Sebagai seorang warga kelas menengah yang masih cukup sadar dengan pengeluaran, saya termasuk orang yang ingin memanfaatkan momen Harbolnas dengan baik.Â
Perhelatan diskon besar-besaran yang digelar oleh banyak lapak penjual daring ini memberikan saya kesempatan untuk membeli sesuatu dalam jumlah yang cukup banyak dengan harga yang terjangkau.
Saya membeli sejumlah barang dengan harga diskon 50% plus gratis ongkos pengiriman. Dengan banyaknya orang yang melakukan hal serupa, saya memang tidak berekspektasi pesanan saya akan datang dalam jangka waktu yang normal (5-7 hari kerja, dengan posisi tujuan di luar Jakarta).Â
Apalagi karena toko daring yang bersangkutan memberikan pengumuman bahwa pengiriman dilakukan bertahap hingga minggu ketiga Desember 2017. Saya mendapatkan notifikasi melalui surel bahwa sebagian barang yang saya beli telah dikirim.
Hingga awal Janauri 2018, barang yang sudah diberangkatkan dari Jakarta ini tak kunjung sampai. Status pengiriman tak berubah, barang berada di kota terdekat dari alamat tujuan namun tak kunjung diantar.Â
Beragam "keluhan" (yang halus dan yang kurang halus) telah dialamatkan pada toko daring ini melalui media sosialnya, terutama karena ketidakjelasan informasi yang diterima oleh pembeli.Â
Sementara pembeli telah menyelesaikan tanggung jawab dengan membayar sesuai tenggat waktu yang diberikan, penjual sendiri tidak menindaklanjuti dengan layanan paskapenjualan yang paripurna.
Dengan ketidakjelasan ini dan setelah melakukan komunikasi dengan toko penjual namun tanpa hasil; saya akhirnya melayangkan pengaduan resmi kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk menindaklanjuti hal ini.
Hak-hak Konsumen
Dalam proses jual beli baik barang atau jasa, perlu disadari dulu bahwa konsumen memiliki hak dan juga tanggung jawab. Hak-hak konsumen ini dilindungi dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mencakup beberapa hal, di antaranya:Â
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; serta hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
YLKI sebagai salah satu lembaga yang bekerja dalam ranah perlindungan konsumen juga mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang bertanggung jawab, misalnya dengan waspada dan kritis terhadap informasi, harga, dan mutu produk yang digunakan; serta bertindak memperjuangkan apa yang menjadi haknya dan menjamin konsumen memperoleh perlakuan adil.
Sebagai lembaga yang memfasilitasi konsumen dan pelaku usaha (penjual), YLKI juga memiliki prosedur pengaduan yang jelas, dari mana saya belajar untuk mengadu secara beradab.
Melayangkan Pengaduan Perlu Bukti
Mengadu secara beradab melalui YLKI memang tidak sederhana. Tentunya jauh lebih mudah melakukan keluhan secara langsung melalui surel atau media sosial.Â
Keputusan saya untuk melayangkan pengaduan secara resmi dilandasi keinginan untuk bisa menyampaikan pengaduan dengan kekuatan hukum yang sah, mengenali hak sebagai konsumen, dan harapan supaya pelaku usaha dapat memberikan hak-hak konsumen dengan jelas dan benar (yang tentunya tak terbatas pada saya saja sebagai satu konsumen yang mengadu).
Untuk bisa melakukan pengaduan melalui layanan resmi YLKI di sini, perlu diketahui bahwa YLKI memiliki ketentuan penindaklanjutan pengaduan, beberapa di antaranya adalah sengketa ini antara pelaku usaha dan konsumen akhir (bukan untuk dijual kembali), ada indikasi pelanggaran hak konsumen sesuai UU, kerugian yang bisa dituntut sifatnya materiil, dan bahwa konsumen sudah melakukan pengaduan pada pelaku usaha secara tertulis namun tidak ada tanggapan.Â
Ada beberapa syarat dan ketentuan lain yang bisa dibaca juga di laman tersebut, guna memastikan bahwa pengaduan yang dilayangkan oleh konsumen adalah pengaduan valid dan memiliki basis bukti yang kuat.
Tapi ya begitu prosedurnya, sehingga kita juga belajar merunutkan peristiwa, menuliskannya dengan gamblang, dan memahami aspek legal mengenai hak konsumen.Â
Kapan pesan, apa yang dikomunikasikan dengan pelaku usaha, barang apa yang sudah dikirim, kapan dikirim, kapan sampai, apa statusnya; sampaikan sejelas-jelasnya. YLKI juga mensyaratkan bukti komunikasi dengan pelaku usaha (screenshot dari surel, Twitter, Instagram, apa saja yang tertulis) untuk mendukung pengaduan.Â
Di formulir yang tersedia juga ada kolom "tuntutan", di mana kita bisa mengisi apa yang diinginkan. Setelahnya, untuk memproses pengaduan, ada biaya iuran sebesar Rp 10.000, yang salah satu fungsinya digunakan YLKI untuk memelihara sistem layanan pengaduan tsb.
Sampai di sini perlu diingat kembali bahwa tidak semua pengaduan yang disampaikan ke YLKI akan ditindaklanjuti (yaitu fasilitasi) dengan pihak-pihak terkait.Â
Apabila pengaduan disampaikan dengan jelas dan memenuhi indikasi pelanggaran hak konsumen, maka YLKI akan melayangkan surat kepada pelaku usaha, kementerian terkait (dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen di Kementerian Perdagangan), dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (karena melibatkan perdagangan daring).
Perlu diingat pula bahwa jalur ini bisa ditempuh setelah saya (sebagai konsumen) melayangkan pertanyaan dan keluhan beberapa kali melalui surel dan media sosial.Â
Ketika tidak ada tanggapan hingga waktu yang saya anggap tidak dapat ditolerir, barulah saya melayangkan pengaduan ke YLKI. Terhitung 2 hari sejak surat dari YLKI dilayangkan pada pelaku usaha dan pihak-pihak terkait, saya menerima telepon dari pelaku usaha mengenai kejelasan pemesanan saya dan penyelesaiannya.Â
Saya mengapresiasi usaha mereka dan mengingatkan pula bahwa penyelesaian masalah saya tidak serta merta menggugurkan tanggung jawab mereka pada konsumen lain.Â
Dalam telepon tersebut juga disampaikan bahwa pelaku usaha yang bersangkutan sedang mengusahakan penyelesaian masalah konsumen lain dan mencari alternatif solusi. Semoga ini ditindaklanjuti dengan profesional dan diselesaikan dengan baik pula.
Pengaduan melalui YLKI memang sangat membantu dan memiliki kekuatan "suara" yang lebih besar dibanding suara saya sendiri. Dari kasus ini saya pun belajar untuk memahami hak dan tanggung jawab konsumen, serta perlindungan hak yang dijamin secara hukum.Â
Saya juga belajar mengenai penyampaian aduan yang bertanggung jawab dan berbasis bukti, dengan bahasa yang juga baik dan benar pada koridornya.
Seorang teman bertanya ketika tahu saya mengadu melalui YLKI, "Emang worth it? Komplen kan perlu ekstra energi...."
Tentu saja bagi saya ini worth it. Bernilai. Bukan soal penyelesaian masalah saya (yang jangka pendek banget), ini juga soal edukasi bagi saya sebagai konsumen.
Catatan bagi pelaku usaha untuk pembenahan layanan (sayang bila nama besar pelaku usaha tercoreng karena layanan yang kurang memuaskan), dan harapan supaya selesainya permasalahan ini tak berhenti sampai di saya namun juga konsumen lain.
Citra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H