Mohon tunggu...
Citra. R. Utami
Citra. R. Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Cuma manusia biasa yang suka belajar.

Suka membaca dan menulis. Introver yang menyukai ketenangan. Motto: Jika ingin hidupmu tenang, jangan biarkan orang lain tahu terlalu banyak tentang dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hidup Lebih Tenang dengan Lisan yang Terjaga

19 Januari 2025   06:31 Diperbarui: 19 Januari 2025   06:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saya belajar dari pengalaman seseorang. Betapa hidupnya menderita karena lisan. Dulu sebelum menikah dia orang yang pendiam dengan lisan yang terjaga.

Setelah menikah terjadi perubahan karakter. Kelelahan, masalah rumah tangga, dan kondisi ekonomi mengubahnya menjadi orang yang temperamental.

Tumpukan masalah itu menyebabkan emosi meledak-ledak, tak jarang kesalahan kecil anak-anak membuatnya marah menjadi-jadi.

Teriakan, bentakan, tangis dan jerit anak mewarnai kehidupan rumah tangga. Tak ayal suasana rumah berubah jadi panas. Tidak nyaman.

Sebenarnya dia wanita yang cukup sensitif, dia tahu ada yang salah dan sangat butuh pertolongan, tapi keluar dari siklus itu tidaklah mudah.

Di sepertiga malam, air matanya sering menetes, meminta pada Allah kelembutan dan sifat kasih sayang. Sifat yang dulu pernah menghiasi hati.

Sampai di suatu hari, wanita itu mendengar kajian dari Ust. Nuzul Dzikri. Ada kalimatnya yang membekas di hati.

"Apa yang kita ucapkan mempengaruhi taufik dan hidayah Allah pada diri kita atau anggota tubuh lain.

Jika Anda melihat kerasnya hati Anda, lemah badan, seret rezeki, ketahuilah Anda pasti baru saja berbicara hal yang tidak bermanfaat. Membicarakan hal yang bukan urusan Anda.

Jangan terlalu berharap shalat khusyuk kalau hari itu kita ghibahin orang.

Itu hanya bicara yang tidak bermanfaat, bagaimana ghibah, fitnah, ngomong kotor, caci maki orang? Jangan harap bisa shalat dengan benar.

Apa yang kita ucapkan pengaruhnya ke mana-mana. Tidak simple. Hati kalau sudah keras menghadapi anak tidak sabar. Awalnya tidak bisa jaga lisan.

Bisa jadi enggak bisa jadi lisannya bukan ke anak, ke orang lain. Pulang ke rumah dengan hati keras, kesalahan kecil jadi masalah besar."

Seketika pandangan menjadi jelas. Dulu dia pikir hatinya yang perlu diperbaiki lebih dulu, ternyata pikiran itu salah. Semuanya berawal dari lisan.

Tidak akan lurus iman seseorang hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hati sampai lurus lisannya. Maka lisan barometer keimanan.

Jika lisan baik, hati dan iman ikut baik. Dari sana dia mulai belajar mengendalikan lisan. Berusaha diam saat marah. Lebih baik diam daripada berbicara yang buruk.

Setelah mencoba terlihat hasilnya. Saat lisan terkendali, emosi lebih mudah dijaga. Hati lebih lembut, tidak keras dan berkurang sikap kasarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun