Kratingdaeng Pengisi Energi Untuk Aktivitas Sehari-hari
Kadang saya berharap waktu sehari adalah 48 jam, karena rasanya 24 jam sudah tidak cukup bagi saya. Saya bukan workhaholic parah sih, tapi saya ‘diancam’ sama seseorang yang ada di dalam kepala. Kebayang dong kayak jadi penderita schizophrenia, di otak ada yang berteriak “Kamu masih muda, ayo dong bikin sesuatu yang berguna!” di lain waktu bakal kedengaran seperti ini “Citra! Waktu itu nggak nunggu!” Kedengarannya saya agak memaksa diri sendiri, tapi sebenarnya saya menikmati—nggak semua orang kan, dapat kesempatan seperti yang sedang saya jalani sekarang ini.
Saat ini saya berprofesi sebagai guru SMA dan juga penulis. Cita-cita saya dulu sederhana saja; bahagia, berguna dan lakukan apa yang saya bisa. Tapi, ternyata hal yang katanya sederhana itu perlu energi ekstra supaya bisa jadi nyata. Untungnya, saya memiliki minuman energi favorite saya, Kratingdaeng! Minuman ini bikin otak saya tetap berpikir jernih dan tenaga yang nyaris nggak ada habisnya. Bayangin, saya memulai hari itu sejak pukul tiga dini hari. Saya menerapkan metode menulis ala penulis kesayangan saya Haruki Murakami, jika Murakami memulai pukul empat saya memulai satu jam lebih awal. Dan, menulis di waktu tenang seperti itu, bisa membuat prosesnya lebih lancar. Setelah jam tujuh pagi saya harus ke sekolah sampai pukul dua siang. Sore haripun selalu ada kegiatan, tiga kali seminggu ada latihan pemantapan cerdas-cermat, di sore kosong lainnya saya isi dengan latihan Zumba (saya suka menari sekaligus olah raga seperti ini) membaca buku sebelum tidur dan mempersiapkan bekal buat mengajar keesokan harinya. Jika, ada hari libur saya akan mengunjungi rumah buat bertemu keluarga.
Energi dari Kratingdaeng bisa Membuat Saya Mewujudkan Resolusi 2014 Saya!
Di akhir tahun 2013 ini saya merasa bahwa saya bekerja terlalu keras sampai saya melakukan satu tindakan ‘egois untuk diri sendiri’ di pekan kemarin, di saat orang lain sudah liburan semester atau cuti bersama, saya masih disibukkan masalah raport dan try out persiapan Ujian Nasional siswa kelas XII. Di liburan Natal yang cuma sehari saya manfaatkan untuk berlibur, setelah janjian dengan seorang teman dari Jakarta lewat CouchSurfing kami sepakat mengunjungi pulau yang berada tak jauh dari tempat tinggal saya (saya sudah empat tahun tinggal di daerah ini tapi saya baru pertama kali mengunjungi pulau tersebut)
Menginjakkan kaki di pulau (yang tidak ingin saya sebutkan namanya) itu membuat saya langsung jatuh cinta dan ‘mengklaim buat menyenangkan hati saya sendiri’ bahwa itu adalah pulau pribadi saya hehehehe, karena kebetulan di hari itu pengunjung pulau itu hanya kami berdua. Pulau itu cantik, dengan pantai pasir putih, padang ilalang yang hijau di musim hujan serta bukit yang tidak terlalu tinggi untuk didaki, pemandangan lautnya indah, udaranya segar, sinar mataharinya yang hangat. Ada beberapa berugak dan pondok-pondok kecil di sekitar pantai. Tapi, ada yang benar-benar mengganggu saya, yang bikin saya sedih dan juga risih! Banyak sampah di sekitar pantai! Sampah plastik bekas makanan adalah sampah terbanyak. Tidak bermaksud menyalahkan, tapi ... hey guys! Kalau kalian berniat mengunjungi alam, hormati alam sebagai tuan rumah dong! Okay , tamu memang raja tapi jadilah raja yang bijaksana! (Plastik bisa dikira cumi-cumi atau ubur-ubur oleh hewan laut pemangsanya, dan please pikirkan berapa banyak hewan laut mati gara-gara-gara keliru mencerna juga pikirkan dampak jangka panjangnya. Dan, harus aku katakan aku tak ingin di sekitar ‘pulau’-ku ada ‘pulau sampah’. Pernah dengar tentang Pacific trash vortex atau the great pacific garbage patch, kan?)
Jadi, inilah resolusi 2014 saya adalah, sebulan sekali (pilih hari sepi pengunjung) saya harus mengunjungi ‘pulau pribadi’ saya membawa karung dan beberapa siswa saya untuk membersihkan sampahnya karena setahu saya belum ada kesadaran dari daerah untuk menurunkan petugas kebersihan. Semoga resolusi ini bisa terwujud, mungkin buat kebanyakan orang terlalu sepele memikirkan sampah permen atau snack yang bisa dibuang begitu saja secara sembarangan, tapi saya percaya harus ada orang yang peduli dan kita juga harus mengubah kebiasaan buruk menjadi satu budaya baik. Yuk peduli lingkungan, yuk kita hidup selaras dengan alam.
*Alasan kenapa saya tidak mau bilang nama ‘Pulau Pribadi’ saya karena saya nggak mau pengunjung ilfeel sebelum berkunjung kemari. Abaikan sampahnya (sementara) dan kunjungi pulaunya, mari kita sukseskan program Visit Indonesia
Foto: Dokumen Pribadi
Terima kasih Suryagama Harintabima buat jepretan keren foto-foto Pulaunya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H