Menggunakan logika panjang, dalam kurun waktu tidak lama sesudah migrasi ke serba daring, pemerintah daerah bisa dan mampu menyiapkan perangkat internet yang terintegrasi sampai ke rumah penduduk.  Lembaga semacam karang taruna, taman bacaan, kelompok pemuda bahkan partai politik yang ada di setiap desa di Banten dapat dipercayakan  mengelola jaringan wifi yang daya dukung teknologinya disiapkan penuh oleh pemerintah.
Bagaimanapun juga masa pandemi diprediksi tidak berapa lama, mengingat kisah vaksin sudah semakin ramai. Tetapi beban orang tua masih menjadi kebutuhan yang nyata beberapa bulan ke depan. Beban inilah yang nampak direspon oleh kebijakan.Â
Pada satu sisi Gubernur Banten mewakili eksekutif  menerapkan kebijakan pemberian kuota dengan segala resikonya, pada sisi lain, instrument partai (mewakli legislatif) yang memiliki institusi hampir di setiap desa belum diberdayakan membuat terobosan "gotong royong" melawan ekosistem kuota.Â
Peran strategis di level wakil rakyat, hak ininsiatif, program aspirasi dapat dijadikan sebagai alat-alat masyarakat madani untuk melawan cengkeraman "konsumen kouta". Jika dana aspirasi merupakan strategi merawat konstituen, toh masih bisa diakselarasikan dalam suatu program yang massive.
Masyarakat Banten masih akan menghadapi dilema kuota beberapa bulan ke depan, maka inisiatif kreatif, inovasi teknologi yang dapat mengubah spot-spot wifi tidak berbayar dapat dikonsumsi oleh anak-anak sekolahan sekampung masih diperlukan. Masyarakat politik di kursi-kusi legislatif perlu kembali turun ke basis untuk menjadi pioneer mendekatkan masyarakat pada internet, mengubah internet dari barang yang dipenuhi oleh komodifikasi dagang menjadi "barang terjangkau" yang merakyat, itulah sesungguhnya peran eksistensial wakil rakyat.
Sementara ini, partai sebagai garda terdepan masyarakat madani masih belum banyak terlihat---mungkin juga ada satu atau dua kegiatan---dalam program nyata, bukan dalam konteks fungsi legislasi atau monitoring atas kebijakan yang diinisiasi oleh eksekutif. Ketika eksekutif sudah menyiapkan peluru kuota, dewan dapat menyiapkan peluru lain yang memperkeil kecil beban orang tua dari kebijakan Mas Menteri Pendidikan yang tidak kunjung well operatived.
 Selain berfokus pada persoalan infrasruktur teknologi dan konsumsi kuota, ada hal lain yang perlu dipikirkan bersama, yakni menghentikan perilaku "serba tugas", "serba video", "serba zoom" dari para pendidik kita, ini menggubah paradigm pendidik. Dedikasi guru di tengah pandemi tidak-lah berubah.Â
Yang berubah adalah perilaku hidup sehat sesuai protokol kesehatan, sedangkan dedikasi untuk mencerdaskan anak bangsa tidak ikut "libur". Work form home, study at home dan jargon sejenis menempatkan rumah sebagai ruang kerja baru , maka ruang dan jam kerja itu yang mesti dipertahankan esensinya. Ruang kerja boleh pindah, jam kerja boleh menjadi fleksibel tetapi esensi transfer of knowledge harus tetap berlangsung dengan baik.
Jadi, tingginya kebutuhan terhadap kuota didorong oleh dua sebab: perilaku pendidik dan tidak tersedianya alternatif teknologi yang merakyat. Karena pemerintah merasa mengeluarkan larangan tatap muka di sekolah, maka kebijakan pemberian kuota masih cukup relevan, tetapi jangan berhenti dititik itu, harus disusulkan pula konsep kebijakan dalam logika yang lebih stratejik.
Logika pemberian kuota adalah logika konsumsi yang di saat keadaan ekonomi masyarakat melemah seperti ini cukup beralasan. Dalam pandangan ekonomi politik, apa yang dilakukan Pemprov  Banten dapat dikategorikan sebagai upaya lain mendorong government expenditure model keynessian.Â
Pemerintah mengambil langkah berbelanja agar ada  geliat ekonomi. Yah, meskipun nilai Rp 13,8 M tidaklah cukup besar untuk disebut sebagai triger dari government expenditure secara nyata, tetapi ini adalah "langkah kuda" yang cukup berani.  Di atas papan catur melawan efek pandemi di Provinsi Banten ini, tidak cukup satu langkah kuda, diperlukan langkah cantik para bidak catur yang mengambil posisi strategis, meski tidak besar tetapi sinergis. Dewan dan partai politik perlu memainkan peran strategis melalui hak inisiatif, berinovasi menggunakan arena dana-dana aspirasi untuk menopang beban pendidikan masyarakat secara langsung di era pandemi.