Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Irilah dengan Desa Ini

26 Agustus 2017   19:22 Diperbarui: 18 September 2017   09:23 2169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai Mbakuhau dan rumah turbinnya (Dokumentasi Pribadi)

"Ayo semuanya pindah ke mobil depan," kami diminta turun. Setelah melewati padang yang sedang cantik-cantiknya, mobil yang kami tumpangi berhenti. Jalan setapak tanah menyempit dan berbatu-batu terlihat di depan. Kami segera naik ke mobil pick-up 4X4 yang berada di depan, satu-satunya kendaraan yang mampu membawa kami ke tempat yang hendak kami tuju. Berdesakan di bak belakang, kami dengan segera mencari pegangan.

Perjalanan menyusuri lereng perbukitan itu memang sulit. Sesungguhnya separuh jalan yang kami lalui bukan "jalan", hanya sedikit ruang kosong penuh ilalang tinggi yang kadang dilewati orang. Pantas saja hanya mobil tertentu (dengan sopir tertentu pula) yang bisa melewatinya.

Pisah Kadang yang Terbaik

(mohon maaf jangan baper dulu)

Hari itu kami bertamu ke Kamanggih, sebuah desa di Sumba Timur. Nusa Tenggara Timur, termasuk di dalamnya Sumba, adalah provinsi dengan rasio elektrifikasi di bawah rerata nasional. Akses energi di provinsi ini memang masih jauh dari cukup. Sumba adalah salah satu pulau terdepan di Indonesia, dan di negeri ini, terdepan belum tentu berima dengan kemajuan. Hingga saat ini, setengah Sumba belum berlistrik.

Tantangan geografis adalah tantangan paling berat untuk membuka akses energi di Sumba. Dengan kontur wilayah berbukit, banyak padang, dan sedikit sumber air; penduduk Sumba tinggal berkelompok berjauh-jauhan. Jarak yang jauh ini menyulitkan masuknya jaringan listrik karena biaya perpanjangan jaringan listrik menjadi sangat tinggi sehingga tidak sesuai dengan skala keekonomian PLN.

Lalu bagaimana? Mau nunggu sampai pintu kemana saja ditemukan?

Beruntungnya Sumba punya banyak potensi energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan. Sungai yang deras bisa menjadi jawaban, begitu pula panas matahari dan angin di puncak bukit-bukit. Potensi inilah yang dilihat bisa menyediakan energi bagi Sumba, termasuk listrik. Bila jaringan listrik PLN belum bisa masuk, solusi off-grid (luar jaringan) menjadi pilihan. Tak harus bersatu (dengan jaringan PLN), apabila terpisah memang lebih baik.

Sistem off-grid memang secara harfiah berarti di luar jaringan. Di Pulau Jawa hampir semua rumah terhubung ke jaringan listrik yang terhubung ke pembangkit skala besar di beberapa titik. Sistem ini disebut on-grid. Jika satu pembangkit listrik mati (katakan pembangkit listrik Paiton), rumah dalam sistem on-grid masih bisa mendapatkan listrik dari pembangkit lain (misalnya dari PLTGU Muara Karang). Sementara itu sistem off-grid berdiri sendiri, umumnya dengan sumber energi lokal, dan melayani jumlah 'pelanggan' yang jauh lebih sedikit (misalnya hanya satu rumah atau satu desa). Bila sumber energinya mendadak tak ada, misalnya debit air sungai berkurang, listrik juga tak tersedia. Karena sendiri ini, sistem off-grid juga cocok disebut sistem jomblo.

Membelah Perbukitan

Saat kami turun dari mobil, kami dikelilingi ilalang dan pepohononan yang rapat. Di ujung trunan jalan setapak yang sedikit terjal, terlihat sungai mengalir deras di bawah. Sungai Mbakuhau namanya. Aliran sungai yang cukup deras inilah yang menjadi berkah untuk Kamanggih. Berkah untuk membangun pembangkit listrik off-grid.

Di tahun 2011, Kamanggih mendapatkan harapan terang dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Aliran sungai memang cukup deras untuk menggerakkan turbin, namun analisa awal menunjukkan bahwa bila hanya mengandalkan aliran normal, PLTMH yang dibangun hanya bisa berkapasitas 10 kW. Jika ingin mendapatkan kapasitas yang lebih besar sehingga bisa melistriki lebih banyak rumah, maka aliran air menuju turbin harus "dialihkan" melalui jalan yang lebih terjal.

Mengalihkan aliran air dan membuka jalan untuk pemasangan turbin berarti membelah bukit. Warga desa juga yang bergotong royong melakukannya. Dengan peralatan seadanya, dari linggis hingga cangkul, dalam dua minggu mereka bisa membuka jalan. Dari titik terakhir yang bisa dicapai mobil, warga desa juga bergotong royong mengangkat material dan bahan bangunan untuk membangun instalasi PLTMH.

Turunan yang dibangun bersama oleh masyarakat Kamanggih (Dokumentasi Pribadi)
Turunan yang dibangun bersama oleh masyarakat Kamanggih (Dokumentasi Pribadi)
Terdengar mudah? Tentu saja, tulisan tak mencerminkan sulitnya medan. Padahal hanya berjalan di ruang sempit di mana bukit itu dibelah kemudian turun ke rumah turbin itu sudah cukup membuat saya ngos-ngosan.

Pengelolaan PLTMH Mbakuhau ini dilakukan oleh masyarakat desa melalui koperasi. Masyarakat desa membayar ke koperasi per bulannya, dan dana yang terkumpul dikelola untuk kepentingan bersama. Ketika jaringan PLN mulai masuk ke Kamanggih di tahun 2013, koperasi desa menjalin kerjasama dengan PLN untuk pengelolaan dan perawatan jaringan. Dengan menjual listrik ke PLN, jaringan PLTMH ini dioperasikan oleh PLN namun tetap menjadi listrik milik desa. Masyarakat menggunakan dua sumber listrik yang berbeda, di siang hari menggunakan listrik PLN, di malam hari menggunakan listrik dari PLTMH.

Keberadaan listrik ini mendorong roda perekonomian di Kamanggih. Air bersih lebih mudah tersedia dengan keberadaan pompa air, kios-kios bisa membeli lemari pendingin, bengkel motor bisa tersedia sehingga masyarakat desa tak perlu ke kota. Anak-anak juga bisa belajar hingga malam dengan penerangan cukup, informasi lebih cepat sampai melalui radio, televisi, dan penggunaan telepon genggam. Koperasi desa juga bisa melayani simpan pinjam dengan keuntungan yang didapat dari penjualan listrik.

Selain PLTMH Mbakuhau, beberapa dusun di Kamanggih juga mengandalkan listrik dari tenaga angin. Kincir-kincir berkapasitas 500 W dipasang di desa yang berdekatan dengan puncak bukit, di mana angin berlimpah. Lagi, pembangkit listrik jomblo agaknya merupakan solusi yang pas bagi titik-titik di Sumba yang belum bisa terjangkau jaringan listrik konvensional.

Tak hanya listrik

Selain bisa memproduksi listrik sendiri, Kamanggih juga desa yang menggunakan biogas untuk memasak. Dulu banyak mama-mama di Kamanggih yang harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar, juga harus menghabiskan cukup banyak uang untuk membeli minyak tanah. Dengan biogas dari kotoran hewan, mama-mama ini dapat menikmati energi bersih untuk memasak, juga bisa menggunakan waktunya untuk kegiatan lain yang lebih produktif.

Kamanggih kini sungguh menjadi desa mandiri energi, desa yang memetik manfaat sumber energi terbarukan.

Sumba, selain menjadi destinasi wisata yang kini populer, juga telah diresmikan sebagai pulau ikonik energi terbarukan. Inisiatif Program Sumba Iconic Island (SII) telah dimulai sejak tahun 2010 dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri ESDM di tahun 2015. Kamanggih hanyalah satu contoh saja, yang mengamini bahwa Sumba punya potensi luar biasa dan punya semangat yang juga tak kalah luar biasa. Kamanggih juga menyalakan harapan bahwa kolaborasi pemerintah dan donor internasional serta organisasi sipil masyarakat bisa membuahkan harapan untuk cita-cita bersama: Sumba 100% energi terbarukan di tahun 2025.

Lihat, pekerjaan kita masih banyak. Kita bisa saja pesimis. Namun jika Kamanggih semangat bergerak ke depan, kita pun seharusnya demikian.

Salam hangat,

Citra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun