Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sebenar-benarnya Akses Energi

2 Maret 2018   15:16 Diperbarui: 2 Maret 2018   16:29 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akses listrik untuk kegiatan produktif dan tersedia secara berkesinambungan adalah "sebenar-benarnya listrik" yang kita perlukan.

Melistriki Desa

Pemerintah saat ini memiliki tiga pendekatan penyediaan listrik untuk daerah perdesaan di Indonesia: ekspansi jaringan PLN, program pra-elektrifikasi dengan penyediaan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE), dan penyediaan listrik energi terbarukan micro-grid off-grid. Perluasan jaringan adalah pendekatan berbasis pembangkitan listrik terpusat (centralized generation) yang punya beberapa syarat untuk masuk skala keekonomian. Selain jarak, perluasan jaringan hanya efektif bila daerah sasaran memiliki populasi yang cukup tinggi. Dalam sistem pembangkitan terpusat, juga terdapat risiko susut tenaga listrik (losses) dengan jalur distribusi dan transmisi yang panjang. Tenaga listrik yang hilang sepanjang jalur distribusi ke pengguna akhir mempengaruhi besaran biaya pokok penyediaan listrik. Karenanya, keandalan jaringan mutlak diperlukan untuk memastikan penyediaan listrik yang berkualitas. Lagi, ini memakan biaya yang tak sedikit.

Sementara itu, program penyediaan LTSHE haruslah dipandang sesuai tujuannya: pra-elektrifikasi. Dengan definisi akses energi yang menyasar kegiatan produktif, program pra-elektrifikasi justru belum bisa disebut sebagai langkah strategis penyediaan akses energi untuk pembangunan. Ini adalah langkah "pemadaman kebakaran", tindakan sementara, karena sebatas menyediakan penerangan. Di samping itu, distribusi LTSHE sangat bergantung pada data yang disampaikan oleh pemerintah daerah dan kesadaran pemerintah daerah setempat. Bupati haruslah mengajukan desa mana saja yang menjadi target distribusi LTSHE, artinya desa yang tak diajukan dalam proposal tersebut akan terlewatkan. Sementara data sering menjadi kelemahan kita di Indonesia, pemerintah harus memastikan bahwa distribusi ini mencapai sasaran yang tepat.

Karena pembangkitan terpusat sulit menjangkau perdesaan dan distribusi LTSHE bersifat jangka pendek, maka pendekatan desentralisasi energi dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan setempat adalah pilihan yang bisa menjawab tantangan pemenuhan akses energi di Indonesia. Pilihan ini seharusnya bisa menjadi prioritas melistriki desa, mengingat potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar. Tiga sumber energi terbarukan yang jamak ditemui di banyak desa di Indonesia adalah air, angin, dan surya. Dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan tersebut, dapat dibangun pembangkit listrik skala kecil dengan jaringan mini-grid atau micro-grid.Pendekatan ini juga memiliki beberapa prasyarat: komunitas yang berdaya, pemerintah daerah yang memiliki kapasitas, hingga keberadaan insentif finansial. Desa mandiri energi seperti Kamanggih di Pulau Sumba bisa menjadi salah satu contoh praktek terbaik, namun menduplikasi Kamanggih untuk banyak desa lain di Indonesia tidak bisa dilakukan tanpa terlebih dahulu memastikan faktor-faktor pendukung yang ada di sana juga tersedia di lain desa.

Melistriki desa memang tak mudah, sehingga perubahan paradigma penyediaan akses energi dan membuka mata akan adanya beragam cerita pemenuhan energi desa dengan energi terbarukan setempat adalah pembelajaran yang sangat bisa dijadikan cetak biru desentralisasi energi di Indonesia.

The time is now.

Marlistya Citraningrum, millennial, pengelola program energi berkelanjutan di sebuah lembaga pemikir di Jakarta 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun