Kemarin, saat sedang berselancar di akun Instagram Hamish Daud (#eaaa), tak sengaja saya menemukan sebuah komentar netijen yang budiman. Posting yang dikomentari adalah serial foto saat Hamish mengajak Raisa untuk diving di masa bulan madu mereka.
Berikut komentarnya:
Di luar "maksud baik" pengirimnya (siapa yang tahu ya), ini hanya contoh kecil bagaimana kita kurang bisa menempatkan diri di dunia internet (dan secara lebih luas di dunia digital). Bukan hanya tidak sopan, ujaran tersebut juga merangsek ke wilayah privat yang seyogyanya tidak kita urusi.
Etika komunikasi dunia siber
Istilah dunia maya untuk mewakili internet menurut saya kurang pas. Dunia maya itu dunia seperti dunia game MMROG (massively multiplayer online games). Dunia seperti MMOG itu adalah dunia virtual, cocok disebut maya, karena memang diciptakan dunianya, karakternya, hingga visi dan misinya.
Menganggap bahwa dunia internet adalah dunia maya sedikit banyak mempengaruhi kita dalam menggunakannya dan berinteraksi di dalamnya. Saya cenderung menyebutnya dunia siber (cyberspace), dan tetap menganggapnya dunia nyata karena di dalamnya saya temui mereka-mereka yang memang ada di dunia ini. Hal ini sungguh membantu dalam meredam segala bentuk keinginan sesaat terbalut emosi tanpa penelitian mendalam (halah) untuk ngeshare, komen, atau menulis sesuatu. Godaannya memang berat. Heu.
Ragam etika komunikasi dunia siber ini sudah banyak diulas. Tak terbatas pada bagaimana berkomentar atau berdiskusi, juga ke hal-hal resmi dan profesional seperti mengirim lamaran pekerjaan atau berkirim surel pada dosen. Yakali kirim surel ke dosen pake wkwkwkwk.
Fenomena ini terjadi seiring dengan perkembangan dunia digital dan bagaimana kita mengadopsinya. Dan karena itulah muncul juga pemikiran-pemikiran dan implementasi mengenai perlunya digital quotient (DQ), sebuah kompetensi terkait dunia digital.
Dulu segmented, kini menjadi "keharusan"
Setidaknya hingga 10 tahun yang lalu, hal-hal yang berhubungan dengan dunia digital dan IT itu adalah sebuah ranah yang spesifik, dengan profesi yang dijalani oleh mereka-mereka yang ahli pula. Kini, hampir semua sisi kehidupan kita berhubungan dengan itu; dari model dan sistem pendidikan, cara belanja, moda transportasi, hingga perbankan. Sekolah dari tingkatan terendah, sudah memasukkan pembelajaran digital dan multimedia pada murid-muridnya.
Iya, Generasi Z adalah generasi yang sepenuhnya terekspos pada dunia digital; karenanya mereka disebut digital natives. Tahun kelahiran Generasi Z ini masih menjadi perdebatan terbuka, namun di sini saya sebut sebagai mereka yang lahir setelah tahun 1996. Generasi Z tertua di tulisan ini berarti hampir atau sudah lulus kuliah.
Permasalahan dari dunia digital dan IT ini dan generasi kita adalah laju perkembangan yang tak seimbang. Ibaratnya dunia digital dan IT berkembang secara eksponensial, sementara kemampuan kita generasi sebelum Generasi Z mengikutinya barangkali linear. Banyak dari kita yang tidak mengenal internet sampai usia dewasa dan paruh baya. Saat itu, kemampuan kita mengikuti teknologi juga mulai melambat, mikir aja kadang ngos-ngosan, cyin.