Oleh : Citra Racindy
"Penguatan budaya literasi adalah kunci memajukan negeri ini".
-Lenang Manggala
Â
Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk taraf kehidupan bangsa. Hal ini tercantum dalam tujuan pendidikan nasional dan tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi :
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab".
Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa itu sendiri. Salah satu hal yang paling berengaruh dalam pendidikan adalah tingkat minat baca peserta didik, karena membaca merupakan jendela dunia. Dengan membaca, maka kita sedang menggali informasi dari berbagai belahan dunia secara gratis.
Di zaman digital ini, berdasarkan pengamatan saya selama menjadi guru, terlihat jelas bahwa perpustakaan-perpustakaan telah mengalami penurunan pengunjung. Di mulai dari beberepa factor: pertama, kurang menariknya penampilan perpustakaan sekolah sehingga anak-anak terkesan tidak tertarik untuk mengunjunginya.Â
Kedua, mudahnya akses digital yang membuat para pembaca tidak perlu lagi mengunjungi perpustaakan untuk mencari referensi tugas. Dan yang terakhir adalah berkurangnya minat literasi di lingkungan sekolah.
Hal ini sejalan dengan tanggapan UNESCO yang menyebutkan fakta indeks baca mesyarakat Indonesia hanya di angka 0,001% atau dari 1000 orang Indonesia. Hanya 1 orang yang rajin membaca. Sementara itu, PISA atau Programme for International Student Assesment sebuah studi internasional juga menilai kualitas sistem pendidikan dengan mengukur hasil belajar yang esensial untuk berhasil di abad ke-21 menyatakan hasil PISA pada tahun 2022 ini terkait literasi khususnya membaca, meunjukkan peringkat 11 terbawah dari 81 negara yang didata.
Â
Mengapa minat literasi di Indonesia rendah?
Menurut KBBI literasi adalah kemampuan menulis dan membaca; pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas ternteu; kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Ibnu Adji Setiawan (2018:1) meyatakan istilah literasi sudah mulai digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi tetap merujuk pada kemampuan atau kompetensi dasar literasi, yakni kemampuan membaca dan menulis. Intinya, hal yang paling penting dari istilah literasi adalah bebas buta aksara supaya bisa memahami semua konsep secara fungsional, sedangkan cara untuk mendapatkan kemampuan literasi ini adalah melalui pendidikan.
Dari hasil pengamatan saya, rendahnya minat baca peserta didik disebabkan oleh dua faktor, yaitu factor internal dan faktpr eksternal. Pengamatan ini sejalan dengan pendapat Prasetyono (2008:29) yang mengemukakan bahwa rendahnya minat literasi pada peserta didik disebabkan oleh beberapa factor internal dan eksternal. Factor internal berasal dari peserta didik itu sendiri dan factor eksternal yang berasal dari luar diri peserta didik. Kurangnya kebiasaan berliterasi pada peserta didik terjadi juga karena dalam diri mereka belum terbangun kesadaran tentang pentingnya membaca dan menulis.
1. Faktor internal
Membiasakan kegiatan membaca pada peserta didik tentu tidak mudah, agar peserta didik terbiasa melakukan kegiatan membaca, hampir seluruh sekolah membuat program sekolah literasi, rabu literasi dan lainnya. Minat baca pada peserta didik ini harus terus ditingkatkan karena sangat berpengaruh pada peradaban bangsa. Kurangnya minat berliterasi peserta didik, juga berkaitan dengan kurangnya minat belajar mereka. Minat belajar peserta didik berkurang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti penyampaian materi pelajaran yang kurang menarik membuat peserta didik cepat bosan. Karena terjadi pertemuan lintas generasi, gurunya generasi X atau Y dan Z sedangkan muridnya sekarang generasi alpha yang akrab dengan digital.
Selanjutnya, kurangnya literasi siswa juga disebabkan oleh motivasi belajar yang rendah. Kurangnya pemahaman mereka tentang tujuan sekolah, makna pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Sehingga mereka bersekolah hanya untuk menjalankan rutinitas wajib dari pemerintah demi ijazah untuk bisa bekerja yang tujuan akhir mereka adalah memperoleh uang. Sehingga roh pendidikan tidak memiliki makna hanya sebatas kewajiban dan rutinitas seharian di sekolah.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah yang berasal dari luar diri peserta didik seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Perhatian orang tua juga sangat memengaruhi untuk meningkatkan budaya literasi pada peserta didik. Banyak orangtua yang hanya menyerahkan anak mereka sepenuhnya kepada sekolah. Sekolah dengan jumlah banyaknya peserta didik tidak memungkinkan untuk bisa mendampingi keseluruhan peserta didik. Maka perlunya peran orang tua dalam menanamkan budaya literasi dilingkungan rumah untuk membiasakan mereka dilingkungan awalnya. Sehingga di sekolah hanya melanjutkan kebiasaanny.
Sejalan dengan lingkungan sekolah, sekolah juga terus berupaya untuk meningkatkan budaya literasi dengan berbagai program literasi sampai pada pengadaan perpustakaan sekolah. Seperti di SMP N 6 Medan yang melakukan kegiatan rutinitas Rabu-Literasi yang dilakukan pada jam pembelajaran pertama dengan kegiatan (membaca, menulis dan menceritakan kembali isi buku dari yang telah dibaca peserta didik) hal ini tidak hanya dilakukan oleh peserta didik saja, melainkan guru juga berpartisipasi aktif sebagai pelaku literasi tersebut.
Pengelolaan perpustakaan yang di desain ramah anak dan tidak membosankan juga bisa menjadi alternatif untuk meningkatakn literasi peserta didik untuk mau berkunjung ke perpustakaan. Perpustakaan yang dengan desain seperti ruang kerja akan sangat membosankan untuk generasi alpha. Di cat dengan penuh warna yang meningkatkan gairah mereka agar betah di ruangan tersebut. Kursi yang estetik juga mampu membuat peserta didik betah untuk berkunjung ke perpustakaan dan terakhir adalah membiasakan peserta didik untuk mengerajakan tugas mencari referensi dari buku yang ada di perpustakaan bukan dari internet. Buku yang ada di perpustakaan juga harus disesuaikan dengan jenjang baca peserta didik dan dilengkapi dengan buku ilmiah sebagai referensi tugas. Tidak hanya buku paket yang tebal saja.
Lingkungan masyarakat yang sangat memengaruhi pola pikir dan kebiasaan peserta didik juga harus bekerja sama untuk bisa menciptakan budaya literasi yang meningkat. Teman sepermainan peserta didik banyak yang mengajak melakukan kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat, seperti bermain game online. Game online ini sudah sangat menjadi bagian hidup dari generasi alpha. Kesenangan mereka sudah di gantungkan dari bermain game online yang lebih banyak dampak negatifnya seperti merusak mata dan juga membuang waktu dengan sia-sia. Padahal ada banyak sekali hal yang bisa dilakukan peserta didik seperti belajar bersama, dan mengerjakan tugas rumah bersama.
Â
Mengajak Peserta didik Menulis Buku
Â
Menurut Lenang Manggala cara terbaik untuk menanmkan budaya literasi yang kuat pada seseorang adalah dengan menjadikannya sebagai seorang penulis. Karena seorang penulis, secara otomatis akan melewati tahapan membaca, berpikir dan tentu saja menulis serta berkreasi. Dari pendapat diatas, artinya upaya dalam meningkatakan budaya membaca adalah dengan menjadikan peserta didik sejak dini menjadi seorang penulis. Seseorang yang dipaksa untuk menulis maka dia secara tegas juga dipaksa untuk membaca. gerakan menulis buku untuk peserta didik bisa dilakukan dengan sederhana mulai dari buku antologi sampai pada buku tunggal. Tidak harus menulis artikel ilmiah yang bagi mereka adalah hal yang menakutkan, Cukup dengan memberikan mereka kesempatan untuk menulis cerpen dan menulis puisi.
Seseorang yang sudah dilibatkan dalam menulis akan menciptakan rasa senang membaca. karena seorang penulis membutuhkan banyak referensi bacaan yang dibutuhkan untuk mendukung tulisan-tulisannya. Sehingga secara tidak langsung kegiatan menulis bisa menumbuhkan minat baca peserta didik itu pula. Seseorang yang suka menulis juga akan selalu haus informsi. Dan infromasi diperoleh dari proses membaca. Tak hanya membaca buku sebagai referensi tulisan mereka, di dalam proses menulis siswa juga dapat mengolah apa yang mereka liat, baca, dengar dan rasakan menjadi suatu yang bermakna.
Melalui proses menulis itu pulalah peserta didik sekaligus mengembangkan kompetensi gramtikal, kompetensi tekstual dan kompetensi sosial linguistik yang dapat menghasilkan tulisan yang menarik hati pembaca. Biarkan para peserta didik menulis tanpa tekanan sehingga mereka dapat lelasa mengembangkan kreatifitasnya masing-masing sampai berwujud suatu tulisan yang menurut mereka bagus.
Peranan guru dalam mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran menulis juga sangat besar. Bentuknya adalah guru harus terus menerus menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik dapat terus berproses dengan tulisannya. Guru juga harus dapat membantu peserta didik dalam membangkitkan ide-ide, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengedit kembali tulisannya, dan guru dapat memberikan saran untuk perbaikan tulisan mereka yang dilakukan dengan simpatik dan bersahabat pada peserat didik.
Â
Kesimpulan
Di zaman digital sekarang ini, Indonesia harus dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini bisa dimulai dengan meningkatkan budaya lietarsi sejak dini. Dengan meningkatnya budaya literasi akan berpengaruh baik terhadap kecakapan seluruh masyarakat Indonesia untuk bernalar kritis terhadap kehidupan sehari-hari, khususnya menghadapi tantangan globalisasi.
Meningkatan literasi adalah PR penting bagi seluruh elemen masyarakat agar tujuan pendidikan di Indonesia dapat terealisasi dengan baik. Kolaborasi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga harus konsisten demi terwujudnya peningkatan literasi di Indonesia. Peran keluarga untuk membiasakan literasi dilingkungan rumah, dan lingkungan sekolah yang terus berupaya membuat semangat belajar peserta didik. Meningkatkan dan menumbuhkan motivasi belajar peserta didik agar tercipta budaya literasi dalam diri peserta didik atas kesadaran bukan karena paksaan yang membuat mereka melakukannya setengah hati.
Pengelolaan perpustakaan yang ramah nak, membuat perpustakaan yang tidak membosankan dan juga menarik sehingga peserta didik senag berkunjung dan merasa betah ketika berada di dalamnya untuk terus mencari informasi, dan menghibur diri dari buku yang mereka baca. Lingkungan masyarakat juga harus terus memberikan kesadaran pentingnya berliterasi demi keberlangsungan hidup seseorang dalam meraih masa depan mereka. Memilih pertemanan yang suka membaca dan menulis. Membaca lingkungan sekitar untuk dituliskan dalam program pembelajarann menulis di sekolah yang di bimbing oleh para guru di sekolah. Mengamati alam dan mengamati lingkungan sosial serta mencari referensi lainnya di buku untuk tulisan yang akan mereka tuliskan.
Mengajak para peserta didik untuk menjadi penulis sejak dini merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan budaya literasi. Karena dengan menulis mereka harus melakukan proses membaca, menganalisis dan mengkreasikan tulisan agar tidak terlihat sama persis dengan tulisan yang menjadi referensi buku atau tulisan mereka.
Â
Daftar Pustaka
Prasetyono, D.S. (2008). Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca pada Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Think Yogyakarta.
Setiawan, Ibnu Aji. (2018). Kupas Tuntas Jenis dan Pengertian Literasi. Online: gurudigital.id
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
https://www.rri.co.id/daerah/649261/unesco-sebut-minat-baca-orang-indonesia-masih-rendah (diakses pada tanggal 21/8/2024 : 13.03 WIB)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H