenang di dalam hati rakyat Bojonegoro sampai sekarang. Selain sejarah panjang yang pernah terjadi di Bojonegoro, terdapat juga kekayaan alam dari pertambangan yang sangat potensial di dalamnya dan daerahnya yang berada di perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Memperkenalkan apa itu wayang? Wayang Thengul adalah kesenian tradisi yang berkembang di Bojonegoro. Wayang Thengul ini mirip dengan Wayang golek jawa barat dari segi fisik. Hasil wawancara peneliti dengan narasumber menjelaskan nama thengul berasal dari dua kata thengul dan ngul, thengul yang berarti angan agan dan ngul atau kepanjangan dari ngulandoro berasal dari bahasa Jawa sastra yang berarti mengembara, sedangkan bila disatukan bermakna mengajarkan yaitu nilai sosial melalui Wayang dengan mengembara dari satu tempt ketempat yang lain dan diringi dengan gamelan penggoran. Wayang thengul dalam bentuk secara visualnya mencerminkan ciri khas kerajaan di Jawa bukan pewayangan Mahabarata dan Ramayana, sedangkan cerita yang dipentaskan cenderung menggelar cerita rakyat yang berhubungan dengan mitos, legenda dan sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H