Mohon tunggu...
Citra Oktas
Citra Oktas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hi!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Terhadap BBM Bersubsidi

12 Oktober 2022   06:26 Diperbarui: 12 Oktober 2022   06:34 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mekanisme earmarking yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikenal dengan meanisme revenue sharing atau bagi hasil. Mekanisme ini dapat dilhat dalam Pasal 94 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menjelaskan bahwa hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan sebesar 70% kepada kabupaten/kota. 

Berdasarkan Pasal tersebut pemerintah hanya mengalokasikan besarnya dana saja, namun tidak memfasilitasi ketentuan khusus. Peruntukan dana bagi hasil diberikan kepada pemerintah daerah berdasarkan kebutuhan masing-masing.

Awalnya Undang-Undang Pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 diubah menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009. 

Menurut UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor tarif paling tinggi sebesar 10%. Dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dilakukan secara diskriminatif antar daerah maupun antar jenis kendaraan. 

Pemberlakuan diskriminatif ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing akibat perbedaan harga jual perliter pada BBM yang berbeda serta untuk mengurangi tingkat konsumsi BBM di masyarakat agar berkurangnya besaran subsidi pada penerimaan APBN masing-masing daerah.

Faktanya pemberlakuan penetapan baru ini masih mengalami kendala yang menyebabkan pemerintah membuat kebijkan untuk menyamaratakan harga BBM meskipun harga tersebut tidak mencerminkan harga ekonomi. 

Adapun jenis BBM yang masih bersubsidi antara lain jenis premium dan solar. Pada jenis BBM ini mengakibatkan peningkatan tarif PBBKB yang diikutin dengan kenaikan harga BBM perliter sehingga perlu dilakukan secara hati-hati mengingat besarnya dampak sosial yang ditimbulkan. Peningkatan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ini diharapkan dapat mengurangi subsidi serta dapat meningkatkan penerimaan PAD.

Kendala lain pada penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yaitu rendahnya kesadaran masyarakat akan penghematan BBM. Selain itu adanya diskriminatif tarif ini tidak dapat mengurangi subsidi APBN secara signifikan. 

Dampak dari rendahnya tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ini yaitu terbatasnya penyediaan transportasi yang aman dan nyaman akibatnya meningkatnya pengguna kendaran pribadi yang menggunakan premium dan solar sehingga semakin besar jumlah konsumsi BBM di masyarakat.

Adapun tujuan dari pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ini dalam taxing power yaitu dapat menghasilkan kebijakan khusus dalam proses penetapan besaran subsidi BBM dalam APBN. 

Kebijakan tersebut antara lain, perlu adanya sistem pengawasan untuk menghindari terjadinya black market atau kelangkaan BBM, Perlu adanya kesiapan dari sistem, mekanisme dan sarana prasarana yang memadai serta adanya sosialisasi sebelum pemberlakuan penetapan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk menghindari gejolak dari masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun