Suatu hari saya pura-pura jadi guru. Pergi ke sebuah sekolah dengan kurikulum internasional di bilangan Jakarta Timur, mengajar anak-anak Grade 6-9. Tak hanya bahwa mereka semuanya lahir setelah tahun 2000, mereka juga sangat melek teknologi dan informasi. Materi yang saya bawakan hari itu adalah tentang perubahan iklim dan energi alternatif. Namanya guru dadakan tanpa pengalaman, bayangkan betapa sulitnya saya menyusun materi mengenai dua isu besar itu supaya menarik, tak terlalu panjang, bisa ditangkap anak-anak, tidak normatif, serta bisa menyampaikan pesan yang ingin saya berikan dengan bahasa yang juga tak rumit.
Kalau memasang data dan paparan panjang, saya yakin mereka akan lebih memilih membaca Wikipedia sendiri dibanding mendengarkan saya berbicara.
Jadi hari itu saya memulai "jam pelajaran" saya dengan foto Elon Musk.
Tony Stark Kekinian
Di balik semua keirian saya, Elon Musk adalah figur publik yang menjadi ikon energi terbarukan dan inovasi masa depan. Tesla, salah satu perusahaan yang dipimpinnya, kini bersinonim dengan kualitas, energi bersih, dan ramah lingkungan (jangan tanya harganya).
Dan anak-anak Grade 6-9 itu mengenal Elon Musk dan statusnya sebagai selebritas.
Elon Musk memang visioner, juga bold. Komitmennya untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dan mendorong percepatan transisi energi fosil ke energi terbarukan tercermin secara lugas dari produk-produk perusahaannya. Tesla, Inc bisa dibilang merupakan niche player yang fokus untuk mengembangkan teknologi mobil listrik dan mengambil bagian dalam revolusi energi. Menurutnya, karena kita harus menuju era energi terbarukan, kita harus melakukannya secepat mungkin.
Selain Tesla, Inc., Elon Musk juga merupakan pemilik ide, inisiator, dan pendana awal SolarCity, perusahaan yang kemudian dikelola oleh dua sepupu Elon. SolarCity adalah perusahaan layanan energi, mulai dari pemasangan panel surya atap, membangun instalasi pembangkit listrik tenaga surya, memberikan kredit untuk pemasangan panel surya di tingkat pelanggan, hingga menjadi institusi finansial yang memberikan pinjaman bagi mereka yang ingin melakukan konservasi energi.
Itu hanya salah dua dari idenya yang bertransformasi menjadi perusahaan dan produk yang nyata terpampang di depan mata; produk yang sedikit banyak membuat kita tidak pesimis bahwa teknologi energi terbarukan bukan sesuatu yang futuristik. Tapi tentu, ana rega ana rupa. Satu mobil Tesla Roadster, misalnya, dibanderol dengan harga USD 101.500 (sekitar 1,3M!), sementara Tesla Model 3 harganya paling murah USD 35.000 (450 juta rupiah).
Dua Nama Besar yang Berjalan Menuju Arah yang Sama
Bicara teknologi dan inovasi, Bill Gates tentu salah satu idola banyak orang. Dan seperti kebanyakan pimpinan perusahaan-perusahaan besar di dunia, termasuk Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jeff Bezos, Bill Gates juga merupakan advokat energi terbarukan. Hanya saja, Bill Gates memilih pendekatan yang berbeda dibanding Elon Musk. Bos Microsoft ini memilih "pelan-pelan untuk bisa ngebut kemudian."
Salah satu faktor kunci kesuksesan Tesla, Inc. adalah dukungan pemerintah Amerika Serikat (dan negara-negara di mana Tesla menjual produknya) dengan memberikan insentif finansial. Untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor dengan bahan bakar alternatif (non-fosil), pemerintah AS memberikan federal tax credit yang jumlahnya maksimum USD 7.500. Mobil-mobil keluaran Tesla termasuk dalam kategori yang mendapatkan kredit ini, begitu pula dengan mobil-mobil elektrik atau hibrid keluaran pabrikan lain, misalnya Hyundai dan Chevrolet.
Nilai tax credit tersebut tentu bukan angka kecil. Selain pengurangan biaya pajak konsumen, pengembangan mobil listrik seperti Tesla, Inc. juga mendapatkan beberapa insentif lain dari pemerintah dalam kerangka agenda yang lebih besar: menanggulangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global dengan mendorong penggunaan energi terbarukan. Insentif itu berupa skema pendanaan, dukungan pembangunan infrastruktur, hingga bunga pinjaman yang rendah.
Meskipun ini memberikan dampak percepatan inovasi yang baik, pemberian insentif bisa menjadi beban pemerintah dalam jangka panjang dan ketika ekosistem bisnis dan produksinya belum matang, industri ini bisa kolaps. Contoh paling hangat: ketika pemerintah Hongkong menghentikan tax break untuk kendaraan listrik di bulan April, penjualan Tesla langsung merosot tajam.
Bill Gates memiliki visi yang serupa dengan Elon Musk, bahwa energi terbarukan adalah masa depan. Hanya saja Bill Gates tidak agresif dan grasa-grusu, karena ia mirip seperti saya: senang melakukan dan memiliki minat penelitian (ehem). Selayaknya proses penelitian dan pengembangan/litbang (R&D) di dunia ini, kita tak bisa mendesak adanya hasil yang instan. Bill Gates menyebut bahwa revolusi yang dibuat mungkin terjadi dengan penelitian pemerintah, seperti microchip dan internet, adalah salah satu faktor penting yang membuat Microsoft menjadi sarana produktivitas yang kini sangat luas penggunaannya. Dalam op-ed yang ditulisnya untuk Reuters di tahun 2016, Bill Gates menggarisbawahi pentingnya berkonsentrasi pada litbang. Teknologi baru dan inovasi yang dihasilkan dari litbang inilah yang kemudian bisa dibawa ke level produksi, ke pasar, dan ke level produksi massal.
Koalisi investor besar yang didominasi para CEO perusahaan besar (Richard Branson, Jack Ma, hingga Reid Hoffman) ini memiliki misi memperkuat dan mendukung percepatan inovasi energi terbarukan, inovasi yang kebanyakan merupakan hasil litbang dengan pendanaan utama dari pemerintah.
Melalui Breakthrough Energy Venture, Bill Gates dan teman-temannya yang kaya ini akan menyediakan investasi dan pendanaan  bagi perusahaan-perusahaan dan lembaga yang sesuai dengan misi mereka terutama untuk negara-negara yang berpartisipasi dalam inisiatif global untuk menggandakan pembiayaan litbang bagi energi bersih dan terbarukan (Mission Innovation). Indonesia, melalui Kementerian ESDM, adalah salah satu negara yang berkomitmen di Mission Innovation ini.
Mau yang mana pun, mereka berdua adalah orang-orang yang bisa membuat kita optimis untuk menuju masa depan terbarukan.
Salam hangat,
Citra Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H